Pada perayaan ke-23 ini, saya tidak mau
menulis yang sendu dan kelam seperti perayaan 22 kemarin. Pada perayaan 22
kemarin itu sendu karena mendiagnosa diri sendiri bahwa mungkin diri ini
terkena anxiety disorder yang salah
satu jenisnya itu panic attack. Saking
paniknya itu juga karena benar-benar tidak tahu tentang hal ini dan tidak kenal
dengan gangguan ini. Waktu itu benar-benar tidak sengaja kebetulan menemukan
artikel dan video yang berhubungan dengan kasus serupa yang saya alami. Hal ini
tanpa saya cari, karena muncul sendiri di timeline saya. Ternyata pasien yang
menderita hal itu banyak sekali, jadi saya merasa tidak sendirian. Saya tidak
sampai pada pengobatan, tetapi lebih banyak mencari tahu lagi tentang sakit
itu. Searching kemana-mana dan menemukan bahwa panic attack ini bersifat spontan, bukan reaksi dari tekanan, tanpa
alasan dan tidak diprediksi, seperti terjebak terror luarbiasa, seperti merasa
ingin mati. Tidak main-main, memang rasanya kayak mau mati. Lalu juga
kehilangan kontrol atas tubuh dan pikiran atau bahkan serangan jantung. Perkiraan
penyebabnya adalah kombinasi antara kondisi biologis tubuh dan faktor eksternal
lingkungan. Jadi, waktu itu sering banget nangis karena ketakutan yang mana
waktu itu benar-benar tidak tahu apa-apa tentang hal ini. Edukasi kesehatan itu
penting banget ternyata, apalagi soal kesehatan mental yang bisa menyerang siapa
saja dan kapan saja. Saya mengalami tujuh gejala dari belasan gejala yang
disebutkan. Jadi, gangguan kecemasan umum itu berupa rasa takut yang tidak realistis
yang dapat muncul tiba-tiba tanpa alasan. Saya sempat menghubungi fasilitas
konsultasi psikolog via line tapi pihaknya tidak bisa langsung mendiagnosa.
Setelah saya tahu saya itu kenapa,
apa yang terjadi pada saya, ini jenis sakit apa, saya jadi bisa mengatasinya. Saya
membaca cara-cara apa yang harus dilakukan jika tiba-tiba muncul lagi, anehnya
kalau di artikel-artikel itu orang-orang biasanya terkena panic attack adalah dalam situasi keramaian, sedangkan yang saya
alami adalah ketika saya sendirian, maka dari itu ini awalnya cukup sulit untuk
saya, kalimat alaynya seperti “dibunuh oleh kesepian”. Waktu pertama kali kena,
saya takut banget, saya tidak tahu saya kenapa, saya cuma bisa memaksa untuk
tidur berharap setelah bangun semuanya baik-baik saja, normal kembali. Makanya sering
tidur dengan wajah basah dipenuhi airmata karena ketakutan.
Oleh karena itu, kali ini ingin
bincang-bincang ringan tentang obrolan yang “serius”, mengenai bagaimana
kehidupan saya sekarang. Sekarang, saya sudah di fase yang sedikit memuakkan
dengan dipenuhi pertanyaan basa-basi.
Pertama, percakapan dengan nenek.
“Kamu kalau punya pacar yang bener,
ya.”
“Iya.”
“Kamu punya pacar tidak, sih?”
“Tiidak.”
“Kamu sih tidak mau dikenalin.”
“Iya nanti gampang itu.”
Selain itu, nenek saya itu juga tahu
tentang perkuliahan semacam istilah cum laude
saja beliau tahu. Dari awal kuliah selalu diingetin “nanti cumlaude, ya.” Semoga
itu menjadi doa nenek saya kepada saya agar cumlaude beneran. Ya, nanti kita
lihat saja.
Lalu, setiap menelepon ayah saya,
pertanyaan pertama yang keluar dari bibir beliau adalah, “skripsinya sudah
sampai mana? bab berapa?”
“Di tengah-tengah.” Jawab saya.
“Di tengah-tengah gimana?”
Sebenarnya maksudnya baik, bertanya
gitu mulu untuk nge-push saya. Jadi, beliau emang mau mendorong saya biar
segera lulus. Yakin banget, mungkin beliau juga eneq sendiri sama pertanyaan beliau tapi untuk mendorong anaknya
yang mager ini jadi beliau tidak pernah bosan mengajukan pertanyaan itu lewat
telepon. Ya, gimana beliau tidak mendorong saya terus soalnya tanggungan beliau
juga makin berat karena adik saya yang bungsu baru daftar sekolah dan biaya
daftarnya saja sampai belasan juta. Belum lagi adik saya yang satunya, saya
baru tahu kalau UKT kuliahnya tiga kali lipat dari UKT saya. Kadang ini bikin
saya sadar.
Setelah saya pikir-pikir, orangtua
saya itu tipe orangtua yang rela hidup biasa-biasa saja yang penting
anak-anaknya bisa disekolahkan sampai perguruan tinggi. Mereka kalau memilihkan
sekolah untuk anak-anaknya tidak pernah asal-asalan. Selalu berusaha
menyekolahkan anak-anaknya di sekolah yang terbaik meskipun mahal. Ayah saya
rela tidak pernah ganti laptop padahal laptopnya sudah lama banget, demi
membelikan laptop baru untuk masing-masing anaknya. Ibu saya rela menggadaikan
emasnya untuk biaya sekolah anak-anaknya yang masyaaAllah zaman sekarang
mahalnya kebangetan kalau di sekolah yang emang bagus. Itu sih pilihan mereka
sebagai orangtua. Tetapi, untuk pilihan mereka yang satu itu saya amat
bersyukur. Apa lagi untuk sekolah saya ketika sekolah dasar. Banyak sekali
pengalaman yang saya tidak pernah lupa sampai sekarang yang mungkin tidak bisa
didapatkan di sekolah-sekolah lainnya.
Saya mau ngasih tahu buat kalian
yang tengah berada di fase yang sama dengan saya, jangan pernah eneq, jangan pernah
lelah, jangan pernah baper atau marah kalau ada orang yang memberi kalian basa-basi
seperti itu karena sebenarnya mereka punya prasangka dan harapan yang baik
untuk kita agar kita bisa sukses dan melanjutkan mimpi-mimpi kita yang lainnya.
Jadi, kalau ada yang basa-basi kayak gitu tolong jangan dibaperin, jangan
marah, justru ditanggapi saja bahkan minta doanya pada mereka-mereka
itu karena sebenarnya niat mereka itu baik, kok. Bukan mau menyudutkan kita,
memojokkan kita atau bahkan menjatuhkan kita. Bukankah seringnya kita mendengar
basa-basi itu justru dari orang-orang terdekat kita?
Selain itu, di hari perayaan 23 saya
ada suatu hal lucu. Masih ingat tulisan saya di blog yang berjudul “posessif?”?
yang dimana isinya tentang percakapan antara saya dan boss saya. Sekarang kami
memang sudah tidak berbisnis bersama lagi, tetapi kami tetap berteman baik dan
saya sudah menganggap beliau seperti kakak perempuan saya sendiri. Pada perayaan
23 kemarin, saya sempat membuat ig story berisi pict bunga mawar dan sekotak donat,
beliau mengirim DM pada saya, “hmmmm..” saya balas, “jangan kayak nissa sabyan,
mbak. Hm hm hm terusss.” Lalu beliau balas lagi, “ini dari siapa?”
Waaaaah, kakak perempuan saya yang
satu ini luarbiasa sekali posessifnya masyaaAllah. Tapi, jujur senang banget
dikhawatirkan seperti ini.
“Tenang aja, Mbak. Ini dari temanku,
teman-teman cewekku memang pada so sweet.”
“Oh, Alhamdulillah.”
“Mbak kenapa, sih? Kayaknya takut
banget aku diambil orang.”
“Ya aku khawatir aja kalau kamu
nanti ketemu sama cowok yang nggak benar.”
Dari situ, saya berkesimpulan, kalau
suatu saat saya dapat laki-laki yang benar dunia dan akhiratnya, mungkin beliau
jadi salah satu orang yang bahagia banget. Alhamdulillah, masih punya
orang-orang yang peduli dan khawatir dengan pilihan saya yang takutnya mungkin
buruk.
Berlanjut ke obrolan seorang teman
lama, dia ngechat via line tentang suatu tempat di Bandung.
“Ngapain di Bandung? Kamu nggak
kerja?” tanya saya. Ya ampun! Ternyata
kita sudah sampai tahap nanya kamu nggak
kerja? Lucu banget. Dulu masih bahas soal-soal, kaset, es krim, sampai
kunciran rambut.
“Libur aku, mau refresh otak aja,
wkwk.”
“Sama siapa kamu? Ke Ranca Upas
udah?”
“Ke Bandungnya sendiri dari Jakarta.
Udah sering Ranca Upas mah.”
“Ih, aku pengen banget ke Ranca Upas.
Kamu sendirian mulu, deh.”
“Makanya buruan beresin
urusan-urusannya. Target kapan sidang?”
Pembahasan jawaban pertanyaannya
skip aja, ya. Habis chat gitu, saya pamit, mau otw ke Jogja dulu. Selama di
perjalanan otw, lhaaaa saya juga selalu
motoran sendirian otw Jogja dari Magelang. Emang anaknya suka tidak ngaca,
euy.
Di umur 23 ini juga, saya berusaha
untuk berhenti membanding-bandingkan hidup saya dengan hidup orang lain. Mungkin
teman-teman juga sudah bosan dengan kalimat ini, “kita tidak pernah tahu sisi
kelam kehidupan seseorang di balik kesempurnaannya yang dia tampilkan misalnya
di dunia maya. Kita tidak bisa menduga hanya dengan melihatnya dari kacamata
media sosial.”
Selanjutnya saya akan menceritakan
beberapa hal yang dikutip dari ig story seorang teman, @adeirmar yang dia
peroleh dari story temannya yang bernama Alisha, seorang anak psikolog yang
sering membuat quotes.
Pretty, but has family problems. Saya kenal seseorang yang cantik
luarbiasa. Setiap saya bepergian dengannya, semua mata laki-laki maupun
perempuan pasti tertuju padanya, takjub. Saya iri? Tentu saja tidak. Justru bersyukur
karena kalau saya yang jadi pusat perhatian malah akan risih sekali dan tidak
tahan. Ia cantik sekali, tetapi saya tahu betul bagaimana masalah keluarga yang
dimilikinya. It is a serious problem!
Popular, but has fake friends. Hmm, saya tidak punya kenalan
seperti ini. Alhamdulillah orang-orang yang popular di sekitar saya, mereka
dikelilingi oleh teman-teman yang setahu saya sangat baik-baik. Tetapi, poin
kedua ini banyak terjadi di kalangan selebriti, dimana kepopuleran mereka dimanfaatkan
oleh teman-teman mereka yang berteman karena mencari keuntungan. Ya istilah
jaman sekarangnya sih panjat sosial.
Smart, but has social issues. Seseorang yang saya kenal ini begitu
pintar. Pekerjaannya bagus. Penghasilannya bisa membuatnya dikatakan mapan. Punya
atasan yang baik. Dia pintar, profesional dan sangat mandiri. Tetapi, dibalik
kehebatannya dalam bekerja dan kecerdasannya, ia punya gangguan depresi, bahkan
sampai berobat dan rutin minum obat. Saya tahu hal itu karena sempat berkonsultasi
dengannya mengenai anxiety disorder
yang saya menduga saya mengalaminya.
Rich, but never happy. Saya punya kenalan orang-orang
seperti ini. Sepasang kakak-beradik yang kaya raya, orangtuanya pengusaha
sukses, mereka tidak pernah kehabisan uang bahkan tidak perlu mengkhawatirkan
pekerjaan mereka di masa depan, tetapi faktanya kedua kaka-beradik ini pernah
memutuskan untuk mengakhiri hidup mereka. Kalau orang-orang lihat dari kacamata
akun ig-nya, mereka biasa saja, seperti orang yang bahagia, caption mereka
bahkan tidak ada mengeluh atau kegalauan sama sekali. Akar masalahnya adalah di rumah
mereka, rumah yang selalu mereka ingin lari darinya bukan rumah yang membuat
mereka selalu ingin pulang. Berbeda lagi dengan seorang teman yang dilihat
dari kacamata akun ig-nya hidupnya selalu enak, mewah, traveling keliling
dunia, orang-orang tidak tahu saja tentang lukanya, bagaimana ibunya berusaha
keras membahagiakan anak-anaknya dari luka karena ayah mereka menikah lagi
tanpa memberitahu. Ketika mendengar berita ini saya sedih sekaligus shock, ibunya cantik banget, pintar,
mandiri. Kurangnya apa?!! Dan ini bukan terjadi di satu keluarga saja, tapi
banyak yang saya temukan di sekitar saya. Dari kacamata luar hidup mereka sudah
mendekati sempurna, rumah mewah, pekerjaan layak, anak-anak yang baik, rupawan,
pintar dan sukses, lantas mengapa seperti ini? setiap keluarga punya rahasia
masing-masing, publik hanya tahu yang baik-baiknya saja.
Dikutip dari Alvi Syahrin juga bahwa
kita tidak akan pernah cukup dengan sebanyak apapun uang kita. Lalu teringat
pada pikiran saya bahwa apabila ada sesuatu hal mentok tidak bisa saya dapatkan
di dunia ini, tidak akan pernah bisa saya raih itu langsung pikiran larinya
kepada bahwa masih ada jalan lain, yaitu kita bisa memilih untuk berusaha masuk
surga tentu dengan menempuh cara-caranya, untuk lebih dekat pada Allah sang
pemilik surga, sehingga ketika masuk surga nanti kita bisa melakukan apapun
yang tidak bisa kita lakukan di dunia, kita bisa punya apapun yang kita tidak
bisa punya di dunia. Jadi, ketika pikiran mentok itu mikirnya, oh iya masih ada
surga! Jadi kalau sudah mentok banget sesuatu itu tidak bisa kalian peroleh di
dunia mungkin karena ada berbagai kendala atau mengikuti keinginan orangtua
atau keadaan yang membuat demikian, maka dari itu sudah! Mendekat saja sama
Allah yang punya surga! Di surga, kita bisa ngapain dan minta apa saja. Berhenti
untuk frustasi, berhenti merasa putus asa di dunia karena kita masih punya
surga jika Allah merahmati kita untuk masuk ke dalam surga-Nya. Jadi,
banyak-banyak mengharap ridho-Nya. Sebab, bukan karena amal kita, kita masuk surga,
melainkan karena kasih sayang Allah yang memungkinkan kita untuk masuk surga. Aamiin
yaaRabbalalamin.
Selamat menempuh usia baru, Nin.
Selamat mendengarkan basa-basi dari orang-orang yang berharap yang baik-baik
terjadi padamu.
Yogyakarta, 24-28 Januari 2020
Menulis ini dengan ditemani flu batuk yang parah dan berat badan yang
melebih 50 kilogram.
With Love and Hug,
Nina Mentari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar