Suatu malam, aku
dengan telepon dalam genggam, bibir yang terbata dalam berucap, dan airmata
yang samar.
“Bagaimana
mungkin aku berusaha untuk berpenampilan lebih baik dari ini, sementara mereka
yang penampilannya lebih baik dariku tanpa malu bermaksiat terang-terangan di
depan mataku? Aku melihatnya tidak satu dua kali, tetapi sering kali.” Kataku
dengan nada serak.
“Kamu sedang
diberi ujian, bagaimana kamu mau berubah dan bertahan, tatkala semua hal yang
nampaknya baik justru terjerumuskan.” Sahut suara di ujung telepon.
Tangisan kecilku
terdengar di ujung telepon genggam ibuku. Beliau menghela nafas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar