19/11/20

MADRASAH PERTAMA


Foto: 25 Agustus 2019 – Masa KKN di Dusun Kembaran, Magelang, Jawa tengah.


Hari ini aku bertemu Rasya dan Reynald untuk mengajar mereka. Rasya terlihat begitu banyak bicara walau ia masih duduk di bangku TK, sementara Reynald yang sudah duduk di bangku SD kelas satu terlihat aktif namun gugup ketika berbicara.

Bertemu anak-anak selalu menyenangkan. Rasanya hidup menjadi lebih hidup ketika mendengar suara anak-anak menggema di penjuru ruangan. Namun, sisi menarik lainnya adalah anak-anak selalu membawa pelajaran baru bagi orang-orang dewasa yang masih belajar bagaimana menjadi dewasa itu.

Ada saat dimana ketika Rasya bertanya padaku dengan tiba-tiba.

"Kak, kalau sombong tuh kayak gini bukan, 'eh eh aku punya sepeda bagus lho' itu sombong ya?"

Aku menjawab dengan caraku sembari bertanya balik,

"Jadi sombong itu boleh nggak?"

"Nggak."

Pinter!

Aku juga menjelaskan lawan kata dari sombong itu apa dan bagaimana, agar ia lebih memahami sifat mana kiranya yang baik untuk dimiliki.

Aku juga menambah pertanyaanku padanya karena penasaran.

"Kenapa nanya itu, Rasya?"

Rasya pun menjawab,

"Iya, soalnya aku belum tahu sombong itu apa dan kayak gimana."

JLEB. Dari sini aku sadar betapa pentingnya peran seorang Ibu (yang baik dan punya pemahaman yang cukup) untuk menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya.

Anak-anak ini nampak polos dan banyak belum memahami sesuatu.

Bayangkan jika mereka tinggal di lingkungan yang mengajarkan hal-hal yang tidak benar? Yang justru malah memberi jawaban tidak benar ketika mereka bertanya sesuatu.

Mereka belum tahu apakah hal ini dan itu benar atau tidak karena mereka pun masih mencari tahu apa maknanya ini dan itu, apa maksudnya begini dan begitu. Mereka belum tahu apakah hal yang ini salah, atau hal yang itu benar. Mereka masih sangat butuh pengarahan dan pengajaran yang baik.

Pada masa-masa ini, kita perlu memberi pengajaran yang terbaik, pengajaran yang jujur. Bayangkan bagaimana ini menjadi amalan tersendiri untuk kita ketika kita adalah orang pertama yang mengajarkan mereka apa arti jujur, arti rendah hati, arti dermawan dan lain sebagainya. Bayangkan ketika kita adalah orang pertama yang mengajarkan huruf hijaiyah pada mereka. Bayangkan ketika kita adalah orang pertama yang mengajarkan apa arti tauhid dan iman pada mereka. Bayangkan ketika kita adalah orang pertama yang membacakan kisah para nabi untuk mereka. Bayangkan ketika kita adalah orang pertama yang mengajarkan mereka tentang doa-doa.

Jadi, apakah kita masih ragu untuk menjadi yang pertama bagi anak-anak kita kelak?

 

Catatan Bdg, 18 Nov 2020 | 20.10 

2020; Tahun yang Hampir Usai!

 

Jadi, bingung mau cerita dari mana, setidaknya ketika baru hendak menuliskan ini. Walau nanti tulisan ini seperti punya kerangka dan terarah, tetapi percayalah ketika hendak saya tulis, saya perlu menggali-gali isi pikiran tentang apa yang terjadi belakangan ini.

Sekedar memberi tahu saja, ini hanyalah cerita biasa dari seseorang seperti saya, tetapi barangkali di antara kamu ada yang merindukan kehadiran sederetan kalimat baru di ruang ini, so I’m here. Kamu tidak perlu mencari kemana-mana lagi karena saya telah kembali lagi ke sini. Gimana? Apa benar kamu mencari saya?

Kelihatannya saya sudah tidak mengisi ruang ini selama hampir setengah tahun, kelihatannya saya tidak pernah lagi menulis, tetapi benarkah saya seperti itu? Barangkali ada yang pernah melihat postingan terakhir sebelum tulisan ini ada, tetapi postingan itu sudah tiada karena memang sengaja ditiadakan. Sorry, sepertinya waktu itu saya sulit mengendalikan pikiran saya dan yang terpikir adalah saya perlu posting puisi ala-ala tersebut tanpa memikirkan dampak kedepannya, sehingga maaf jika saya kemudian lancang menghapusnya. Sebenarnya sih, suka-suka saya, kan? Wong saya yang menulis. Jadi, kalau kemudian saya kurang sreg, wajar bila kemudian saya menghapusnya. Tak ada alasan khusus mengapa menghapusnya, jadi tak perlu lagi dipertanyakan.

 

Bertemu Keramaian

Rekor terbanyak pada tahun ini dalam waktu setahun saya sudah empat kali pulang ke rumah. Selain karena hanya fokus pada skripsi, tiket menuju pulang ke rumah juga murah setelah sebelum-sebelumnya rumah saya berada di antah-berantah. Boro-boro mau pulang.

Sebelum corona tiba di Indonesia, saya beberapa kali menghabiskan waktu di dalam keramaian; tempat wisata yang sedang ngehitz, kondangan, acara seminar, meeting, dan hal-hal lainnya dalam keramaian. Suatu kesadaran yang patut untuk disyukuri karena telah memuaskan diri sendiri walau masih awal tahun. Hingga pada akhirnya, berusaha patuh untuk di rumah saja padahal sebenarnya memang tidak ada panggilan untuk kemana-mana, kecuali panggilan hati, sih, teriak-teriak minta jalan-jalan, setidaknya cuma keliling kota gitu, kek.

 

April Produktif

Kelas menulis April Produktif yang saya adakan pada tahun ini adalah ide iseng sembari menunggu antrian skripsi, disembari juga berrharap corona cepat pergi ternyata membawa saya pada banyak gerbang keberkahan dan pintu menuju letak harta karun yang tersembunyi di jagat media sosial yang membisingkan. Ada satu tempat di media sosial yang begitu tentram dan banyak tersembunyi harta karun di sana, juga orang-orang yang menulis dengan teramat jujur di dalamnya. Banyak di antara kami menulis secara anonim, namun saling merepost dan memberi like pada tulisan seolah-olah kami sudah mengenal lama.

Pada blog, saya membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk meningkatkan jumlah followers, sementara di ruang baru tersebut, tak sampai setengah tahun, saya berhasil mendapatkan 300 followers. Jika membicarakan angka followers, saya akan dinilai duniawi sekali pikirannya, tetapi bukan itu poin saya. Bahwasannya ruang tersebut benar tentram, tetapi ada banyak sekali penulis di dalamnya dengan berbagai macam pola pikiran juga pandangan mengenai kehidupan. Kebanyakan dari mereka memiliki kesamaan, sama-sama mengajak manusia pada kebaikan dan selalu mengingatkan pada kebesaran Tuhan.

Sebenarnya bagi saya, ruang tersebut bukanlah ruang baru. Saya telah menghuninya sejak 2013, akan tetapi saya mengunjunginya barangkali hanya sekali setahun dengan maksud agar saya tidak pernah lupa menyimpan dimana kuncinya. Beberapa teman yang mengikuti April Produktif memiliki “rumah” di tempat tersebut yang mengharuskan saya harus kembali berkunjung ke rumah lama saya guna mengunjungi “tetangga-tetangga baru” saya di sana.

Begitu tiba di sana, saya terkejut dan mendapati dunia tersebut begitu ramai. Barangkali hal inilah yang menjadi alasan mengapa saya tidak pernah lagi datang ke ruang ini, sebab saya betah berada di sana. Tenang, saya tidak berhenti menulis, sebab di tempat tersebut, hampir setiap hari saya menulis.

Mungkin memang saya tidak pandai menghilang, toh untuk apa juga menghilang jika tak ada yang datang mencari. Kini saya kembali dan berharap bisa membuat suatu terobosan baru di sini.

 

Sidang Skripsi

Saya sangat bersyukur mengadakan kelas menulis April Produktif. Sebab, selama satu bulan tersebut, skripsi saya sama sekali tidak mengalami kemajuan. Bulan April tahun ini memang diciptakan sebagai bulan untuk menunggu bagi saya. Sementara menunggu, rasanya tidak sia-sia setiap hari diberi kesempatan untuk membaca tulisan teman-teman yang begitu luarbiasa dan mencerahkan.

Bulan Mei datang mengejutkan saya, membawa berita baik sekaligus deg-degan karena dosbing saya membiarkan saya menginjak pedal gas tanpa rem hingga diputuskanlah bahwa sidang skripsi saya jatuh pada tanggal 28 Mei 2020. Ada kalanya kita harus berhenti sejenak untuk menunggu, ada kalanya jalan untuk kita terbuka lebar dan kita harus bersiap diri untuk menginjak gas yang sudah disediakan.

Para penguji pun sepertinya tidak sabar untuk menyidang saya. Maka di hari lebaran, salah satu dosen penguji mengirim chat yang awalnya mengucapkan selamat lebaran dan maaf-maafan, namun berakhir dengan “saya tunggu ya file skripsi kamu..”

 

Komunitas Baru

Berkesempatan untuk memiliki teman-teman baru yang berada dalam satu frekuensi adalah salah satu hal yang benar-benar saya syukuri di tahun yang gelap ini. Dengan kecanggihan teknologi pada abad ini, kita tak perlu repot-repot keluar rumah untuk mendapatkan teman baru. Jika ingin, hanya dalam waktu 1x24 jam kita bisa mendapatkan teman sebanyak-banyakanya di jagat dunia maya. Orang-orang yang sefrekuensi di jagat dunia maya ini kelak memiliki kesempatan besar untuk bisa menjadi teman yang nyata di dunia sebenarnya jika kita pandai memelihara hubungan.

 

Wisuda Tanpa Perayaan

Saya pernah berpikiran bagaimana wisuda tanpa perayaan. Nyatanya tahun ini kejadian. Bukan suatu kejutan lagi bagi saya karena pernah membayangkan hal tersebut terjadi. Tanpa ada rasa iri dengki, tetapi rasanya muak melihat bagaimana segala macam perayaan diadakan dengan begitu berlebihan khususnya di media sosial karena sudah mengalami pemolesan yang luarbiasa niatnya.

Semakin bertambah usia, semakin merasa segala macam perayaan adalah sesuatu yang biasa-biasa saja karena memang alur kehidupan akan berjalan seperti itu, dari satu perayaan menemui perayaan lainnya. Banyak orang yang mengadakan perayaan secara berlebihan tanpa mau memaknai lebih dalam arti dari perayaan itu sendiri. Untuk kedepannya, saya berharap bisa menjadi orang yang biasa-biasa saja dalam menjalani perayaan, walau begitu ada rasa terima kasih yang besar dan apresiasi yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata untuk mereka yang berusaha membuat hari-hari perayaan saya menjadi begitu istimewa.

 

Meninggalkan Yogyakarta

Tidak ada yang baik-baik saja ketika harus pergi meninggalkan yang dicintai, tetapi toh untuk apa juga lama-lama bersedih, jika tahu bahwa diri sendiri akan mengusahakan yang terbaik untuk bisa kembali.

Terima kasih Yogyakarta untuk segala pelajarannya. Mungkin ada beberapa hal yang saya sesali di Yogyakarta, tetapi membawa pelajaran tersendiri bagaimana untuk memaafkan diri sendiri dan berusaha untuk memperbaiki apa-apa yang dirasa salah. Yogyakarta telah mempertemukan saya dengan banyak hal, salah satunya jalan bagi saya untuk menemukan diri sendiri. Terima kasih, Yogyakarta!

 

Rumah Baru

Rumah baru berarti kehidupan baru. Bagaimana tidak? Tetangga baru, satpam baru, masjid baru, pertokoan baru, tukang sate baru, tukang fotocopyan baru, tukang galon baru, tukang gas baru, semua serba baru, termasuk hal-hal yang menjadi fokus adaptasi terbaru seperti alergi dan ketidakcocokan dengan suhu udara.

Perjalanan yang terjadi di tahun ini ikut pula dirasakan oleh kulit si yang punya tubuh. Bukan hati dan pikiran saja yang berjuang mati-matian menyelesaikan satu-persatu urusan kehidupan, tetapi kulit juga ikut berjuang bagaimana beradaptasi dari perpisahan satu suhu udara ke suhu udara lainnya. Alhasil alergi tak dapat dihindarkan, juga serangan jerawat yang tanpa perhitungan, mati satu tumbuh seribu.

Ayolah, bayi sungguh kalah menggemaskan dengan jerawat mungil yang memerah di dagumu, yang kemudian tanpa babibu berubah menjadi raksasa yang mendominasi mood kamu sepanjang hari.  Ayolah, ini bukan tentang bersyukur, hanya lebih kepada kekagetan kecil yang sebenarnya bisa diatasi tetapi butuh waktu berbulan-bulan memang untuk menghilangkan bekasnya apalagi teruntuk seseorang seperti saya yang kudet terhadap dunia perskincarean. Yah, setidaknya ada bahan untuk dibicarakan ketika telponan dengan kawan, daripada menggosipi orang lain, lebih baik obrolan mendadak jadi bak ruang konsultasi skincare. Mantap, bukan?

Ayolah, akui saja bahwa jerawat memang salah satu faktor yang dapat membuat kita insecure, tetapi tenang saja, saya berkeyakinan bahwa kita tetap terlihat cantik di mata orang yang tepat.

Jika kita dicintai karena pikiran dan hati kita, maka seharusnya urusan perjerawatan ini bukanlah suatu masalah yang besar.

 

Menjadi Volunteer

Rasanya ingin marah besar pada corona, tetapi tidak jadi karena melihat di media sosial sudah banyak orang yang marah-marah pada corona dengan menggunakan serangkaian kata-kata kasar. Toh juga untuk apa marah, percuma, corona tidak akan pernah tahu juga bahwa kita marah padanya. Menyedihkan.

Tetap ada sedikit rasa jengkel juga, sih, sebab corona mengubah banyak hal yang telah direncanakan. Menjadi volunteer usai lulus kuliah adalah impian saya sejak lama. Namun, mengingat betapa berbahayanya virus ini, membuat saya berpikir ulang untuk bepergian ke luar daerah. Bukan saya sih sebenarnya, tetapi orang tua saya.

Kemudian timbullah suatu keinginan. Menjadi volunteer di rumah sendiri, why not? Untuk apa juga jauh-jauh menyebrangi lautan jika ternyata orang-orang di rumah sendiri membutuhkan bantuan saya. Rencana tetap berjalan, hanya saja lokasinya yang berpindah. Sebagai anak perempuan yang sudah berusia kepala dua, rasanya semakin sedikit waktu untuk berada di rumah sendiri. Menjadi volunteer di rumah sendiri dengan visi untuk memaksimalkan bakti sebelum pangeran berkuda putih atau bermotor Vario atau bermobil (kata Muya) menjemput kita, barangkali adalah suatu keputusan yang tepat di masa pandemi seperti ini.

 

Hidup Minimalis

Kembali ke rumah artinya kembali membereskan seluruh barang-barang pribadi. Sedikit banyak terbantu tercerahkan alias terperdaya oleh kata-kata di dalam buku-buku motivasi hidup minimalis. Akhirnya memutuskan untuk membuang sebagian barang kenangan. Katanya barang kenangan, tetapi dikenang kembali saja tidak pernah. Maka buanglah barang-barang yang bersifat seperti itu, sebab pada dasarnya manusia lebih senang mengenang sesuatu dalam hati dan pikiran mereka, bukan dengan melihat benda-benda yang mengandung kenangan tersebut.

Tahu tidak apa yang memiliki nilai rahasia yang begitu besar? Benar, kenangan! Karena ia berada di hati dan pikiran. Orang lain tidak pernah tahu apa yang saat ini sedang kita kenang. Seram, bukan? Sebab, walau barang kenangan telah dibuang, memori tersebut sudah menjadi salah satu folder di dalam pikiran kita, sudah menyatu dengan diri kita. Benar kata Almarhum Eyang Habibi, bahwa masa lalu saya adalah milik saya, masa lalu kamu adalah milik kamu, tetapi masa depan adalah milik kita. Bagaimana caranya agar kita mampu menghapus folder masa lalu?  Tentu dengan memperbanyak folder masa kini. Ketika kepenuhan, maka dengan terpaksa kita akan menghapus folder-folder lama yang sebenarnya sudah tidak berharga.

Mari saya beritahu prinsip belanja saat ada diskon. Sebelumnya, sini saya bisiki dulu, tidak masalah jika tidak membeli apa-apa pada harbolnas. Kamu tidak harus membeli sesuatu pada harbolnas.

Prinsip belanja saat ada diskon; hanya belanja kebutuhan sehari-hari, misal promo tissue beli 1 gratis 1; belanja suatu barang yang memang sedang dibutuhkan.

Adapun tips untuk menyingkirkan barang-barang; sumbang ke panti asuhan, sumbang ke saudara, jual dengan tagar preloved, atau langsung saja berikan pada yang membutuhkan, siapapun itu. Gampang, kan?

Milih-milihnya yang susah. Kadang, melepaskan memang seperti itu. Susah.

 

Menemui Ruang Konsultasi

Mental health menjadi hal yang banyak dibicarakan akhir-akhir ini. Orang-orang mengatakan bahwa di tahun yang gelap ini, mental health adalah yang utama. Padahal jikapun tiada covid, mental health tetap menjadi yang utama, bukan?

Memiliki masalah pada kesehatan mental bukanlah hal yang memalukan, tetapi juga tidak perlu digembor-gemborkan. Jika kita tahu ada sesuatu yang salah dengan diri kita, bukankan kita perlu mencari tahu penyebabnya dan mencari solusinya?

Berharap ini tidak pernah terjadi, tetapi mana ada kehidupan yang lurus-lurus saja. Kalau kata Kak Choqi, “itu kehidupan atau penggaris?”

 

Anak Kedua

Usai kelahiran anak pertama (baca: skripsi) yang jatuh di bulan Mei tahun ini, rasanya tak sabar menanti kelahiran anak kedua (baca: kumpulan prosa). Hal-hal memang sebatas rencana dan cita-cita, hingga terwujud barulah menjadi suatu kenyataan, tidak ada salahnya mendoakan agar karya yang tengah dikandung lancar hingga hari kelahiran. Tidak mengincar perayaan, apalagi kepopularitasan. Hanya mencari cara bagaimana bertahan dalam kewarasan di tengah dunia yang kian mencekam.

 

Pernikahan

Sorry, tidak ingin membicarakan ini di sini.

Saat seorang perempuan tidak pernah menunjukkan perasaannya pada anda, barangkali itu merupakan suatu bentuk penjagaan dirinya terhadap hati manusia yang mudah jatuh dan berharap.

 

Untuk apa cerita kali ini? Jawabannya seperti kata Mas Gun, kita menulis untuk mendengarkan diri sendiri, bukan untuk mencari perhatian orang lain atau hal-hal yang tak jauh dari itu.

30/04/20

#AprilProduktifDay30 : Ini, Untuk Kau Baca


April berganti Mei.

Kita kembali ke kesibukan masing-masing.

Berkutat dengan pekerjaan masing-masing.

Tenggelam dalam pikiran masing-masing.


Nanti setiap malamnya, aku tak ada lagi untuk melemparkan tema,

Nanti esok malamnya, kau tak ada lagi untuk menyetorkan tulisan,

Nanti hari-hari berikutnya, kau membuat tulisan dengan tema berdasarkan pikiranmu sendiri,

Nanti bulan-bulan berikutnya, tau-tau kau tak menyangka tulisanmu sudah banyak sekali,

Nanti tahun-tahun berikutnya, barangkali kau baca tulisanku ini kembali,

Seraya tersenyum, “kapan ya kita menulis sama-sama lagi?”

Mungkin usai semua mimpi-mimpi ini berhasil kita kejar lagi, usai mereda badai covid yang menghentikan sementara seluruh mimpi-mimpi kita ini.

29/04/20

#AprilProduktifDay29 : Kecewa

“Mau kubawa kemana dong perasaan kagum ini? Hahaha.” Tanya saya pada seorang kawan, usai kecewa sebab merasa dibohongi setelah membaca tulisan seseorang yang mengagumkan, yang saya pikir itu adalah tulisannya.

Seolah masih tak ingin percaya, jemari saya mengetik kembali paragraf demi paragraf dan bait-bait sajaknya di mesin pencarian lalu terbitlah di sana sang pemilik tulisan sebenarnya. Belum, saya masih belum mau percaya. Saya tak ingin dilanda kecewa, saya ingin terus menikmati dan mempercayai setiap tulisannya. Sembari menatap mesin pencarian, sembari berdoa, “semoga tak kutemukan yang sama lagi, jangan lagi.”

“Selamat, ya!” ucap saya untuk buku barunya yang telah terbit pada minggu lalu. Mungkin itu akan menjadi ucapan selamat yang terakhir untuk karyanya usai saya merasa dikecewakan sampai sebegininya.

Mari pelajari dua hal dari kekecewaan yang terjadi pada hari ini :
Satu, menyadari bahwa yang layak untuk dikagumi adalah Allah, bukan makhluk-Nya. Kalau kagum pada manusia, pasti ada aja celah buruknya yang bisa membuat kita kecewa.
Dua, mencantumkan sumber atau referensi tulisan sangatlah penting. Barangkali mungkin memang penulisnya tidak tahu tetapi bagaimana jika tulisannya terus tersebar, mengalir, namun bukan nama penulisnya yang dibawanya? Kalau suatu hari ia tahu, apa kau siap bertanggungjawab menjelaskannya? Kau siap melihat penulis yang katanya kau sukai tulisannya itu bersedih hati?

Ia pasti akan lebih senang jika tahu kau menuliskan kembali tulisannya dengan mencantumkan namanya, lalu tulisan kebaikan itu menyebar ke ruang-ruang di dunia, membawa banyak manfaat dan kesejukan hati, tanpa ada yang bersedih. Sebaik itu caranya, sebaik itu pula tersampaikannya.

28/04/20

#AprilProduktifDay28 : Perempuan Bernama Shofura


Dikisahkan ada dua wanita tengah menambatkan ternak mereka. Tak jauh dari keduanya, ada sebuah sumber air yang dikerumuni para penggembala. Dengan penuh rasa sabar, dua wanita itu menunggu sumber air tersebut sepi dari penggembala pria. Kedua perempuan merupakan kakak beradik, sang adik bernama Shofura dan sang kakak bernama Layya. Kisah keduanya diabadikan dalam Al-Qur’an karena ke’iffahan mereka sebagai wanita, ‘iffah adalah penjagaan diri. Kedua wanita tersebut memiliki sifat ‘Iffah sehingga enggan berikhtilath atau bercampur baur dengan para pria.


Allah bahkan berfirman mengisahkan keduanya, “Tatkala Musa sampai di sebuah sumber air negeri Madyan, dia menjumpai di sana sekelompok orang yang sedang memberi minum ternak mereka. Dan dia mendapati di belakang mereka dua wanita yang sedang berusaha menghambat ternak mereka (supaya tidak maju ke mata air).” (QS. Al Qashash: 23).


Nabi Musa yang melihat hal itu heran dan mendatangi keduanya seraya bertanya, “Kenapa kalian berdua (dengan perbuatan tersebut)?” Shofura dan Layya menjawab, “Kami tidak memberi minum ternak kami sampai para penggembala itu memulangkan ternak mereka, sementara ayah kami adalah orangtua yang sudah lanjut usia’.”


Akhirnya, Nabi Musa pun memutuskan untuk menolong kedua wanita itu dengan mengambil ternak mereka dan membawanya ke sumber air untuk bisa minum sepuasnya. Setelah itu, Nabi Musa mengembalikkan ternak tersebut agar kembali digiring dua wanita itu. Nabi Musa kemudian pergi tanpa berbicara. Layya, tak merasa momen itu spesial, namun apa yang dirasakan Shofura berbeda. Shofura sangat tersentuh dengan bantuan Nabi Musa. Begitu tiba di rumah, Shofura langsung menceritakan sosok pria yang membantunya itu kepada sang ayah dengan harapan ayahnya akan membalas kebaikan pria tersebut.

27/04/20

#AprilProduktifDay27 : Ekspresi yang Salah


Pernah suatu malam saya dan teman-teman seasrama mabit di gedung belakang masjid kampus UNY. Gedung tersebut masih rangkaian dari lingkungan masjid. Lalu pada pagi harinya, kami pun menunaikan ibadah shalat subuh di masjidnya. Waktu itu, jamaah shalat subuhnya tidak terlalu banyak, tak sebanding dengan masjidnya yang cukup besar. Suasana subuh berlangsung dengan hening dan hanya terdengar suara sang imam yang memenuhi seluruh ruang dalam masjid. Dan kamu tahu suaranya seperti apa? Sebuah suara yang mampu membuat merinding bahkan sampai ingin menangis karena saking bagusnya lantunan ayat suci yang disuarakannya. Sepertinya, imam tersebut memang merupakan imam yang dikontrak oleh pihak masjid untuk memimpin shalat subuh, magrib, dan isya.

Sepulangnya dari mabit, saya ngobrol dengan seorang teman kamar. Niatnya ingin mengekspresikan perasaan kagum terhadap imam tersebut, ya sekedar ngobrol aja.

“Mbak, tadi di masjid kampus UNY, suara imamnya bagus banget, ya.”
“Iya, itu teman Mbak, Dek. Namanya Ali. Kamu mau dikenalin, kah?”
“Hah?”

Obrolan seketika berhenti.

*Nama sang imam disamarkan

Bandung, 27 April 2020
Ada-ada saja plot twist dalam hidup ini

#AprilProduktifDay26 : Tragedi Palu dan Pertolongan Allah


Masih ingatkah tragedi gempa Palu pada tahun 2018? Musibah yang aneh, melululantakkan segenap daratan di daerah Palu. Aneh, sebab hanya beberapa titik bagian yang tenggelam di telan bumi, hanya beberapa titik lokasi yang jalannya mendadak bagai ombak yang bergelombang, bayangkan saja jika jalan di depan rumahmu bergerak bagai ombak.

Dikisahkan bahwa kala itu sebuah keluarga sedang di rumah pada menjelang malam hari itu. Ketika gempa terjadi, sang ibu langsung menggandeng tangan anaknya, seraya berteriak, “Ayo, Ayah, cepat kita keluar!” sang ayah yang baru keluar dari kamar mandi dengan menggunakan pakaian seadanya menyuruh sang istri dan anaknya untuk berlari terlebih dahulu keluar rumah menyelamatkan diri, “Ibu duluan aja! Ibu lari sekarang!” mendengar perintah suaminya, sang istri langsung berlari keluar menggandeng sang anak.

Sampai di depan rumah ia terkejut melihat lumpur keluar dari dalam tanah tersembur ke langit begitu tinggi, sementara keadaan mulai gelap gulita karena mendadak mati lampu, sang ibu dan anaknya terus berlari, dikejar jalanan yng bergelombang itu, sementara lumpur terus berusaha menenggelamkan rumah-rumah di sana. Sang ibu dan anaknya terbawa oleh jalanan yang bergerak sendiri itu. Sebentar, saya menarik nafas dulu. Gemetaran menulis ini.

Lalu, sang ibu berkata, “Apakah ini kiamat?” deg.

Sang ibu dan anaknya terbawa hingga setelah jalanan berhenti bergerak, mereka menepi di jalan raya besar. Orang-orang di sana memandang heran, ada apa? Ya, kejadian aneh dan tragis itu hanya terjadi di beberapa titik, sementara di titik lainnya tidak mengetahui apa yang terjadi di daerah yang ditelan bumi tersebut, betapa kejadian di luar akal manusia baru saja terjadi di sana.

Sang ibu gemetaran, ia tak tahu bagaimana kabar suaminya, usai ia dan anaknya terbawa hingga ke jalan raya besar. Selama terbawa di jalanan yang bergerak tadi, sang ibu melihat anaknya tak berhenti komat-kamit mulutnya. “Kamu tadi baca apa, dek?” tanya sang ibu. Rupanya sang anak yang masih duduk di kelas 3 SD itu selama kejadian berlangsung ia tak berhenti membaca surat Al-Kahfi, surat yang jika menghafal sepuluh ayat pertamanya mampu menyelamatkan kita dari huru-hara hari Kiamat.

Sang suami yang masih tertinggal di rumah kemudian berlari seorang diri keluar, sayangnya jalanan di sekeliling rumahnya sudah amblas ditelan bumi, ia kebingungan harus lari kemana lagi, dilihatnya pohon besar yang berada di halaman rumahnya. Ia duduk bersujud di akar pohon tersebut sembari terus berdoa dan memasrahkan dirinya kepada Allah, ia ikhlas jika memang sudah waktunya ia dipanggil-Nya, ia juga meminta pada Allah untuk melindungi istri dan anaknya yang entah ada dimana. Entah bagaimana bisa dijelaskan secara logika, tiba-tiba pohon besar tersebut tercabut dari akarnya dan membawa serta merta sang suami tersebut yang sedang berada di akarnya. Pohon tersebut melayang hingga menjauh dari lokasi amblasnya tanah tersebut sehingga suami tersebut terselamatkan.

25/04/20

#AprilProduktifDay25 : Menghargai Kematian


Waktu kecil, saya tinggal di perumahan padat penduduk. Saya lupa waktu masih TK atau sudah masuk SD, tetapi ada suatu memori tentang kematian yang tak pernah saya lupa. Waktu itu, di perumahan saya, empat remaja putri yang masih duduk di bangku SMP meninggal dunia dalam waktu yang cukup berdekatan, adalah namanya Kak Nindy, Kak Yuri, Kak Yeni, dan Kak Cindy. Saya cukup mengenal Kak Nindy dan Kak Yuri karena keduanya sering ke rumah saya kala malam Minggu, mereka sering ngobrol-ngobrol dengan Ibu saya.

Suatu hari kabar menyedihkan itu datang. Kak Nindy, seorang kakak perempuan cantik yang ditemukan meninggal dunia oleh sang ibu di kamarnya di lantai dua. Padahal malamnya Kak Nindy masih terdengar telpon-telponan dengan temannya di dalam kamar. Iya, keluarga almarhumah termasuk keluarga yang berada sehingga tak heran pada zaman itu ketika handphone tak bisa dimiliki semua kalangan, bocah seusianya sudah memiliki alat tersebut yang saya perkirakan itu hanyalah handphone yang hanya bisa untuk SMS dan menelpon. Kabar duka kembali datang, kali ini Kak Yuri yang meninggalkan kita semua. Kak Yuri, seorang kakak perempuan yang ceria, selalu mengenakan kerudung kemana-mana padahal waktu zaman itu kerudung belum booming dan belum banyak yang paham tentang kewajiban menutup aurat, tapi saya menduga barangkali Kak Yuri mungkin anak rohis di sekolahnya. Kita semua tentu kehilangan karena Kak Yuri adalah anak yang sangat aktif dalam berbagai kegiatan, orangnya bergaul ke sana-sini, sering keluar rumah, bukan tipe anak perempuan yang mendekam di rumah terus. Mungkin di perumahan kami banyak orang yang tak asing dengannya. Untuk kedua kabar duka itu, masih tak percaya karena yang kami tahu mereka orang yang sehat-sehat saja. Tapi, hari itu Kak Yuri meninggal dunia karena sakit, katanya.

Selain keduanya, dalam waktu yang juga berdekatan Kak Yeni juga dipanggil lebih dulu oleh Allah SWT. karena penyakit pernafasan yang dideritanya. Setelah itu, ada berita duka lagi, Kak Cindy juga berpulang ke Rahmatullah karena kecelakaan yang menimpanya. Waktu itu saya masih kecil, tak begitu paham, tapi wajah orang-orang yang saya lihat di rumah duka membuat saya mengerti bahwa mungkin kakak-kakak perempuan itu akan pergi, lama sekali, mungkin kami tak bisa bertemu lagi, dan hal itu yang membuat orang-orang terlihat begitu sedih sekali. Semoga Allah merahmati mereka semua. Aamiin.

24/04/20

#AprilProduktifDay24 : It is Ramadan!

( Pict from : Tumblr )

From Abu Huraira, Allah's Messenger (ï·º) said, "When Ramadan begins, the gates of Paradise are opened." (HR. Bukhari no. 1899 dan Muslim no. 1079)



Bandung, 24 April 2020
Happy fasting!