Aku cinta kopi,
sebagaimana aku berterima kasih pada kopi selama beberapa waktu karena mampu
menghadiahkan rasa istimewa di lidahku sendiri. Aku cinta kopi, sebagaimana aku
berterima kasih kepada secangkir kopi yang selalu menemaniku di meja belajar
tatkala mengerjakan tugas sekolahku dulu. Aku cinta kopi, sebagaimana aku
berterima kasih kepada secangkir kopi yang memberiku rasa dan harapan bahwa aku
mampu menyelesaikan tugasku bahkan hingga larut tatkala semua sudah asyik mendengkur.
Aku cinta kopi, sebagaimana aku berterima kasih pada secangkir kopi yang selalu
tanpa ragu kupilih tatkala aku mengunjungi coffe shop meski di sana banyak
sekali pilihan menu minuman lain yang tak kalah menarik. Aku cinta kopi,
sebagaimana aku berterima kasih pada secangkir kopi yang kubuat sendiri untuk
ayahku tiap kali ia mengeluh sakit kepalanya. Aku cinta kopi, sebagaimana aku
berterima kasih untuk tiap tarikan nafasku yang kuhirup bersamaan dengan aroma
kopi yang menusuk.
Lalu, aku tak
bisa melawan takdirku dan menerima kenyataan bahwa kopi pernah suatu kali
hampir kurasa membunuhku. Aku tak bisa meneruskan perasaan ini untuk kopi. Aku
tak boleh sampai membencinya, begitu pikirku. Aku hanya butuh untuk tidak
menemuinya lagi, menahan diri tiap melihat namanya tertera dalam buku menu,
betapapun aku merindukannya, namanya tak boleh sampai terucap bahkan sampai aku
ingin memilikinya! Tentunya untuk menemani hariku dengan berbagai tegukan yang
kurasakan terhadapnya.
Tapi kopi tak
akan pernah patah hati sekalipun mungkin aku sempat membencinya, tak akan
pernah marah sekalipun aku tak pernah lagi mau menemuinya. Ia akan tetap
menjadi kopi yang namanya tertera dalam buku atau papan menu dimana-mana. Ia
akan tetap menjadi kopi yang dicari dan dicintai banyak orang – selain aku. Ia
akan tetap menjadi kopi yang disebut-sebut sebagai teman dalam berbagai
perjalanan.
Untuk kisahku
dan kopi, sengaja tak kuceritakan. Kubiarkan kau datang padaku di suatu hari,
saat itu mungkin kita berdua akan duduk-duduk menghabiskan waktu untuk bercerita
tentang satu sama lain, saat itu aku bisa cerita apapun padamu, dan kau juga
begitu padaku. Saat aku menjawab semua tanda tanya dalam benakmu selama ini
tentangku. Mungkin saat itu ada secangkir kopi di hadapanmu dan segelas es teh
di hadapanku. Aih, ganti deh. Segelas taro milk tea yang di dalamnya ditaburi
black tapioka pearl kesukaanku! Saat itu jangan bertanya lagi apa minuman
kesukaanku, jawabannya ada di hadapanmu!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar