Tampilkan postingan dengan label Writing Motivation. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Writing Motivation. Tampilkan semua postingan

29/11/17

Oleh Karena Itu Saya Menulis #2



Sebuah kisah ini datang dari seorang dosen saya. Sebut saja namanya Ibu Indah. Beliau berkawan dengan Ibu Trisna dan Ibu Jihan.

Mereka diberi kepercayaan mengandung buah hati di waktu yang bersamaan. Ibu Indah adalah yang memiliki usia kehamilan paling muda dibandingkan dua dosen lainnya, Ibu Trisna dan Ibu Jihan. Ibu Trisna, selain menjadi teman sesama dosen meski di fakultas yang berbeda, beliau juga merupakan tetangga Ibu Indah yang mana rumahnya selalu Ibu Indah lewati ketika beliau mau pergi.

Sementara itu, Ibu Jihan adalah dosen di fakultas yang sama, menjadi teman ngidam berbarengan, teman makan siang bersama, dan tempat berbagi hal lainnya. Ibu Jihan merupakan dosen senior dengan pendidikan yang lebih tinggi dibanding dosen lainnya, selain itu beliau hamil anak ke-empat, tiga anak pertamanya adalah berjenis kelami laki-laki, beliau berharap anak ke-empatnya ini adalah perempuan. Berbeda dengan Ibu Indah yang bertahun-tahun menikah, mengalami tiga kali keguguran, dan kini menjadi awal hamil kembali yang nantinya sang bayi akan menjadi anak pertamanya.

Manusia hanya bisa menjalani apa yang Allah telah tetapkan dalam garis kehidupan. Ketiga dosen tersebut tentunya berharap dapat menyelamatkan bayi serta diri mereka sendiri, namun dua di antara ketiga dosen tersebut menghembuskan nafas terakhirnya.

Ibu Jihan meninggal dunia, namun bayinya selamat. Bayinya perempuan, seperti yang diimpikannya. Sementara itu, bayi Ibu Trisna tidak terselamatkan, lalu selang dua minggu kemudian beliau meninggal dunia menyusul bayinya.

Apa teman-teman bisa membayangkan perasaan Ibu Indah? Saat-saat menjelang kelahiran anak pertamanya diterpa dua kabar duka sekaligus. Beliau panik, cukup depresi menerima kenyatan kedua temannya telah meninggal dunia. “Oleh karena itu, saya memutuskan untuk menulis untuk membuat diri saya menjadi relax.” Ujarnya kala itu.  

Oleh Karena Itu Saya Menulis #1



“If you are worried about a friend, listen to their problems and try to be sympathetic, and be patient. Most importantly, try and help them find help. If you’re feeling blue, don’t be panic – you need to try and understand your emotions. You are not the first person to feel like this. Try writing things down in a diary or talking to a friend. Perhaps writing a poem or song, drawing a picture or listening to music will help you express and understand your emotions. But, most importantly of all, do something you enjoy, whether it’s watching TV, playing sport or just going for a walk.” – From Critical Reading Lesson

Saya sering bertanya-tanya dalam hati tentang diri saya sendiri, tentang kesibukan saya, tentang mengapa tetap menyempatkan diri untuk menulis.

Saya memilih untuk tetap berjalan dalam kesibukan. Pendidikan, bisnis, komunitas, asrama, hobi, semua perlu berjalan selaras. Memilih untuk menutup diri dari hubungan yang mendalam, tetapi membuka diri untuk menerima teman sebanyak-banyaknya. Mungkin pertemanan itu secara alami akan menyeleksi menyisakan satu orang yang benar-benar akan menjadi teman seumur hidup.

Mencurahkan segala penat atas kesibukan yang tiada henti membuat saya merasa semuanya baik-baik saja. Tulisan saya adalah penyemangat untuk diri saya sendiri. Para pembaca pun menjadi motivasi untuk terus menulis kebaikan lewat apa yang saya alami, saya dengar, atau saya rasa.

Orang-orang berhak menyukai atau pun membenci tulisan saya. Berdasarkan polling yang saya buat lewat instagram story, memang ada rupanya di antara mereka yang memilih agar saya tidak perlu menuliskan pengalaman saya. Sayangnya itu tak berpengaruh karena 91% lainnya mendukung saya untuk terus menulis.

Saya tidak tahu apa masalah mereka terhadap saya. Mereka berhak memilih selama ada pilihan lain. Kemarin bersama beberapa teman di komunitas sempat berdiskusi tentang orang-orang yang tidak asik. Orang-orang yang kehadirannya membuat suasana menjadi tidak menyenangkan, orang-orang yang datang tak menggenapkan pergi pun tak mengganjilkan, orang-orang yang tak berpengaruh sama sekali atas usaha dan hadirnya. Saya pun berkomentar bahwa saya tipe orang yang bisa membenci seseorang hanya dengan sekali tatap bahkan bila kami belum pernah berbicara. Entahlah, ada orang-orang yang auranya saja tidak cocok dengan saya. Tetapi, seperti di salah satu postingan yang pernah saya tuliskan bahwa saya akan berusaha untuk menyukai orang itu, bagaimanapun ia selalu melakukan hal-hal yang saya benci.