26/08/18

Mendewasa


Banyak orang terheran-heran pada saya, mengapa saya masih berteman dan menjalin komunikasi dengan orang-orang yang terlampau sudah lama jejaknya untuk diiringi hingga ke masa kini?

Saya ingin menceritakan seseorang, tetapi bahkan selain orang tersebut saya juga memiliki seorang teman yang dimana kami lahir di bidan yang sama, berbeda sebulan, saya mengenalnya sejak kami belum pandai membaca dan menulis, hingga sekarang ia hampir lulus kuliah yang dimana kami sama-sama kuliah di Yogyakarta dan kami masih saling berkomunikasi hingga kini. Bahkan ibu saya sendiri sampai menikah dan memiliki rumah, tetap berteman dengan sahabatnya sejak sekolah dasar karena sahabatnya tersebut mengikuti beliau tinggal di sebuah kota hingga sahabatnya pun menikah dan memiliki anak, hubungan keduanya pun sangat dekat sehingga sahabatnyalah yang sering mengurus makam almarhum bapak dari ibu saya yang dimakamkan di sebuah kota dimana dulu kami tinggal di sana.

Namun sedikit berbeda dengan seseorang yang satu ini. Kami berteman sejak galau karena ujian nasional sekolah dasar hingga galau karena skripsi, sesingkat itu waktu berjalan dan tak banyak pertemuan yang kami buat. Terlepas dari hitungan temu dan berbagai isyarat rindu, tetap saja saya tidak bisa lupa dengan obrolan kami sepanjang waktu temu itu.

Teman-temannya mungkin berubah, tetapi tidak dengan pertemanan kami yang temunya bisa dihitung jari dan waktunya dapat diingat memori. Kami berproses menjadi dewasa masing-masing. Saya tidak tahu bagaimana ia menjadi dewasa hingga saat kami bertemu, obrolan-obrolan tersebut dengan antusias memperkerjakan akal saya.

“Aku sama teman-teman ini, kami masing-masing punya pekerjaan.”
“Seperti si Bia, tiap hari pusing bikin laporan ke atasannya.”
“Aku sebagai laki-laki, sudah perlu berpikir dari sekarang untuk punya rumah sendiri. Aku sudah mengincar sebuah rumah, sedikit-sedikit nabung dari pekerjaanku.”
“Aku enggak bisa nambah hari untuk liburan, pekerjaanku nanti gimana.”
Saat itu, saya merasa ditampar sebuah quote, “wanita lebih senang dengan pria yang membicarakan masa depan, bukan masa lalu.”

Saya tahu, pekerjaan bukanlah segalanya. Namun, melihat lebih dalam lagi dari sudut pandang keluarga sendiri bahwa betapa pentingnya pendidikan dan pekerjaan. Banyak masalah-masalah sepele yang membesar akibat komunikasi yang buruk dengan keluarga terkait pendidikan dan pekerjaan sehingga  ada baiknya memperbaiki pendidikan dan sudah memikirkan pekerjaan dari sekarang. Banyak niat dalam hidup yang perlu ditata dan diperbaiki, banyak hal yang menjadi pekerjaan rumah untuk mampu melahirkan generasi penerus bangsa seperti yang diharapkan. Itu pendapat saya, kalau kamu tidak sevalue dengan saya, tidak masalah, ini copas dari kalimatnya Mas Gun. Tidak sevalue, tidak masalah.

Dan pertemuan hari itu semakin menyadarkan saya bahwa kami sudah tidak di zona untuk bermain-main lagi, kami sudah memijakkan kaki pada arena penuh kepercayaan dan tanggungjawab, kami sudah melewati berbagai proses hingga menjadi orang yang katanya dewasa dan bertemu dalam obrolan panjang yang masing-masing menampar benak kami.

Dan pertemuan hari itu seolah membuat saya mengintip hari-hari yang lau, sudah sebanyak apa pengalaman saya? Sudah serumit apa masalah saya? Sudah sebesar apa perjuangan saya? Sudah semudah apa saya untuk menyukuri nikmat  dari Tuhan saya?

Dan pertemuan hari itu juga menyadarkan saya, bahwa yang benar-benar teman akan datang dan mengabarkan, akan tiba dan enggan pisah, akan bercerita dan mempercayakan, akan pulang dan menjanjikan temu yang berikutnya.

Dan pertemuan hari itu menyadarkan saya, bahwa silaturrahmi benar membawa banyak rezeki. Rezeki pertemanan adalah baik, sebab di dalamnya kamu bisa dapati banyak hal; kerinduan, nostalgia, obrolan-obrolan panjang, rencana masa depan, dan hal-hal yang sebelumnya tak pernah kamu ketahui hingga ia datang kembali dan menyadarkan kamu bahwa kamu harus sadar dengan hari esok, hari esok pasti ada, dan untuk hari esok kamu harus selalu punya rencana!

Namun, kita tidak pernah tahu akan sepanjang apa obrolan kita yang selanjut-selanjutnya, mungkin bisa jadi serba terbatas, atau akan datang lebih banyak orang-orang sepertiku; yang mau mendengar ceritamu dan bersenang dengan kedatanganmu. Namun, kita tidak pernah tahu kapan teman-teman kita akan benar-benar menghilang dan kapan teman-teman yang menghilang akan kembali.

Saya hanya bisa menyukuri setiap temu, temu yang benar-benar dapat saya syukuri. Selebihnya semoga tak menjadi sesal di kemudian hari. Sebab yang datang selalu membawa ceritanya sendiri, terkadang ada yang membuat mata saya berapi-api, namun ada kalanya ada yang membuat saya memejamkan mata lirih.

2 komentar: