24/12/17

Gloom and Gleam on December



Saya menghela nafas, tidak menyangka sudah pada tahap ini, sudah pada usia segini, sudah bukan lagi waktunya iri-irian dengan postingan moment-moment bahagia orang lain, sudah waktunya bahagia versi kita bisa kita kejar sendiri.

Saya melamun di depan toko merah, melamun yang tersamarkan dengan menatap sedih ke arah air hujan. Bukan sedih karena terjebak hujan di sana, karena memang menyengaja diri terjebak hujan di sana. Saya sedih dengan diri saya sendiri. Minggu lalu judul jurnal saya sudah diterima oleh pak dosen tercinta, lalu tadi siang beliau mengeluarkan sebuah statement yang membuat rasa percaya diri saya terhadap jurnal yang mau saya garap itu jatuh. Saya jadi ragu.

Mungkin banyak orang di luar sana, khususnya di luar jurusan sastra yang tidak tahu bahwa anak sastra itu meneliti suatu kata sampai dibedah, dipotong sekecil-kecilnya. Bukan sastra Indonesia, tapi sastra Inggris yang saya jalani.

Awalnya penelitian saya terhadap nama-nama tempat rekreasi, lalu karena sebuah pernyataan yang baru saja dikemukakan pak dosen itu saya menganggap judul saya salah. Sementara itu, keesokan harinya tiga tahap jurnal harus segera dikumpulkan. Tadi kepikiran sih, disarankan juga oleh teman saya untuk meneliti brand alat tulis kerja makanya saya ke toko Merah yang merupakan toko alat tulis kerja. Saya catat merek-merek alat tulis di sana. Sampai karena tidak enak karena tidak beli apaun, saya putuskan untuk beli origami, padahal di kamar masih banyak origami. Ah, dodol.  Dan kecewa karena cat air snowman yang begitu terkenal bisa-bisanya tidak ada di toko sebesar itu. Saya nekat langsung melakukan observasi padahal saya belum mengetahui apakah judul jurnal saya yang baru ini akan diterima atau tidak. Esoknya bapaknya ngomong, “kalian kok semester lima masih ada matkul critical listening?” habis bapaknya bilang gitu, kami semua syok. Jangan-jangan selama ini bapaknya mengira kami itu anak semester lima, makanya dikasih tugas semumet ini.

Sebelumnya mau mereview dulu apa yang sudah terjadi selama setahun ini. Drama tangis dan bahagia. Di tahun ini banyak terjadi kegalauan, dihadapkan dengan banyak tawaran pilihan yang baik dalam waktu yang bersamaan, dan oh – hai ini dia yang bisa bikin saya nangis selain karena kaget diklakson kencang banget.

Sempat ada perasaan pasrah saat terjadi pembobolan di tempat tinggal saya, dan saya masih punya hutang tulisan tentang tragedi yang satu itu. Tetapi, Allah Maha Baik dan membuat airmata saya menetes karena kebaikan-Nya itu.

Tahun ini juga banyak sekali pemborosan yang disebabkan sudah punya penghasilan sendiri. Oleh karena itu saya sedang bertekad menantang diri untuk menahan diri tidak membeli buku sepanjang 2018 (kecuali buku kuliah, of course) dan membaca semua buku yang sudah saya beli selama ini, tapi mampukah saya? Ya, itu adalah saya. Manusia dengan sejuta tekad, soal bagaimana nantinya itu urusan belakangan. Saya malu kalau ditanya berapa jumlah buku yang sudah saya baca sepanjang tahun 2017 ini? Hasilnya sangat jauh dari apa yang saya targetkan di awal tahun.

Tahun 2018 saya berusaha untuk tidak boros dan rajin menabung, masalahnya saya tidak tahu mau menabung untuk apa, jadi kurang motivasinya untuk menabung itu. “Lah kan orang menabung memang bukan untuk apa-apa, tapi disimpan kalau tiba-tiba ada keperluan mendadak, emang gitu gunanya tabungan.” Ceramah Mas Gun kepada saya. Ya ampun, benar juga, ya. Habis itu Mas Gun geleng-geleng kapala.

Sampai detik ini, saya belum menuliskan wishes apapun untuk tahun selanjutnya. Tahun ini adalah tahun yang amazing, hampir semua keinginan saya terwujud bahkan yang harusnya menjadi waiting list for wishes next year malah ada yang tercapai di tahun ini. Tahun ini saya berhasil menginjakkan kaki di Malang. Menulis harapan untuk bisa ke Malang adalah wish saya untuk tahun 2016. Waktu itu saya menulis kalau saya mau pergi ke Museum Angkut, Taman Bungan Selecta, dan ke sebuah kebun Labirin, Coban Rando kalau tidak salah namanya. Tetapi, baru terwujud di pertengahan 2017 tetapi tanpa berhasil ke labirin. Harapan untuk bisa ke Bandung dan Bogor juga terwujud di tahun ini. Nah, pergi ke Bromo adalah waiting list saya untuk tahun depan yang berhasil terwujud di tahun ini. Saya berharap nanti bisa menuliskan perjalanan saya selama di sana.

Kalau diperhatikan, banyak harapan saya yang akan baru mulai bekerja untuk terealisasikan dengan waktu dua tahun. Tetapi, makin lama waktu yang berjalan semakin singkat dalam merealisasikannya. Bahkan, ke Bromo adalah bonus tersendiri bagi saya.

Biasanya tak ada perubahan selama sembilan bulan pertama. Rasanya sia-sia membuat wishes list, tetapi tiga bulan terakhir hampir semua point berhasil terceklis. Harapan saya untuk bisa join komunitas, mengikuti minimal tiga kali workshop kepenulisan, bahkan untuk menjadi penulis, kesemua itu baru mulai bekerja pada tiga bulan terakhir. I called it, Gleam on my December!

Berawal dari keisengan mengirim naskah cerpen saya ke salah satu perlombaan yang diadakan sebuah penerbitan, tidak sangka di penghujung Desember ini keinginan saya menjadi penulis di buku terwujud.

Meski hanya sebagai salah satu kontributor tetapi saya merasa terpilih sebab dari 1490-an tulisan hanya 290-an saja yang lolos. Saya memang selalu berujar dalam diri saya bahwa kita harus melihat sampai waktunya benar-benar habis. Hari ini memang sudah termasuk akhir desember, tapi – hei  tahun 2017 ini belum habis. Masih ada tersisa beberapa hari lagi. Mari kita lihat harapan-harapan kita yang mana lagi yang akan terwujud di penghabisan tahun 2017 ini.

Saya memang berambisi menjadi seorang penulis, tetapi tidak kecewa juga jika naskah saya ditolak. Kebanyakan penulis senior mengatakan begitu, penulis-penulis besar itu mengatakan bahwa awalnya naskah mereka ditolak puluhan kali.

Saya mengirim naskah sebagai bagian dari menantang diri saya sendiri saja. Teman-teman, jangan sampai menyepelekan iseng. Tahun 2013, saya pernah menang saat iseng ikutan kuis di twitter, yang menang adalah yang membuat tweet terlucu. Saya waktu itu tidak tahu hadiahnya apa. Ternyata hadiahnya adalah dua tiket nonton gala premiere bersama Raditya Dika dan crew. Disebabkan saat itu saya tengah berada jauh dari Jakarta, maka saya tidak mengambil kesempatan itu.

Kembali lagi pada Gloom yang terjadi di akhir Desember ini. Saya yakin bisa mengerjakan tugas-tugas saya, yang perlu saya lakukan adalah mengerjakannya. Tetapi, mungkin karena tugas yang datang keroyokan itulah yang membuat saya mumet. Setidaknya saya tidak merasakan mumet itu sendiri karena teman-teman saya yang lain juga diimpahkan tugas yang sama. Yaiyalah, wong kita satu kelas.

Di penghujung tahun mari bergelut dulu dengan banyak assignment, jurnal, karya tulis ilmiah, prakarya, juga diikuti dengan sejumlah UAS di matkul yang lainnya. Untuk rencana liburan sendiri, saya memilih untuk jalan-jalan ke Solo setelah itu stay di Jogja untuk merampungkan novel, project follow up workshop menulis di Desember lalu, dan project lainnya. Bagaimana denganmu?

Jangan lupa membuat wishes untuk 2018, ya! Dan biarkan saya menyaksikan satu-persatu mimpi kamu jadi nyata! :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar