Sebelum wabah yang sedang terkenal di dunia ini datang, aku sudah tahu
jika 2020 akan penuh gejolak bak pendaki gunung yang sudah siap dengan segala
kerikil, tanah yang licin atau cuaca yang tak mampu lagi diperkirakan,
Skripsi dengan segala prosesnya yang akan menguji kesabaran dan rasa
malasku yang tiada terarah,
Membayangkan menjalani proses wisuda dengan perasaan bahagia yang
semestinya,
Melakukan traveling keliling negeri sambil berbagi ilmu ke sekolah-sekolah
di pelosok negeri yang ada,
Menerbitkan sebuah buku yang isinya sesuka hati namun tujuannya kutahu
pasti untuk apa lagi selain agar kebaikan itu tak dibaca seorang diri,
melainkan berjalan terus hingga sampai di mata dan hati manusia lainnya
Sebelum wabah yang membunuh banyak korban jiwa ini datang, aku sudah
memperkirakan jika 2020 akan penuh aneka rasa bak jus yang dijual di
warung-warung di sekitar jalan menuju kosku,
Merapikan sisa-sisa barang yang ada di kamar kosku yang telah kuhuni
selama ratusan hari ini,
Mengemas barang-barang di kamarku seraya tertatih mengucap selamat
tinggal,
Memilah-milih barang untuk dijual murah, disumbangkan kepada yang membutuhkan,
atau dikasih-kasih secara cuma-cuma,
Mulai menerapkan pola hidup minimalis karena bukan dengan banyak barang
hidupku menjadi lebih bahagia
Sebelum wabah yang menggemparkan seluruh kalangan manusia ini datang,
aku sudah merasa jika 2020 akan aku lewati dengan air mata sebab akan menemui
perpisahan,
Tahun terakhir di perantauan, berarti juga Ramadhan terakhir di
perantauan, awalnya kupikir begitu,
Nikmatnya mencari takjil bersama, tarawih bersama, menginap dan sahur
bersama, masing-masing terbayang di benak kami untuk menciptakan momen Ramadhan
terakhir bersama yang hangat dan manis untuk dikenang,
Air mata perpisahan sudah menanti kami, usai lulus kuliah, kami akan
kembali ke kampung halaman dan menjalani hidup masing-masing,
Bahkan bila merencanakan kapan bertemu kembali, menjadi pertanyaan yang
paling sulit untuk dijawab saat ini,
Kini, semua jawaban untuk segala tanya pun menjadi sama, “Nanti jika
corona sudah pergi..”
Tahun ini rupanya sabar menjelmakan dirinya menjadi berkali-kali lipat lebih
banyak dari tahun sebelumnya. Namun di sisi lain, ada renungan yang menepi,
“Apa kita terlalu banyak melakukan selebrasi? Menyelenggarakan perayaan tanpa
makna yang pasti? Lupa pada mereka yang bahkan tak tahu apa itu selebrasi? Apa
corona datang untuk membangunkan kita dari dunia yang penuh foya-foya dan
kelalaian ini? Aku tak tahu pasti..”
Bandung, 1 April 2020
Memulai April tanpa ekspektasi
berlebih
Selalu ada harapan bagi mereka yang sering berdoa, dan selalu ada jalan bagi mereka yang terus berusaha. Meskipun kadang jalan itu, tak selamanya mulus. Kalau terlalu mulus, cek dulu, jangan-jangan abis operasi plastik tuh jalan. Haha (Mimpi di kota Metropolitan). Ba the best cara nulisnya
BalasHapusAyok, sama-sama ikhtiar! :)
Hapus#salamjagajarak turut berduka cita atas resminya tertunda harapan-harapan menuju sampai. semoga keadaan lekas pulih.
BalasHapus#salamjagajarak
HapusTerima kasih. Semoga lekas pulih dunia, aamiin.
selamat berkemas dan merapikan banyak hal. insyaAllah 2020 ini akan terlalui dengan baik <3
BalasHapusAamiin aamiin. Terima kasih <3
Hapusmemang berharap adalah suatu hal yang masih hasilnya masih tak tentu, apakah akan tercapai atau malah kecewa. jadi mari bersiap untuk kemungkinan yang terjadi jika berharap sesuatu.
BalasHapus.. dan berusaha menurunkan ekspektasi :)
Hapusnice mbak, semoga corona segera berlalu dan banyak hal baik yang segera memburu💓
BalasHapusAamiin. Terima kasih <3
Hapus