28/01/20

Catatan Perayaan ke-23



Pada perayaan ke-23 ini, saya tidak mau menulis yang sendu dan kelam seperti perayaan 22 kemarin. Pada perayaan 22 kemarin itu sendu karena mendiagnosa diri sendiri bahwa mungkin diri ini terkena anxiety disorder yang salah satu jenisnya itu panic attack. Saking paniknya itu juga karena benar-benar tidak tahu tentang hal ini dan tidak kenal dengan gangguan ini. Waktu itu benar-benar tidak sengaja kebetulan menemukan artikel dan video yang berhubungan dengan kasus serupa yang saya alami. Hal ini tanpa saya cari, karena muncul sendiri di timeline saya. Ternyata pasien yang menderita hal itu banyak sekali, jadi saya merasa tidak sendirian. Saya tidak sampai pada pengobatan, tetapi lebih banyak mencari tahu lagi tentang sakit itu. Searching kemana-mana dan menemukan bahwa panic attack ini bersifat spontan, bukan reaksi dari tekanan, tanpa alasan dan tidak diprediksi, seperti terjebak terror luarbiasa, seperti merasa ingin mati. Tidak main-main, memang rasanya kayak mau mati. Lalu juga kehilangan kontrol atas tubuh dan pikiran atau bahkan serangan jantung. Perkiraan penyebabnya adalah kombinasi antara kondisi biologis tubuh dan faktor eksternal lingkungan. Jadi, waktu itu sering banget nangis karena ketakutan yang mana waktu itu benar-benar tidak tahu apa-apa tentang hal ini. Edukasi kesehatan itu penting banget ternyata, apalagi soal kesehatan mental yang bisa menyerang siapa saja dan kapan saja. Saya mengalami tujuh gejala dari belasan gejala yang disebutkan. Jadi, gangguan kecemasan umum itu berupa rasa takut yang tidak realistis yang dapat muncul tiba-tiba tanpa alasan. Saya sempat menghubungi fasilitas konsultasi psikolog via line tapi pihaknya tidak bisa langsung mendiagnosa.

Setelah saya tahu saya itu kenapa, apa yang terjadi pada saya, ini jenis sakit apa, saya jadi bisa mengatasinya. Saya membaca cara-cara apa yang harus dilakukan jika tiba-tiba muncul lagi, anehnya kalau di artikel-artikel itu orang-orang biasanya terkena panic attack adalah dalam situasi keramaian, sedangkan yang saya alami adalah ketika saya sendirian, maka dari itu ini awalnya cukup sulit untuk saya, kalimat alaynya seperti “dibunuh oleh kesepian”. Waktu pertama kali kena, saya takut banget, saya tidak tahu saya kenapa, saya cuma bisa memaksa untuk tidur berharap setelah bangun semuanya baik-baik saja, normal kembali. Makanya sering tidur dengan wajah basah dipenuhi airmata karena ketakutan.

Oleh karena itu, kali ini ingin bincang-bincang ringan tentang obrolan yang “serius”, mengenai bagaimana kehidupan saya sekarang. Sekarang, saya sudah di fase yang sedikit memuakkan dengan dipenuhi pertanyaan basa-basi.

Pertama, percakapan dengan nenek.

“Kamu kalau punya pacar yang bener, ya.”

“Iya.”

“Kamu punya pacar tidak, sih?”

“Tiidak.”

“Kamu sih tidak mau dikenalin.”

“Iya nanti gampang itu.”

Selain itu, nenek saya itu juga tahu tentang perkuliahan semacam istilah cum laude saja beliau tahu. Dari awal kuliah selalu diingetin “nanti cumlaude, ya.” Semoga itu menjadi doa nenek saya kepada saya agar cumlaude beneran. Ya, nanti kita lihat saja.

Lalu, setiap menelepon ayah saya, pertanyaan pertama yang keluar dari bibir beliau adalah, “skripsinya sudah sampai mana? bab berapa?”

“Di tengah-tengah.” Jawab saya.

“Di tengah-tengah gimana?”

Sebenarnya maksudnya baik, bertanya gitu mulu untuk nge-push saya. Jadi, beliau emang mau mendorong saya biar segera lulus. Yakin banget, mungkin beliau juga eneq sendiri sama pertanyaan beliau tapi untuk mendorong anaknya yang mager ini jadi beliau tidak pernah bosan mengajukan pertanyaan itu lewat telepon. Ya, gimana beliau tidak mendorong saya terus soalnya tanggungan beliau juga makin berat karena adik saya yang bungsu baru daftar sekolah dan biaya daftarnya saja sampai belasan juta. Belum lagi adik saya yang satunya, saya baru tahu kalau UKT kuliahnya tiga kali lipat dari UKT saya. Kadang ini bikin saya sadar.

Setelah saya pikir-pikir, orangtua saya itu tipe orangtua yang rela hidup biasa-biasa saja yang penting anak-anaknya bisa disekolahkan sampai perguruan tinggi. Mereka kalau memilihkan sekolah untuk anak-anaknya tidak pernah asal-asalan. Selalu berusaha menyekolahkan anak-anaknya di sekolah yang terbaik meskipun mahal. Ayah saya rela tidak pernah ganti laptop padahal laptopnya sudah lama banget, demi membelikan laptop baru untuk masing-masing anaknya. Ibu saya rela menggadaikan emasnya untuk biaya sekolah anak-anaknya yang masyaaAllah zaman sekarang mahalnya kebangetan kalau di sekolah yang emang bagus. Itu sih pilihan mereka sebagai orangtua. Tetapi, untuk pilihan mereka yang satu itu saya amat bersyukur. Apa lagi untuk sekolah saya ketika sekolah dasar. Banyak sekali pengalaman yang saya tidak pernah lupa sampai sekarang yang mungkin tidak bisa didapatkan di sekolah-sekolah lainnya.

Saya mau ngasih tahu buat kalian yang tengah berada di fase yang sama dengan saya, jangan pernah eneq, jangan pernah lelah, jangan pernah baper atau marah kalau ada orang yang memberi kalian basa-basi seperti itu karena sebenarnya mereka punya prasangka dan harapan yang baik untuk kita agar kita bisa sukses dan melanjutkan mimpi-mimpi kita yang lainnya. Jadi, kalau ada yang basa-basi kayak gitu tolong jangan dibaperin, jangan marah, justru ditanggapi saja bahkan minta doanya pada mereka-mereka itu karena sebenarnya niat mereka itu baik, kok. Bukan mau menyudutkan kita, memojokkan kita atau bahkan menjatuhkan kita. Bukankah seringnya kita mendengar basa-basi itu justru dari orang-orang terdekat kita?

Selain itu, di hari perayaan 23 saya ada suatu hal lucu. Masih ingat tulisan saya di blog yang berjudul “posessif?”? yang dimana isinya tentang percakapan antara saya dan boss saya. Sekarang kami memang sudah tidak berbisnis bersama lagi, tetapi kami tetap berteman baik dan saya sudah menganggap beliau seperti kakak perempuan saya sendiri. Pada perayaan 23 kemarin, saya sempat membuat ig story berisi pict bunga mawar dan sekotak donat, beliau mengirim DM pada saya, “hmmmm..” saya balas, “jangan kayak nissa sabyan, mbak. Hm hm hm terusss.” Lalu beliau balas lagi, “ini dari siapa?”

Waaaaah, kakak perempuan saya yang satu ini luarbiasa sekali posessifnya masyaaAllah. Tapi, jujur senang banget dikhawatirkan seperti ini.

“Tenang aja, Mbak. Ini dari temanku, teman-teman cewekku memang pada so sweet.”

“Oh, Alhamdulillah.”

“Mbak kenapa, sih? Kayaknya takut banget aku diambil orang.”

“Ya aku khawatir aja kalau kamu nanti ketemu sama cowok yang nggak benar.”

Dari situ, saya berkesimpulan, kalau suatu saat saya dapat laki-laki yang benar dunia dan akhiratnya, mungkin beliau jadi salah satu orang yang bahagia banget. Alhamdulillah, masih punya orang-orang yang peduli dan khawatir dengan pilihan saya yang takutnya mungkin buruk.

Berlanjut ke obrolan seorang teman lama, dia ngechat via line tentang suatu tempat di Bandung.

“Ngapain di Bandung? Kamu nggak kerja?” tanya saya.  Ya ampun! Ternyata kita sudah sampai tahap nanya kamu nggak kerja? Lucu banget. Dulu masih bahas soal-soal, kaset, es krim, sampai kunciran rambut.

“Libur aku, mau refresh otak aja, wkwk.”

“Sama siapa kamu? Ke Ranca Upas udah?”

“Ke Bandungnya sendiri dari Jakarta. Udah sering Ranca Upas mah.”

“Ih, aku pengen banget ke Ranca Upas. Kamu sendirian mulu, deh.”

“Makanya buruan beresin urusan-urusannya. Target kapan sidang?”

Pembahasan jawaban pertanyaannya skip aja, ya. Habis chat gitu, saya pamit, mau otw ke Jogja dulu. Selama di perjalanan otw, lhaaaa saya juga selalu motoran sendirian otw Jogja dari Magelang. Emang anaknya suka tidak ngaca, euy.

Di umur 23 ini juga, saya berusaha untuk berhenti membanding-bandingkan hidup saya dengan hidup orang lain. Mungkin teman-teman juga sudah bosan dengan kalimat ini, “kita tidak pernah tahu sisi kelam kehidupan seseorang di balik kesempurnaannya yang dia tampilkan misalnya di dunia maya. Kita tidak bisa menduga hanya dengan melihatnya dari kacamata media sosial.”

Selanjutnya saya akan menceritakan beberapa hal yang dikutip dari ig story seorang teman, @adeirmar yang dia peroleh dari story temannya yang bernama Alisha, seorang anak psikolog yang sering membuat quotes.

Pretty, but has family problems. Saya kenal seseorang yang cantik luarbiasa. Setiap saya bepergian dengannya, semua mata laki-laki maupun perempuan pasti tertuju padanya, takjub. Saya iri? Tentu saja tidak. Justru bersyukur karena kalau saya yang jadi pusat perhatian malah akan risih sekali dan tidak tahan. Ia cantik sekali, tetapi saya tahu betul bagaimana masalah keluarga yang dimilikinya. It is a serious problem!

Popular, but has fake friends. Hmm, saya tidak punya kenalan seperti ini. Alhamdulillah orang-orang yang popular di sekitar saya, mereka dikelilingi oleh teman-teman yang setahu saya sangat baik-baik. Tetapi, poin kedua ini banyak terjadi di kalangan selebriti, dimana kepopuleran mereka dimanfaatkan oleh teman-teman mereka yang berteman karena mencari keuntungan. Ya istilah jaman sekarangnya sih panjat sosial.

Smart, but has social issues. Seseorang yang saya kenal ini begitu pintar. Pekerjaannya bagus. Penghasilannya bisa membuatnya dikatakan mapan. Punya atasan yang baik. Dia pintar, profesional dan sangat mandiri. Tetapi, dibalik kehebatannya dalam bekerja dan kecerdasannya, ia punya gangguan depresi, bahkan sampai berobat dan rutin minum obat. Saya tahu hal itu karena sempat berkonsultasi dengannya mengenai anxiety disorder yang saya menduga saya mengalaminya.

Rich, but never happy. Saya punya kenalan orang-orang seperti ini. Sepasang kakak-beradik yang kaya raya, orangtuanya pengusaha sukses, mereka tidak pernah kehabisan uang bahkan tidak perlu mengkhawatirkan pekerjaan mereka di masa depan, tetapi faktanya kedua kaka-beradik ini pernah memutuskan untuk mengakhiri hidup mereka. Kalau orang-orang lihat dari kacamata akun ig-nya, mereka biasa saja, seperti orang yang bahagia, caption mereka bahkan tidak ada mengeluh atau kegalauan sama sekali. Akar masalahnya adalah di rumah mereka, rumah yang selalu mereka ingin lari darinya bukan rumah yang membuat mereka selalu ingin pulang. Berbeda lagi dengan seorang teman yang dilihat dari kacamata akun ig-nya hidupnya selalu enak, mewah, traveling keliling dunia, orang-orang tidak tahu saja tentang lukanya, bagaimana ibunya berusaha keras membahagiakan anak-anaknya dari luka karena ayah mereka menikah lagi tanpa memberitahu. Ketika mendengar berita ini saya sedih sekaligus shock, ibunya cantik banget, pintar, mandiri. Kurangnya apa?!! Dan ini bukan terjadi di satu keluarga saja, tapi banyak yang saya temukan di sekitar saya. Dari kacamata luar hidup mereka sudah mendekati sempurna, rumah mewah, pekerjaan layak, anak-anak yang baik, rupawan, pintar dan sukses, lantas mengapa seperti ini? setiap keluarga punya rahasia masing-masing, publik hanya tahu yang baik-baiknya saja.

Dikutip dari Alvi Syahrin juga bahwa kita tidak akan pernah cukup dengan sebanyak apapun uang kita. Lalu teringat pada pikiran saya bahwa apabila ada sesuatu hal mentok tidak bisa saya dapatkan di dunia ini, tidak akan pernah bisa saya raih itu langsung pikiran larinya kepada bahwa masih ada jalan lain, yaitu kita bisa memilih untuk berusaha masuk surga tentu dengan menempuh cara-caranya, untuk lebih dekat pada Allah sang pemilik surga, sehingga ketika masuk surga nanti kita bisa melakukan apapun yang tidak bisa kita lakukan di dunia, kita bisa punya apapun yang kita tidak bisa punya di dunia. Jadi, ketika pikiran mentok itu mikirnya, oh iya masih ada surga! Jadi kalau sudah mentok banget sesuatu itu tidak bisa kalian peroleh di dunia mungkin karena ada berbagai kendala atau mengikuti keinginan orangtua atau keadaan yang membuat demikian, maka dari itu sudah! Mendekat saja sama Allah yang punya surga! Di surga, kita bisa ngapain dan minta apa saja. Berhenti untuk frustasi, berhenti merasa putus asa di dunia karena kita masih punya surga jika Allah merahmati kita untuk masuk ke dalam surga-Nya. Jadi, banyak-banyak mengharap ridho-Nya. Sebab, bukan karena amal kita, kita masuk surga, melainkan karena kasih sayang Allah yang memungkinkan kita untuk masuk surga. Aamiin yaaRabbalalamin.


Selamat menempuh usia baru, Nin. Selamat mendengarkan basa-basi dari orang-orang yang berharap yang baik-baik terjadi padamu.
 




Yogyakarta, 24-28 Januari 2020
Menulis ini dengan ditemani flu batuk yang parah dan berat badan yang melebih 50 kilogram.

With Love and Hug,



Nina Mentari


Tidak ada komentar:

Posting Komentar