Sebelumnya saya ingin mengatakan bahwa tujuan
tulisan ini dibuat adalah untuk menghimbau kepada laki-laki di luar sana untuk
mengubah kebiasaan buruk mereka yang tampaknya sepele, tetapi ini sangat
menyakitkan bagi kami, sebagai kaum hawa. Kebiasaan buruk yang paling sering
dimiliki oleh pria adalah mulutnya kotor, kata-katanya kasar, omongannya dapat
seketika membuat wanita yang berhadapan dengannya menjadi berkaca-kaca,
berbalik arah, menyembunyikan air matanya. Bukan kami cengeng, tapi siapalah
wanita yang tidak bergetar ketakutan dalam hatinya saat ada seorang pria yang
memaki-maki dirinya?
Tulisan ini saya muat atas ketidakrelaan saya
terhadap apa yang terjadi pada salah seorang sahabat saya. Sekali lagi bukan
untuk menyudutkan kekasihnya di sini, saya ingin menghimbau kepada pria manapun
yang membaca ini, tolong jangan sakiti wanita dengan kebiasaan burukmu
berbicara kasar.
Meski berulang kali sahabat saya tetap membela
kekasihnya di saat mata saya sudah berapi-api karena tidak ikhlas dia diperlakukan
seperti itu. Tiga kesalahan kekasihnya yang sangat sulit untuk saya tolerir
sekaligus membuat saya murka dan setengah ilfil; berkata-kata kasar, negative thinking, serta tidak bersedia
menunggu. Semua kebaikannya menjadi tidak bernilai bagi saya, benar saja kata
pepatah susu sebelanga bisa rusak hanya karena nila setitik.
Berkata-kata kasar
Suatu hari, kekasihnya pergi keluar kota, entah alasannya apa ketika itu ia menitipkan kunci kosnya pada sahabat saya. Kalau boleh menduga, barangkali sahabat saya punya urusan dengan barang yang ada di dalam kos kekasihnya sehingga ia harus memegang kuncinya. Kekasihnya berkata bahwa malam itu ia akan pulang, ia melarang sahabat saya untuk tidur sampai ia tiba untuk mengambil kunci kosnya. Namanya juga ketiduran, sahabat saya tidak sadar diri dan tidak melihat ponselnya, yaiyalah. Begitu ia bangun dan melihat ponselnya, untuk pertama kalinya ia terkejut karena mendapati isi chat yang diterimanya dari sang kekasih begitu kasar. Binatang anjing dan kotorannya segala dibawa-bawa. Dia shock dong, saya yakin waktu itu dia nangis.
Ternyata saat seseorang ditinggal tidur atau
bahkan dibuat menunggu, kita bisa melihat watak aslinya seperti apa, heu. Cuma karena ditinggal tidur lalu
chat lama dibalas dan telepon tidak diangkat, marahnya bisa sekasar itu, tidak
terbayang kalau dihadapkan pada masalah yang lebih rumit lainnya. Hal miris
lainnya adalah, lihat siapa yang dikata-katain itu, perempuan yang katanya kau
cintai. Boleh saya bertanya, apa benar kamu mencintainya? Kau lebih mencintai
ego-mu, deh, sepertinya.
Contoh paling mudah untuk mengetahui kebiasaan
berbicara kasar ini adalah ketika tengah bersamanya dalam suatu kendaraan
dengan posisi si pria yang menyetir mobil atau mengendarai motor. Ketika ada
situasi di jalan yang tidak sengaja tidak terkontrol seperti para pengendara
lain yang tidak mau memberi kesempataan kendaraan kami untuk berbelok sehingga
kendaraan kami nyaris menabraknya atau ketika ada pengendara lain yang memberi
lampu sen mendadak dan berbelok secara tiba-tiba. Si pria yang tengah bersama
kita ini pasti spontan terkejut. Responnya memang berbeda-beda, tetapi yang
paling sering keluar dari mulut mereka adalah umpatan, cacian dan sumpah
serapah padahal toh si pelaku yang membuat amarahnya meledak juga sudah pergi
entah kemana, sementara pria ini terus saja megumpat sepanjang jalan. Pria
berjenis seperti ini bisa membuat mood wanita
yang bersamanya menjadi buruk. Tidak peduli dia sedang bersama saiapa, karena
reaksinya meruakan kebiasaannya, dalam situasi ini bersifat spontan. Kalau pun
ia bisa menahan ucapan kasarnya karena semisal sedang menyupiri bapak presiden,
bisa jadi ia menahan umpatan dan hanya memaki dalam hati.
Dulu, pada suatu hari saya pernah tengah berada
di lampu merah. Karena hendak berbelok kiri dengan peraturan belok kiri jalan
terus, semua pengendara harusnya langsung berbelok. Sayangnya ada seorang
pendendara motor yang mengantre di lampu merah dan menutupi laju jalan mobil
yang hendak berbelok kir itui. Saya pikir mobil ini akan mengklakson keras
seperti kebanyakan mobil lainnya. Ternyata si pengendara mobil membunyikan
klakson dengan nada pelan. Belum juga minggir si pengendara motor, pengendara
mobil mengklakson pelan lagi. Teman-teman bisa deh rasakan bedanya, saat
seseorang mengklakson dengan begitu pelan, dibandingkan dengan klakson yang
membentak dan membuat kaget. Tetapi, si pengendara motor belum juga minggir,
pengendara mobil mengklakson lagi sampai klaksonnya yang begitu pelan membuat
suatu irama yang terus menerus. Entah mengapa, antrean motor di belakangnya
juga membunyikan klakson dengan pelan sampai-sampai nadanya mengikuti irama
klakson mobil itu. Jadi, saya menyimpulkan cara si pengendara mobil menegur
motor tersebut begitu halus, dan waktu itu saya juga berpikir si pengendara
mobil ini sepertinya orang yang sabar. Saya membatin, “Jika pengendaranya
laki-laki, saya jatuh cinta, deh!” Ya, waktu itu memang selebay itu. Meski
seiring berjalannya waktu, saya banyak menemukan kasus serupa di lampu merah,
tetapi banyak pula mobil-mobil yang justru tidak memberi klakson dan dengan
sabar menunggu lampu hijau meski mereka hendak berbelok kiri yang artinya bisa
jalan terus, di kebanyakan peraturan lampu merah.
Negative Thinking
Suatu malam, lagi-lagi sahabat saya ini ketiduran. Ya to Mas, Mbok kalau cewenya ngantuk itu dipahami, ojo nesu terus. Sialnya, dia ketiduran saat ponselnya masih membuka ruang chat dengan kekasihnya sehingga semua chat dari kekasihnya itu masuk dan terbaca padahal sahabat saya itu sudah tertidur. Esok paginya, semua chat itu di-delete oleh kekasihnya. Sahabat saya bingung, ini ada apa?
“Kenapa?” tanyanya. Kekasihnya menjawab, “aku
tuh tadinya mau nanya, eh malah cuma di-read.”
Ya ampun! Pengen ngejitak, deh! Saya saja tuh
kalau lagi tidak mood balas chat, ya sudah cuma saya baca, balasnya nanti. Apa
lagi kalau nanya nya tidak penting-penting amat. Hey, saya juga lihat tingkat
kedaruratannya. Bahkan kalau tidak perlu dibalas, ya tidak usah. Bahkan kadang
banyak orang yang lupa kalau sudah baca pesan, karena lagi riweh mau balasnya
nanti, tapi malah lupa. Wajar! Manusiawi!
Tidak Bersedia Menunggu
Poin yang ini termasuk hal kecil yang memang berdampak besar. Saya tahu, semua orang tidak suka dibuat menunggu, tetapi banyak hal-hal baik yang justru bisa terjadi jika kita mau bersabar untuk menunggu. Betul tidak?
Masih yang terjadi pada sahabat saya,
kekasihnya ini tidak suka menunggu, bahkan menunggu kekasihnya sendiri. Ya
ampun, saya pikir jika sudah sayang, hal sekecil hingga sebesar apapun
seseorang akan rela mengorbankan, well, ingin tertawa sejenak, inikah yang
dinamakan bucin?
Tetapi, berbeda halnya jika dalam hal ini yang
menjadi persoalannya hanya menuggu barang sebentar karena kakasihnya masih ada
urusan, tetapi dengan jahat ia mengancam sahabat saya itu, “Buruan, ya! Kalau
lama, aku tinggalin beneran!” dan kata sahabat saya, ya memang kenyatannya dia
bisa beneran ditinggalkan sama kekasihnya, oleh karena itu ia selalu
terburu-buru, perlu berlari-lari kecil supaya tidak ditinggalkan. Tega banget
bikin ngos-ngosan.
Di sisi lain, saya memiliki seorang teman pria.
Dia baik pada saya tanpa dilandasi perasaan apa-apa karena jelas-jelas dia
memang orangnya baik. Meski orangnya disiplin waktu, dia tetap rela menunggu
saya yang setiap janjian bertemu seringnya terlambat. Bahkan, ia seringnya
menawari untuk menjemput saya, bila lokasi tujuan acara kami itu sama,
sementara saya tidak tahu letak tempatnya. Perlu teman-teman ketahui, saya dan
dia beda motor. Dia juga rela melambatkan laju motornya agar saya tidak
tertinggal jauh di belakang. Orangnya tidak bawel, tapi enak diajak diskusi
apapun nyambung, easy going, gampang terima
ajakan, dan sering membantu kalau ada pembagian tugas komunitas. Saking takjubnya
dan jarang banget menemukan pria-pria tanpa banyak alasan kayak dia
sampai-sampai saya semprot lewat chat,” Mas, kamu kok bisa sih langsung
ngeiya-iyain aja?!” Waktu itu saya tahu karena saya baca di grup, dia
menyepakati untuk menjadi perwakilan komunitas kita ke Bandung waktu itu. Tanpa
ba-bi-bu, dia langsung iya iya aja di grup. Waktu itu dia jawab, “ya iya,
tinggal iyain aja toh?” Dari dia, saya belajar bahwa ya kalau mau jadi orang
baik ya tidak banyak mengeluh, menawarkan bantuan, tidak banyak alasan, sabar,
apa lagi cuma nunggu teman sendiri. Ah, terima kasih banyak, Mas!
Karakter seseorang yang sering berkata kasar
atau memperlakukan orang lain dengan kasar, penyebabnya juga ada beberapa faktor.
Salah satunya seperti pelajaran yang ada dalam film Posesif bahwa tokoh pria
utama yang diperankan oleh Adipati Dolken itu memiliki sifat posesif yang
tinggi karena berasal dari latar belakang keluarganya, dimana sang ibundanya
dalam film tersebut juga memiliki sifat posesif yang tinggi dan sifat ini
menurun pada si anak. Bahkan, dalam film tersebut si anak akhirnya mengetahui
alasan sang ibu diceraikan oleh ayahnya, yaitu karena sifat posesif yang
berlebihan yang ada pada diri ibunya sendiri sehingga membuat pasangannya tak
nyaman. Namun, di sisi lain, jangan pula menghakimi seseorang dengan
mengatakan, “orang tua kamu nggak mendidik kamu, ya?! Orangtua macam apa
orangtua kamu itu?!” kita berbicara seperti itu sementara kita tidak tahu
apa-apa tentangnya. Nyatanya banyak sekali para orangtua yang baik hati dan bahkan sudah mengajari anak-anak
mereka tentang tata krama tetapi pergaulanlah yang merusak anak-anak mereka,
rasanya kalau seperti ini betapa tega seorang anak mengkhianati kepercayaan
orangtua mereka yang sudah mengijinkan mereka merantau, mengejar mimpi, dan
melakukan hal lainnya tanpa dikekang, tanpa terlalu dibatasi tetapi sang anak
justru tak pandai mencari pergaulan yang baik lantas justru mencoreng nama baik
kedua orangtuanya, lalu secara sok tahu masyarakat ramai-ramai mengatai bahwa
orangtua mereka tak becus mendidik anak-anak mereka. Masih mending jika ada
memang orangtuanya, bagaimana setelah kita berkata, “orang tua kamu nggak
mendidik kamu, ya?! Orangtua macam apa orangtua kamu itu?!” ternyata sang anak
sudah yatim piatu bahkan mungkin sebatang kara tak punya sanak saudara. Ah,
betapa mudahnya mata melihat dan hati menilai, tanpa otak berpikir mungkinkah
ada kisah dibalik semua yang kita saksikan ini?
Sebagaimana yang diceritakan oleh dosen
filsafat saya, ketika beliau masih muda dulu pernah diminta menangani anak-anak
sekolah dasar yang sudah berani merokok, masih sekolah dasar! Dosen saya itu
kemudian meminta semua alamat rumah dari anak-anak tersebut. Ketika beliau
mencari dan mengeceknya satu persatu, pantas saja anak-anak mereka seperti itu,
rupanya bapak-bapak mereka adalah preman bahkan dosen saya juga menemukan salah
satu orangtua dari siswa sekolah dasar yang merokok itu tengah dalam keadaan
mabuk-mabukan di rumahnya! Yap, di zaman dosen saya masih muda dulu, di daerah
Yogyakarta banyak terjadi penusukan yang dilakukan oleh preman bahkan seorang
perwira yang merupakan anak dari polisi pun menjadi korbannya, beberapa tahun
belakangan juga marak kembali dengan nama klitih.
Oh iya, saya sebagai perempuan juga perlu
banyak belajar lagi, kok. Saya juga banyak sekali kurangnya, masih egois pada
banyak hal, tetapi setidaknya saya lega karena telah menuliskan ini karena
dalam hidup saya pun saya tidak lepas dari menerima makian kasar dari orang
terdekat saya. Maaf, jika yang saya tulis perihal kekasih sahabat saya, mungkin
seperti halnya perkataan sahabat saya yang membuat hati saya teriris, “makin ke
sini, aku jadi makin terbiasa, kok.” Sama halnya yang terjadi pada hidup saya,
saya juga sudah terbiasa dikata-katai oleh ‘orang terdekat’ saya. Sejak
terbiasa itu, saya bertekad untuk tidak menangis lagi saat dimaki olehnya,
meski harus dengan cara pura-pura tuli atau mengalihkan pembicaraan yang
seringnya bertambah murkanya dan saya mendapati kembali mata saya berkaca-kaca,
saat itu ingin berkata, “memangnya saya tidak boleh salah?!” Iya, seringnya
saya dimaki waktu saya berbuat salah atau bertindak bodoh. Toh, padahal saat
saya bertindak bodoh saya juga tahu dan siap dengan segala risikonya. Emang
nasib kurang beruntung, sebab tindakan bddoh saya ketahuan olehnya.
Cukup, terima kasih teman-teman. Saya terbuka
jika ada teman-teman yang mau bercerita persoalan karakter manusia yang
bermacam-macam. Hal-hal yang kita lihat dan dapatkan berbeda-beda, jika yang
saya tulis tidak terjadi dalam hidupmu, percayalah bahwa hal ini bisa terjadi
pada orang-orang di sekitarmu bahkan orang-orang terdekatmu. Pergunakanlah
kedua telingamu untuk mendengarkan kisah mereka agar mereka tak merasa memendam
sendirian, ada telinga kita yang menyediakan ruang untuk mereka bercerita. Selamat
menjadi pendengar yang membaca!
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusTerima kasih telah mengingatkan saya dan kamu Adam lainnya..
BalasHapusSama-sama, Kak. :)
HapusBtw, itu typo ya? Kaum Adam, ya.. :)
Saya sangat sering misuh, tapi saya lebih seringnya misuh terhadap keadaan, ke orang jarang2, hanya kepada teman yang memang sudah kenal siapa saya. Tapi kalau kepada wanita seingat saya belum pernah. Karena saya sendiri merasa aneh kalau ada wanita misuh, makanya sebisa mungkin saya tidak misuh kepada wanita.
BalasHapuskalau belum pernah, tungguin aja hahaha
Hapus