08/02/18

(Pernah) Mencintai



Aku cinta kopi, sebagaimana aku berterima kasih pada kopi selama beberapa waktu karena mampu menghadiahkan rasa istimewa di lidahku sendiri. Aku cinta kopi, sebagaimana aku berterima kasih kepada secangkir kopi yang selalu menemaniku di meja belajar tatkala mengerjakan tugas sekolahku dulu. Aku cinta kopi, sebagaimana aku berterima kasih kepada secangkir kopi yang memberiku rasa dan harapan bahwa aku mampu menyelesaikan tugasku bahkan hingga larut tatkala semua sudah asyik mendengkur. Aku cinta kopi, sebagaimana aku berterima kasih pada secangkir kopi yang selalu tanpa ragu kupilih tatkala aku mengunjungi coffe shop meski di sana banyak sekali pilihan menu minuman lain yang tak kalah menarik. Aku cinta kopi, sebagaimana aku berterima kasih pada secangkir kopi yang kubuat sendiri untuk ayahku tiap kali ia mengeluh sakit kepalanya. Aku cinta kopi, sebagaimana aku berterima kasih untuk tiap tarikan nafasku yang kuhirup bersamaan dengan aroma kopi yang menusuk.

Lalu, aku tak bisa melawan takdirku dan menerima kenyataan bahwa kopi pernah suatu kali hampir kurasa membunuhku. Aku tak bisa meneruskan perasaan ini untuk kopi. Aku tak boleh sampai membencinya, begitu pikirku. Aku hanya butuh untuk tidak menemuinya lagi, menahan diri tiap melihat namanya tertera dalam buku menu, betapapun aku merindukannya, namanya tak boleh sampai terucap bahkan sampai aku ingin memilikinya! Tentunya untuk menemani hariku dengan berbagai tegukan yang kurasakan terhadapnya.

Tapi kopi tak akan pernah patah hati sekalipun mungkin aku sempat membencinya, tak akan pernah marah sekalipun aku tak pernah lagi mau menemuinya. Ia akan tetap menjadi kopi yang namanya tertera dalam buku atau papan menu dimana-mana. Ia akan tetap menjadi kopi yang dicari dan dicintai banyak orang – selain aku. Ia akan tetap menjadi kopi yang disebut-sebut sebagai teman dalam berbagai perjalanan.

Untuk kisahku dan kopi, sengaja tak kuceritakan. Kubiarkan kau datang padaku di suatu hari, saat itu mungkin kita berdua akan duduk-duduk menghabiskan waktu untuk bercerita tentang satu sama lain, saat itu aku bisa cerita apapun padamu, dan kau juga begitu padaku. Saat aku menjawab semua tanda tanya dalam benakmu selama ini tentangku. Mungkin saat itu ada secangkir kopi di hadapanmu dan segelas es teh di hadapanku. Aih, ganti deh. Segelas taro milk tea yang di dalamnya ditaburi black tapioka pearl kesukaanku! Saat itu jangan bertanya lagi apa minuman kesukaanku, jawabannya ada di hadapanmu!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar