Liburan tahun baru sempat diisi
dengan membaca sebuah buku yang bagus berjudul “Rumah Cinta Hasan al-Banna”
yang disusun oleh Muhammad Lili Nur Aulia, isinya tentang bagaimana Hasan al-Banna
membangun rumah tangganya dan bagaimana ia mendidik keluarganya. Salah satunya
ada pembahasan ketika Hasan al-Banna marah.
Pembahasan tersebut berada pada sub
bab “Tanamkan Solidaritas Terhadap Kondisi Dunia Islam”. Diceritakan ada sebuah
persitiwa yang paling membuat raut wajah Hasan al-Banna berubah karena memendam
kesedihan sekaligus kemarahan. Peristiwa itu terjadi sekitar tahun 1948 ketika
pasukan al-Ikhwan terlibat dalam perang di Palestina.
Sana, seorang anak dari Hasan
al-Banna bercerita, “Ketika itu, aku takkan lupa selamanya seperti apa pandangan
mata ayah. Ibu bersama bibi dan nenekku berada dalam sebuah ruangan di rumah. Mereka
bersama-sama membuat berbagai kue untuk menyambut hari raya. Ayah memandang ibu
dan berkata, ‘Ya Ummu Wafa, apakah engkau akan tetap membuat roti, sedangkan
ada dua belas orang dari kader-kader al-Ikhwan yang gugur di Palestina..’
setelah itu, ayah meminta salah seorang pembantu kami untuk membereskan
peralatan roti dan kue, termasuk bahan bakunya. Ibuku tidak jadi meneruskan
pembuatan roti. Sejak hari itu, Ibu memang tidak pernah membuat roti lagi di
rumah. Ibu setidaknya pernah membuat biskuit, tetapi tidak pernah membuat roti,
bahkan sampai setelah ayah meningggal.”
Apa kabarnya kita yang setiap hari
dengan begitu mudahnya upload enak-enak di sosmed?