Tampilkan postingan dengan label Sosmed. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sosmed. Tampilkan semua postingan

12/01/20

Pentingnya Solidaritas Terhadap Kondisi Dunia


Liburan tahun baru sempat diisi dengan membaca sebuah buku yang bagus berjudul “Rumah Cinta Hasan al-Banna” yang disusun oleh Muhammad Lili Nur Aulia, isinya tentang bagaimana Hasan al-Banna membangun rumah tangganya dan bagaimana ia mendidik keluarganya. Salah satunya ada pembahasan ketika Hasan al-Banna marah.

Pembahasan tersebut berada pada sub bab “Tanamkan Solidaritas Terhadap Kondisi Dunia Islam”. Diceritakan ada sebuah persitiwa yang paling membuat raut wajah Hasan al-Banna berubah karena memendam kesedihan sekaligus kemarahan. Peristiwa itu terjadi sekitar tahun 1948 ketika pasukan al-Ikhwan terlibat dalam perang di Palestina.

Sana, seorang anak dari Hasan al-Banna bercerita, “Ketika itu, aku takkan lupa selamanya seperti apa pandangan mata ayah. Ibu bersama bibi dan nenekku berada dalam sebuah ruangan di rumah. Mereka bersama-sama membuat berbagai kue untuk menyambut hari raya. Ayah memandang ibu dan berkata, ‘Ya Ummu Wafa, apakah engkau akan tetap membuat roti, sedangkan ada dua belas orang dari kader-kader al-Ikhwan yang gugur di Palestina..’ setelah itu, ayah meminta salah seorang pembantu kami untuk membereskan peralatan roti dan kue, termasuk bahan bakunya. Ibuku tidak jadi meneruskan pembuatan roti. Sejak hari itu, Ibu memang tidak pernah membuat roti lagi di rumah. Ibu setidaknya pernah membuat biskuit, tetapi tidak pernah membuat roti, bahkan sampai setelah ayah meningggal.”

Apa kabarnya kita yang setiap hari dengan begitu mudahnya upload enak-enak di sosmed?

31/10/19

Hiruk-Piruk Dunia Maya


Setiap hari linimasi sosial media penuh kegaduhan
Perkara satu memunculkan perkara lainnya
Netizen ikut memanaskan situasi
Semua orang memang boleh angkat bicara
Di balik topeng-topeng itu

Topeng-topeng yang entah jika di dunia nyata topeng lain apa yang digunakannya
Menyembunyikan identitas diri di balik sebuah akun dunia maya
Hanya mampu dikenali dengan apa yang ada dalam daftar following dan followernya
Nampaknya banyak penghuni di dunia maya ini menyukai keributan

Seorang teman pernah bekata, untuk membela seseorang dengan cara mencaci maki pihak yang disalahkan, bukankah hal itu membuat kita terlihat sama saja dengan mereka yang berbuat kesalahan dan menimbulkan masalah?
Bahkan lebih buruk, sebab ikut memperkeruh suasana
Nampaknya akhir-akhir ini membela seseorang di dunia maya justru menambah runyam karena mengintimidasi pihak yang memang bersalah
Alias semuanya jadi merasa terintimidasi
Alih-alih mengira mampu menyelesaikan masalah, rupanya justru hanya membuat pernyataan tentang keberpihakan dan secara tidak langsung telah membentuk penggiringan opini

Di sisi lain, ingin menghakimi kesalahan dan dosa mereka
Tapi jika menghakimi, salah-salah maka akan mendapat penghakiman lagi dari netizen lainnya
Maksudku begini, orang-orang terserah ingin berperan sebagai apa dan ingin memainkan dosa yang mana
Tetapi, apa yang membuat mereka berpikir bahwa dosa-dosa tersebut pantas diperlihatkan?
Lantas, terheran lagi melihat orang-orang lainnya memuja-muji dosa tersebut
Menikmati cerita konyol, oh ayolah aku hanya ingin menebar kebahagiaan dan kedamaian, begitu alasannya

Maaf, kebahagiaan dan kedamaian mana yang Anda maksud?
Suatu kebusukan yang dilakukan seseorang di suatu negeri tanpa ada yang mampu mencegah
Mampu mendatangkan musibah yang akan melanda satu negeri itu pula
Berapa kali orang-orang dari kalangan alim ulama berkata, “tak belajarkah kau dari kisah-kisah orang terdahulu? Kapan terakhir kali kau membaca mushafmu? Bacalah di sana, pahami maknanya, apa yang terjadi pada kaum terdahulu?” para guru kita menangis mengingat hari-hari sekarang ini

Aku hanya pengamat, seorang pembaca yang tak sengaja menikmati kisah berlumur dosa
Aku hanya ada di sana, ketika seseorang mulai membagikan cerita suramnya tanpa ending yang mulia
Aku ini, hanya ingin benar-benar hidup tenang
Hidup yang benar-benar hidup di dunia nyata
Bukan dunia maya yang kini sudah tak aman untuk mata, hati, dan pikiran

Sayangnya, aku tak mungkin meninggalkan rumahku di sini
Yang telah kubangun selama kurang lebih tujuh tahun belakang ini
Bila saatnya sudah benar-benar tiba, aku akan pergi nanti
Aku titip rumahku di sini, kepada setiap mereka yang datang menjejaki tempat ini

21/07/18

Welcome Back on Instagram!


Tepat satu bulan saya berusaha menghentikan kecanduan saya terhadap sosial media bernama instagram. Kini kembali saya aktifkan dengan maksud tetap belajar berusaha menghentikan kecanduan saya dengan kondisi yang lebih menantang, yakni posisi akun terlog in pada ponsel di tangan. Ini menarik untuk dicoba ketimbang saat saya menutup akun saya.

Pada hari pertama akun saya hilang, empat orang mengirim pesan via WhatsApp tentang kemana perginya akun saya. Banyak yang merasa aneh dan berharap saya kembali. Terpikir, apakah story yang saya buat berguna? Berpengaruh untuk hidupnya? Atau apa, ya?

Dibandingkan twitter, instagram lebih banyak terbawa dalam pikiran karena suatu gambar bisa menimbulkan beribu macam asumsi dan prasangka. Sebuah teori buatan sendiri yang dikemukakan oleh teman saya ketika saya mengatakan bahwa ketika bermain instagram, pikiran jadi lebih penuh karena terpikir oleh apa-apa yang sudah dilihat sepanjang timeline dan story, esensi dari sosal media ya itu, memberi kita banyak informasi sampai akhirnya bikin jadi kepikiran, begitu teorinya teman saya. Saran dia untuk saya adalah cukup membatasi saja, itulah di sana sulitnya bagi saya. Teman yang lain mengatakan bahwa tidak apa-apa kecanduan selama kecanduan konten-konten yang baik kenapa harus meninggalkan instagram?

Dan lihat, apa yang saya peroleh ketika selama satu bulan pergi dari dunia perinstagraman? Saya berhasil menyelesaikan satu setengah buku, hal yang jarang yang saya bisa lakukan dengan waktu satu bulan ditambah rutinitas yang padat setiap harinya. Faktor lainnya juga karena bukunya menarik. Sebab di sini ada kebiasaan yang berubah, yakni setiap sebelum tidur mengganti kebiasaan berhp-ria dengan berbuku-ria hingga ngantuk.

Kalau ditanya soal kuota? Tidak main-main, terhitung selama tiga minggu, saya hanya menghabiskan kuota sekitar 700 MB. Saya bukan tipe orang yang senang nonton youtube channelnya orang-orang, atau yang memakan kuota lainnya. Kuota saya hanya habis untuk WhatsApp, sedikit line, sedikit twitter, dan tentu google. Saya hobi googling karena banyak sekali hal yang saya tidak ketahui, HAHAHA. Dan tentunya untuk tetring ke laptop agar bisa blogging.

Sejujurnya, saya tidak benar-benar meninggalkan dunia instagram selama sebulan itu. Saya punya akun lain yang dimana khusus untuk follow akun-akun tertentu dan untuk beli sesuatu di online shop yang notabene katalognya lebih mudah di lihat di instagram, intinya buat hal-hal penting semacam itu saja. Dan satu hal lagi, karena ada orang-orang tertentu yang harus saya hubungi tetapi saya tidak tahu kontak mereka, dan saya berhasil menemukan akun instagramnya. Kadang saya heran juga dengan kemampuan yang satu ini, maksudnya betapa semudah itu mencari seseorang di instagram. Sebenarnya tidak mudah juga sih, butuh stalking sana-sini. Setelah hampir sebulan, cara saya membuahkan hasil karena orang tersebut akhirnya membalas pesan saya. Masih ada orang lainnya yang harus segera saya temukan, semoga berhasil juga.

Jadi, teman-teman tetap berusaha ya jika masih punya urusan, misal hutang atau apapun itu, semoga Allah memudahkan kalian untuk menemukan orang-orang yang lost contact dalam hidup kalian sementara ada urusan-urusan yang kalian pikir tidak penting dan tak perlu dicari sejauh itu, justru kelak nanti di akhirat teman-teman diminta pertanggungjawabannya untuk urusan sekecil apapun, bahkan ayat terpanjang daam Al-Qur’an adalah tentang hutang piutang. Barangkali saya masih punya hutang, tolong datang dan tanyakan saya, ya. Barakallah.