Saya menghela
nafas, tidak menyangka sudah pada tahap ini, sudah pada usia segini, sudah
bukan lagi waktunya iri-irian dengan postingan moment-moment bahagia orang
lain, sudah waktunya bahagia versi kita bisa kita kejar sendiri.
Saya melamun di
depan toko merah, melamun yang tersamarkan dengan menatap sedih ke arah air
hujan. Bukan sedih karena terjebak hujan di sana, karena memang menyengaja diri
terjebak hujan di sana. Saya sedih dengan diri saya sendiri. Minggu lalu judul
jurnal saya sudah diterima oleh pak dosen tercinta, lalu tadi siang beliau
mengeluarkan sebuah statement yang membuat rasa percaya diri saya terhadap
jurnal yang mau saya garap itu jatuh. Saya jadi ragu.
Mungkin banyak
orang di luar sana, khususnya di luar jurusan sastra yang tidak tahu bahwa anak
sastra itu meneliti suatu kata sampai dibedah, dipotong sekecil-kecilnya. Bukan
sastra Indonesia, tapi sastra Inggris yang saya jalani.
Awalnya
penelitian saya terhadap nama-nama tempat rekreasi, lalu karena sebuah
pernyataan yang baru saja dikemukakan pak dosen itu saya menganggap judul saya
salah. Sementara itu, keesokan harinya tiga tahap jurnal harus segera
dikumpulkan. Tadi kepikiran sih, disarankan juga oleh teman saya untuk meneliti
brand alat tulis kerja makanya saya ke toko Merah yang merupakan toko alat tulis
kerja. Saya catat merek-merek alat tulis di sana. Sampai karena tidak enak
karena tidak beli apaun, saya putuskan untuk beli origami, padahal di kamar
masih banyak origami. Ah, dodol. Dan kecewa
karena cat air snowman yang begitu terkenal bisa-bisanya tidak ada di toko
sebesar itu. Saya nekat langsung melakukan observasi padahal saya belum
mengetahui apakah judul jurnal saya yang baru ini akan diterima atau tidak. Esoknya
bapaknya ngomong, “kalian kok semester lima masih ada matkul critical
listening?” habis bapaknya bilang gitu, kami semua syok. Jangan-jangan selama
ini bapaknya mengira kami itu anak semester lima, makanya dikasih tugas semumet
ini.
Sebelumnya mau
mereview dulu apa yang sudah terjadi selama setahun ini. Drama tangis dan
bahagia. Di tahun ini banyak terjadi kegalauan, dihadapkan dengan banyak
tawaran pilihan yang baik dalam waktu yang bersamaan, dan oh – hai ini dia yang
bisa bikin saya nangis selain karena kaget diklakson kencang banget.
Sempat ada perasaan
pasrah saat terjadi pembobolan di tempat tinggal saya, dan saya masih punya
hutang tulisan tentang tragedi yang satu itu. Tetapi, Allah Maha Baik dan
membuat airmata saya menetes karena kebaikan-Nya itu.
Tahun ini juga
banyak sekali pemborosan yang disebabkan sudah punya penghasilan sendiri. Oleh
karena itu saya sedang bertekad menantang diri untuk menahan diri tidak membeli
buku sepanjang 2018 (kecuali buku kuliah, of course) dan membaca semua buku
yang sudah saya beli selama ini, tapi mampukah saya? Ya, itu adalah saya. Manusia
dengan sejuta tekad, soal bagaimana nantinya itu urusan belakangan. Saya malu
kalau ditanya berapa jumlah buku yang sudah saya baca sepanjang tahun 2017 ini?
Hasilnya sangat jauh dari apa yang saya targetkan di awal tahun.
Tahun 2018 saya
berusaha untuk tidak boros dan rajin menabung, masalahnya saya tidak tahu mau
menabung untuk apa, jadi kurang motivasinya untuk menabung itu. “Lah kan orang
menabung memang bukan untuk apa-apa, tapi disimpan kalau tiba-tiba ada keperluan
mendadak, emang gitu gunanya tabungan.” Ceramah Mas Gun kepada saya. Ya ampun,
benar juga, ya. Habis itu Mas Gun geleng-geleng kapala.
Sampai detik
ini, saya belum menuliskan wishes apapun untuk tahun selanjutnya. Tahun ini
adalah tahun yang amazing, hampir semua keinginan saya terwujud bahkan yang
harusnya menjadi waiting list for wishes next year malah ada yang tercapai di
tahun ini. Tahun ini saya berhasil menginjakkan kaki di Malang. Menulis harapan
untuk bisa ke Malang adalah wish saya untuk tahun 2016. Waktu itu saya menulis
kalau saya mau pergi ke Museum Angkut, Taman Bungan Selecta, dan ke sebuah
kebun Labirin, Coban Rando kalau tidak salah namanya. Tetapi, baru terwujud di
pertengahan 2017 tetapi tanpa berhasil ke labirin. Harapan untuk bisa ke Bandung
dan Bogor juga terwujud di tahun ini. Nah, pergi ke Bromo adalah waiting list
saya untuk tahun depan yang berhasil terwujud di tahun ini. Saya berharap nanti
bisa menuliskan perjalanan saya selama di sana.
Kalau diperhatikan,
banyak harapan saya yang akan baru mulai bekerja untuk terealisasikan dengan
waktu dua tahun. Tetapi, makin lama waktu yang berjalan semakin singkat dalam
merealisasikannya. Bahkan, ke Bromo adalah bonus tersendiri bagi saya.
Biasanya tak ada
perubahan selama sembilan bulan pertama. Rasanya sia-sia membuat wishes list,
tetapi tiga bulan terakhir hampir semua point berhasil terceklis. Harapan saya
untuk bisa join komunitas, mengikuti minimal tiga kali workshop kepenulisan,
bahkan untuk menjadi penulis, kesemua itu baru mulai bekerja pada tiga bulan
terakhir. I called it, Gleam on my December!
Berawal dari
keisengan mengirim naskah cerpen saya ke salah satu perlombaan yang diadakan
sebuah penerbitan, tidak sangka di penghujung Desember ini keinginan saya
menjadi penulis di buku terwujud.
Meski hanya sebagai salah satu kontributor tetapi saya merasa terpilih sebab dari 1490-an tulisan hanya 290-an saja yang lolos. Saya memang selalu berujar dalam diri saya bahwa kita harus melihat sampai waktunya benar-benar habis. Hari ini memang sudah termasuk akhir desember, tapi – hei tahun 2017 ini belum habis. Masih ada tersisa beberapa hari lagi. Mari kita lihat harapan-harapan kita yang mana lagi yang akan terwujud di penghabisan tahun 2017 ini.
Meski hanya sebagai salah satu kontributor tetapi saya merasa terpilih sebab dari 1490-an tulisan hanya 290-an saja yang lolos. Saya memang selalu berujar dalam diri saya bahwa kita harus melihat sampai waktunya benar-benar habis. Hari ini memang sudah termasuk akhir desember, tapi – hei tahun 2017 ini belum habis. Masih ada tersisa beberapa hari lagi. Mari kita lihat harapan-harapan kita yang mana lagi yang akan terwujud di penghabisan tahun 2017 ini.
Saya memang
berambisi menjadi seorang penulis, tetapi tidak kecewa juga jika naskah saya ditolak.
Kebanyakan penulis senior mengatakan begitu, penulis-penulis besar itu
mengatakan bahwa awalnya naskah mereka ditolak puluhan kali.
Saya mengirim
naskah sebagai bagian dari menantang diri saya sendiri saja. Teman-teman,
jangan sampai menyepelekan iseng. Tahun 2013, saya pernah menang saat iseng
ikutan kuis di twitter, yang menang adalah yang membuat tweet terlucu. Saya
waktu itu tidak tahu hadiahnya apa. Ternyata hadiahnya adalah dua tiket nonton
gala premiere bersama Raditya Dika dan crew. Disebabkan saat itu saya tengah
berada jauh dari Jakarta, maka saya tidak mengambil kesempatan itu.
Kembali lagi pada
Gloom yang terjadi di akhir Desember ini. Saya yakin bisa mengerjakan
tugas-tugas saya, yang perlu saya lakukan adalah mengerjakannya. Tetapi, mungkin
karena tugas yang datang keroyokan itulah yang membuat saya mumet. Setidaknya saya
tidak merasakan mumet itu sendiri karena teman-teman saya yang lain juga
diimpahkan tugas yang sama. Yaiyalah, wong kita satu kelas.
Di penghujung
tahun mari bergelut dulu dengan banyak assignment, jurnal, karya tulis ilmiah, prakarya,
juga diikuti dengan sejumlah UAS di matkul yang lainnya. Untuk rencana liburan
sendiri, saya memilih untuk jalan-jalan ke Solo setelah itu stay di Jogja untuk
merampungkan novel, project follow up workshop menulis di Desember lalu, dan
project lainnya. Bagaimana denganmu?
Jangan lupa
membuat wishes untuk 2018, ya! Dan biarkan saya menyaksikan satu-persatu mimpi
kamu jadi nyata! :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar