29/03/18

Dunia Lebih Hina Dari Bangkai


Pict: Donggala, Sulawesi Tengah

“Dari Jabir bin Abdullah RA, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam pernah masuk ke pasar melalui jalan yang tinggi dengan diikuti orang banyak di kanan kiri beliau. Kemudian beliau menemukan seekor anak kambing yang mati dengan kedua telinga yang kecil. Setelah itu beliau mengangkat anak kambing itu dengan beliau pegang telinganya seraya bertanya, “Siapakah di antara kalian yang mau membeli kambing ini seharga satu dirham?” Orang-orang menjawab, “Tentu kami tidak ingin membelinya ya Rasulullah. Untuk apa membeli kambing yang telah menjadi bangkai.” Beliau bertanya lagi, “Apakah ada di antara kalian yang ingin memilikinya tanpa harus membeli?” Mereka menjawab, “Demi Allah, seandainya kambing itu masih hidup, maka kambing tersebut cacat, yaitu telinganya yang kecil. Terlebih lagi kini ia telah menjadi bangkai.” Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam bersabda, “Demi Allah, sungguh dunia itu di sisi Allah nilainya lebih hina daripada hinanya bangkai anak kambing ini di mata kalian. {Muslim 8/210-211}

Ketakutan


Apa kalian pernah merasakan ketakutan seperti yang saya rasakan?

Misal,

Menangis saat berpisah dengan orangtua,

karena takut itu akan menjadi pertemuan terakhir dengan mereka.


Atau,

takut mengangkat telpon,

takut hari itu mendengar kabar kehilangan salah satunya.


Dan hal-hal seperti ini akan selalu berhasil membuat saya menangis.


Lalu, seperti ada suara yang lewat di telinga saya,

“Nina, bukankah kau tahu dengan benar bahwa perpisahan di dunia bukanlah perpisahan yang abadi. Perpisahan sesungguhnya adalah saat kedua orang terpisah tempat antara surga dan neraka. Maka, berusahalah agar bertemu kembali di tempat yang paling dirindukan dalam hatimu. Surga, bukan?”



Yogyakarta, 29 Maret 2018

"Mbok, Sabar..”


Dia baru saja memutuskan untuk berjilbab kemarin sore.

Namun, tadi pagi kau sudah mengomentarinya tentang mazhab. Tentang mazhab!

Mbok, sabar…


At least, dia sudah tidak mengumbar aurat seperti yang dulu setiap hari ia lakukan. At least, pakaiannya sudah tertutup dan tidak memamerkan aurat yang itu.

Insyaa Allah, jika ia terus belajar, ia akan tahu bahwa aurat itu beraneka macam bentuk dan maknanya, bukan hanya apa yang biasa nampak, tetapi apa yang perlu dijaga dalam hati, lisan, bahkan pikiran.

Pun, saya, masih sangat perlu banyak belajar.


Mbok, sabar…

Gitu kalau kata orang Jawa.