28/03/20

Pria Hebat


Di usia-usia sekarang ini, pembahasan tentang ketertarikan pada lawan jenis akan menjadi obrolan wajar yang serius meski seringkali ditanggapi dengan candaan.

Dari banyaknya pembicaraan, ah ternyata pria-pria hebat itu lebih tertarik pada wanita-wanita yang juga hebat; wanita yang cerdas; mampu mengambil keputusan dan risiko, anggun dalam berucap dan bersikap, wanita cerdas yang kebanyakan dari mereka adalah pembicara dan menginspirasi banyak orang, anggota penting di suatu kelompok, punya peran yang amat dibutuhkan oleh lingkungannya, dan jika berbicara tidak sembarangan. Pria hebat itu, katanya suka pada wanita yang tidak membicarakan hal yang tidak penting, wanita kuat yang pandai menyembunyikan kesedihannya, sebab wanita yang seperti itu akan berpikir bahwa di luar sana lebih banyak lagi orang yang kesedihannya lebih dalam, dukanya lebih sakit dari apa yang dia rasa, lagi pula wanita kuat selalu berpikir bahwa di luar sana banyak orang yang membutuhkan senyumnya, sekedar untuk menenangkan mereka mungkin. Tetapi, sebagian pria lainnya mengatakan bahwa mereka menyukai wanita yang minta dilindugi karena peran pria di sana begitu nyata dan pria selalu punya keinginan untuk melindungi, tetapi entah pria mana yang berbicara seperti itu, aku hanya pernah membacanya di beberapa tulisan. Pada kenyataannya pria hebat tentu tertarik pada wanita yang juga hebat. Makna hebat ini memang sangat luas, dan makna hebat pada paragraf ini hanyalah sedikit dari yang aku tangkap dan pahami dari banyaknya pembicaraan yang pernah hadir.

Ketika para pria hebat itu menunjuk perempuan yang mereka suka; benar saja bahwa perempuan yang ditunjuk itu hadir dengan segala kehebatan yang dia punya, pesonanya yang tak kunjung sirna, yang membuatnya terlihat wajar bila bersanding dengan pria tersebut.

Jauh di sebelah sini, di dalam cermin, di hadapanku, ada seorang perempuan yang setengah mati membangun kepercayaan diri, bukan karena pernah patah tetapi karena banyak hal-hal kecil yang menyakitkan di dunia, meski ia tahu banyak pula hal-hal kecil yang sangat patut untuk disyukuri.

Perempuan di dalam cermin itu tidak pandai berbicara, seringnya bingung dalam mengambil keputusan, ia lebih suka berjalan lurus daripada berbelok lalu mengambil risiko yang lebih besar, meski ia tahu bahwa kapan-kapan ia harus mencoba berbelok untuk dapatkan pengalaman yang berbeda, tetapi ia tak seberani itu untuk mengambil risiko, terlalu banyak yang dikhawatirkan dan dipertimbangkan olehnya, ia butuh seseorang untuk bisa meyakinkannya. Perempuan di dalam cermin itu pernah mencoba untuk berbicara, terbata-bata, dan pada akhirnya memilih untuk membisu di sudut ruang dengan kertas dan pena di hadapannya. Ia berpikir mungkin ia ditakdirkan bukan untuk menjadi perempuan hebat macam pembicara yang diundang kemana-mana, disanjung oleh banyak orang, semua mata tertuju padanya, semua orang tahu namanya, para pria hebat diam-diam menganguminya dan para wanita lainnya terinspirasi dan ingin secerdas dirinya.

Perempuan di dalam cermin itu tak akan bisa menjadi seperti perempuan hebat itu, sebab menyembunyikan diri adalah bakatnya. Ia hanya muncul dengan tulisannya, pemikirannya, meski begitu tulisan tetaplah suara yang berbicara dalam keheningan.

Perempuan di dalam cermin itu menutup kedua matanya. Menghela nafas. Sekali lagi. Lebih dalam. ‘Mungkin, aku hanya butuh untuk diyakinkan bahwa aku ada, aku hidup, aku dicintai, aku dibutuhkan. Bukan semata-mata karena potensi atau hal-hal yang kumiliki, tetapi dicintai karena aku layak untuk itu; layak untuk diajari, dibimbing, ditemani, diyakinkan, dipedulikan, ditenangkan, lebih dari sekedar hanya dicintai.’

Sebab jika kau mencintai sesuatu, kau akan merawatnya dengan baik dan tulus hati, tak peduli bagaimana keadaannya, kau akan selalu temukan cara untuk menjaganya, sehingga ia pun tak akan pernah melepaskanmu karena kau tahu betul bagaimana membuatnya bahagia.

Semoga nanti aku mampu menemukannya. Satu saja, selamanya.

Tolong temukan aku, ya?

Agar aku merasa ada dan hidup.

2 komentar: