![]() |
Source: Tumblr/cottageaesthetic |
Demamnya
sudah turun. Mentari kembali beraktivitas. Kali ini, ia sedang senang-senangnya
mengurus blog barunya. Blog khusus semacam foto-foto tematik. Foto-foto
perjalanannya ke berbagai tempat. Foto-foto absurd. Foto-foto yang menjadi
bukti kemana kaki-kakinya pernah melangkah. Setiap fotonya ia berikan
keterangan lokasi. Mentari puas dengan satu kesibukannya ini. Blog ini termasuk
satu dari beberapa blog rahasia yang dimilikinya. Barangkali hanya dia seorang
yang berkunjung. Mentari tidak follow siapapun dan tidak menyebarkan hastag
apapun. Ia ingin menikmati dirinya sendiri di dalam sebuah tempat dimana ia
merumahkan perjalanannya.
Dengan
iseng, ia mencari sebuah tempat kesukaannya melalui sebuah hastag. Satu nama
kota terlintas. Kota yang damai. Magelang. Kota yang pernah menjadi tempatnya
berpulang. Ia menelusuri linimasa tersebut. Memandangi hasil jepretan
orang-orang yang mengabadikan kota Magelang dari berbagai sisi.
Sejenak
Mentari terdiam. Di hadapannya ada sebuah foto yang membuatnya berhenti. Ia
berpikir. Adalah sebuah foto dengan caption, “beautiful Magelang with a beautiful person.”
Bukan
captionnya yang membuatnya terdiam, tetapi foto itu sendiri. Seorang perempuan
duduk memandangi langit di tengah sawah, di bawah sebuah saung yang diteduhi
sebuah pohon pepaya.
Perempuan
yang duduk itu, sangat tidak asing. Ada kepanikan di dalam kepalanya. Jari-jarinya
bergerak cepat, mencari-cari file yang entah apa. Hingga beberapa saat kemudian
jari-jarinya berhenti. Sesuatu itu telah ditemukan. Dicocokkannya dengan foto
tersebut. Dirinya sendirilah yang pernah datang ke tempat itu, menggunakan
pakaian itu, duduk di pinggir saung kecil itu, menatap langit dengan cukup
lama, menghirup udara persawahan sehabis mendung.
Mentari
menarik nafas panjang, menghembuskannya, berkali-kali hal itu dilakukannya. Ia melirik
nama pemilik blog itu. Saddam Samudra.
Mendadak tubuhnya gemetar hebat, dadanya sesak, air matanya runtuh. Pikirannya semakin kacau, hatinya dibuat bertanya-tanya.
Apakah Saddam Samudra di dunia ini hanya satu? Apakah benar Saddam Samudra yang memotret Mentari di area persawahan sore itu? Mengapa Mentari tidak menyadari kehadirannya yang sedekat itu? Ataukah Saddam Samudra berjalan mengendap-endap mengikutinya? Tetapi mengapa ia harus lakukan itu? Apa yang membuatnya tidak pernah berani muncul di hadapan Mentari? Apa karena luas samudra yang tak mampu menampung sinar matahari? Kalau begitu bukankah ia bisa memberikan langit yang tak ada ujungnya itu untuk Mentari?
Sam, kaukah yang memotretku waktu itu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar