Banyak orang
terheran-heran pada saya, mengapa saya masih berteman dan menjalin komunikasi
dengan orang-orang yang terlampau sudah lama jejaknya untuk diiringi hingga ke
masa kini?
Saya ingin
menceritakan seseorang, tetapi bahkan selain orang tersebut saya juga memiliki
seorang teman yang dimana kami lahir di bidan yang sama, berbeda sebulan, saya
mengenalnya sejak kami belum pandai membaca dan menulis, hingga sekarang ia
hampir lulus kuliah yang dimana kami sama-sama kuliah di Yogyakarta dan kami
masih saling berkomunikasi hingga kini. Bahkan ibu saya sendiri sampai menikah
dan memiliki rumah, tetap berteman dengan sahabatnya sejak sekolah dasar karena
sahabatnya tersebut mengikuti beliau tinggal di sebuah kota hingga sahabatnya
pun menikah dan memiliki anak, hubungan keduanya pun sangat dekat sehingga
sahabatnyalah yang sering mengurus makam almarhum bapak dari ibu saya yang
dimakamkan di sebuah kota dimana dulu kami tinggal di sana.
Namun sedikit
berbeda dengan seseorang yang satu ini. Kami berteman sejak galau karena ujian
nasional sekolah dasar hingga galau karena skripsi, sesingkat itu waktu berjalan
dan tak banyak pertemuan yang kami buat. Terlepas dari hitungan temu dan
berbagai isyarat rindu, tetap saja saya tidak bisa lupa dengan obrolan kami
sepanjang waktu temu itu.
Teman-temannya
mungkin berubah, tetapi tidak dengan pertemanan kami yang temunya bisa dihitung
jari dan waktunya dapat diingat memori. Kami berproses menjadi dewasa
masing-masing. Saya tidak tahu bagaimana ia menjadi dewasa hingga saat kami
bertemu, obrolan-obrolan tersebut dengan antusias memperkerjakan akal saya.
“Aku sama
teman-teman ini, kami masing-masing punya pekerjaan.”
“Seperti si Bia,
tiap hari pusing bikin laporan ke atasannya.”
“Aku sebagai
laki-laki, sudah perlu berpikir dari sekarang untuk punya rumah sendiri. Aku
sudah mengincar sebuah rumah, sedikit-sedikit nabung dari pekerjaanku.”
“Aku enggak bisa
nambah hari untuk liburan, pekerjaanku nanti gimana.”
Saat itu, saya
merasa ditampar sebuah quote, “wanita
lebih senang dengan pria yang membicarakan masa depan, bukan masa lalu.”
Saya tahu,
pekerjaan bukanlah segalanya. Namun, melihat lebih dalam lagi dari sudut pandang
keluarga sendiri bahwa betapa pentingnya pendidikan dan pekerjaan. Banyak
masalah-masalah sepele yang membesar akibat komunikasi yang buruk dengan
keluarga terkait pendidikan dan pekerjaan sehingga ada baiknya memperbaiki pendidikan dan sudah
memikirkan pekerjaan dari sekarang. Banyak niat dalam hidup yang perlu ditata
dan diperbaiki, banyak hal yang menjadi pekerjaan rumah untuk mampu melahirkan
generasi penerus bangsa seperti yang diharapkan. Itu pendapat saya, kalau kamu
tidak sevalue dengan saya, tidak masalah, ini copas dari kalimatnya Mas Gun. Tidak
sevalue, tidak masalah.
Dan pertemuan
hari itu semakin menyadarkan saya bahwa kami sudah tidak di zona untuk
bermain-main lagi, kami sudah memijakkan kaki pada arena penuh kepercayaan dan
tanggungjawab, kami sudah melewati berbagai proses hingga menjadi orang yang katanya
dewasa dan bertemu dalam obrolan panjang yang masing-masing menampar benak
kami.
Dan pertemuan
hari itu seolah membuat saya mengintip hari-hari yang lau, sudah sebanyak apa
pengalaman saya? Sudah serumit apa masalah saya? Sudah sebesar apa perjuangan
saya? Sudah semudah apa saya untuk menyukuri nikmat dari Tuhan saya?
Dan pertemuan
hari itu juga menyadarkan saya, bahwa yang benar-benar teman akan datang dan
mengabarkan, akan tiba dan enggan pisah, akan bercerita dan mempercayakan, akan
pulang dan menjanjikan temu yang berikutnya.
Dan pertemuan
hari itu menyadarkan saya, bahwa silaturrahmi benar membawa banyak rezeki. Rezeki
pertemanan adalah baik, sebab di dalamnya kamu bisa dapati banyak hal;
kerinduan, nostalgia, obrolan-obrolan panjang, rencana masa depan, dan hal-hal
yang sebelumnya tak pernah kamu ketahui hingga ia datang kembali dan
menyadarkan kamu bahwa kamu harus sadar dengan hari esok, hari esok pasti ada,
dan untuk hari esok kamu harus selalu punya rencana!
Namun, kita
tidak pernah tahu akan sepanjang apa obrolan kita yang selanjut-selanjutnya,
mungkin bisa jadi serba terbatas, atau akan datang lebih banyak orang-orang
sepertiku; yang mau mendengar ceritamu dan bersenang dengan kedatanganmu.
Namun, kita tidak pernah tahu kapan teman-teman kita akan benar-benar
menghilang dan kapan teman-teman yang menghilang akan kembali.
Saya hanya bisa
menyukuri setiap temu, temu yang benar-benar dapat saya syukuri. Selebihnya
semoga tak menjadi sesal di kemudian hari. Sebab yang datang selalu membawa
ceritanya sendiri, terkadang ada yang membuat mata saya berapi-api, namun ada
kalanya ada yang membuat saya memejamkan mata lirih.
nice one, nin.
BalasHapusThank you, Uci! :) Aaaaah you still read my blog! <3
Hapus