18/07/18

Keajaiban Perjalanan 6 Buku Favorit!


Fihi Ma Fihi

Sebuah buku tentang filsafat agama yang saya temui ketika saya pergi keluar kota untuk menikmati weekend bersama dokter kesayangan saya. Rencana keluar kota saat itu hampir-hampir gagal karena saya tidak berhasil menghubungi saudara saya yang saya pikir rumahnya bisa saya tinggali semalam saja. Sebelum weekend tiba, pada hari kamisnya saya tengah chat dengan sahabat saya. Kami baru saja berkenalan ketika saya tiba di Jogjakarta, tetapi saya merasa seperti sudah bersahabat lama dengannya. Meski ia hanya satu tahun di Jogja, banyak waktu yang telah kami habiskan bersama-sama, perjuangan keras untuk belajar demi masuk PTN kala itu.

Waktu chat kala itu saya benar-benar lupa rumahnya dimana. Tiba pada pertanyaan saya bertanya dia ada dimana sekarang, dia menjawab bahwa dia ada di rumahnya. Saya kembali bertanya dengan sangat bodohnya karena lupa rumahnya dimana, usai dia menjawab kota tempat tinggalnya, saya merasa ia adalah jawaban untuk keraguan saya untuk berakhir pekan di luar kota. Luar biasanya memang keluarganya sangat menyambut kami, bersama kedua orangtuanya, ia menjemput kami di pinggir jalan selepas kami turun dari bus, mengajak siang bersama, bahkan kedua orangtuanya berbaik hati mengantarkan kami kemanapun tempat wisata yang kami inginkan hingga larut malam.

Tiba saatnya kami beristirahat, tidur bertiga dalam kamar anak perempuan yang saya kenal sebagai sosok yang cuek, simple, easy going, tak banyak bicara, tidak moody, keren pokoknya! Di atas meja belajarnya kala itu, saya melihat buku berjudul Fihi Ma Fihi, buku itu pasti yang sedang dibacanya saat ini! Dan memang benar saja. Bacaan yang dibaca oleh sahabat saya ini memang selalu tidak bisa tertebak. Ia selalu membaca buku-buku yang berat, tidak biasa, tapi tentunya buku yang keren. Kebanyakan bacaannya adalah tulisan-tulisan penulis luar. Hampir-hampir setiap buku di tangannya adalah asing di mata saya. Kala itu Fihi Ma Fihi menarik saya untuk membacanya. Buku seorang filsuf, tentu tentang ketuhanan, sebuah buku karya Jalaluddin Rumi yang namanya sangat fenomenal. Buku ini sekaligus menjadi awal ketertarikan saya terhadap buku-buku berbau ketuhanan lainnya.

Kalau diantara pembaca ada yang tertarik, carilah buku Fihi Ma Fihi dengan cover putih, bukan hitam. Saya tidak tahu pasti apakah isinya berbeda, tetapi font dan peletakkan tulisan serta konsep buku bahkan kertas yang digunakan jauh berbeda dengan cover yang versi berwarna putih. Carilah buku yang bercover putih karena menurut saya buku tersebut lebih nyaman untuk dibaca. Jangan tertukar, sebab pada cover tidak saya temui pembeda diantara kedua buku tersebut.


Rectoverso

Rectoverso karangan Dee Lestari masuk ke dalam list buku favorit saya sejak dulu! Rectoverso memiliki konsep buku yang berbeda dengan kebanyakan buku lainnya. Covernya yang hardcover, font huruf yang tak biasa, disisipi gambar-gambar sunyi berwarna di setiap babnya dengan menghadirkan 11 cerita pendek sederhana yang menyentuh hati. Setiap ceritanya memiliki inspirasi yang berbeda-beda, tetapi selalu tentang hal yang sederhana. Buku ini juga berhasil difilmkan padahal setiap babnya memiiki cerita yang berbeda-beda. Karena saya sudah selesai membacanya atas pinjaman buku seorang teman, saya tidak bermaksud untuk membelinya meski saya jatuh hati pada buku yang satu ini.

Suatu hari saya datang ke sebuah acara amal. Di sana dibuka garage sale yang menjual berbagai macam buku-buku yang masih sangat bagus-bagus. Saya menemukan Rectoverso diantara buku-buku itu. Ah, sayang sekali, buku sebagus itu ditelantarkan di sana. Saya mengambilnya dan langsung membayarnya. Kini, buku itu ada di rak buku saya bersama dengan buku-buku kesayangan saya lainnya.

Terkadang, kita mampu untuk menahan untuk tak memiliki. Namun, ada kalanya waktu-waktu dimana kita bertemu dengannya lagi dan diberi kesempatan untuk bersamanya. Mungkin juga untuk selamanya.


Reclaim Your Heart

Buku yang satu ini pertama kali saya menemukannya saat tengah blogwalking ke blog seorang penulis yang cukup ternama di kalangan kami sendiri. Namun, saya menemukannya pada postingan-postingan lamanya, lama sekali. Saat itu ia bahkan menyisipkan link untuk mendownload versi PDF nya, rupanya berbahasa inggris, dan itu membuat saya cukup lama untuk membacanya terlebih saya tidak menyukai berlama-lama menatap layar gadget. Entah kenapa, kata hati bilang bahwa buku ini bagus karena juga direkomendasikan oleh seorang penulis yang bagus.

Lalu, lagi-lagi penulis lainnya merekomendasikan buku yang sama. Maka isenglah saya ke toko buku di dekat sini mencari buku tersebut. Di toko buku pertama bukunya telah habis, pada toko buku kedua, terkejutlah saya karena di sana masih ada hampir sepuluh buku. Saya tidak menyesal untuk buku yang satu ini. Tulisannya mencerahkan orang-orang yang mau membuka pikirannya untuk menerima wawasan-mencerahkan tentang cinta, duka, dan bahagia. Misal, mengapa orang-orang harus saling meninggalkan?


The Life-Changing, Magic of Tidying Up

Buku ini adalah buku yang direkomendasikan oleh ibu saya saat saya mengeluhkan bahwa betapa banyaknya barang saya dan betapa sulitnya saya untuk melepaskannya. Buku ini adalah buku karya Marie Kondo tentang seni dalam beres-beres. Unik, ya? Rupanya beres-beres pun ada seninya, ada tekniknya, ada cara yang jitu yang memudahkan kita dalam membereskan barang-barang di rumah kita.

Penulis mencoba menganjurkan kita untuk mulai membuang satu buah benda perhari. Lalu seperti apa benda-benda itu? Buku ini mengajarkan kita untuk membuang barang yang apabila saat kita menyentuhnya, benda tersebut tidak membangkitkan kegembiraan, memulai kebiasaan berbenah yang efektif dengan sisem berbenah berdasarkan kategori bukan lokasi. Selain itu, jangan mulai dari barang kenangan, karena akan lama dan sulit menentukan karena kita lama menimang-nimang. Hal penting lainnya juga jangan sampai terlihat oleh orangtua atau saudara saat hendak membuang semua barang yang kita rasa tak terpakai itu, sebab mereka akan menjadi penyortir kedua yang biasanya akan menahan barang-barang itu, mengatakan bahwa barang itu suatu saat akan dipakai, atau buku itu nanti akan dibaca, padahal suatu saat atau nanti adalah sama dengan “tidak akan pernah”, itu prinsip yang perlu ada di logika, agar berbenah dengan mengurangi barang menjadi berhasil. Coba saja lihat barang di rumah yang sudah 3 bulan, 6 bulan, atau bahkan selama setahun tidak pernah terpakai. Mengapa sulit untuk dibuang? Toh, tidak pernah dipakai?

Buku ini cukup menampar orang-orang seperti saya yang senang menimbun barang, senang bermain dengan kalimat suatu hari nanti, atau orang-orang yang khawatir membutuhkan barang tersebut lagi sehingga tak cukup berani untuk membuangnya. Oleh karena itu, mengurangi barang atau tidak menimbun, dimulai dengan tidak membeli buku yang tidak benar-benar saya sukai, juga tidak membeli sepatu berturut-turut dalam waktu berdekatan, apalagi membeli tas. Saya masih berusaha untuk membenahi pakaian-pakaian lama saya untuk saya desain ulang seperti kemauan saya sehingga saya tidak perlu membeli baju baru, ya meski kadang-kadang sulit  mengendalikan juga, sih.

Saya pikir buku tersebut sulit ditemukan di Indonesia, maka saya bermaksud untuk mencari reviewnya saja di google. Tiba-tiba pekan ini, roommate saya mengatakan bahwa selama seminggu kedepan akan ada temannya yang datang dan menginap bersama kami. Tiba malam harinya, kakak tersebut membaca sebuah buku yang nama penulisnya tak asing di benak saya. Malam itu saya berniat mencari tahu tentang buku yang ditulis oleh Marie Kondo, dan tiba-tiba saja di kamar saya ada seseorang yang tengah membaca buku tersebut. Kedatangan orang tersebut seolah menjawab doa ibu saya agar saya diberi pemahaman dalam seni beres-beres melalui buku karya Marie Kondo. Wah! Suatu kebetulan yang sudah tertakdir!


Setengah Isi Setengah Kosong

Buku ini adalah buku berisikan motivasi yang berhasil saya selesaikan ketika saya duduk di bangku sekolah dasar bahkan catatan berbagai quote yang saya salin dari buku tersebut masih saya simpan hingga sekarang. Sejak sekolah dasar, saya senang memaca buku motivasi. Buku motivasi menarik lainnya adalah buku Chicken Soup for The Soul Series yang menyajikan judul beragam, bahkan ketika itu buku-buku tersebut menawarkan versi komik full colour yang membuat anak-anak bertambah semangat membaca. Saya merasa beruntung di sekolahkan di sekolah dengan perpustakaan yang memiliki koleksi buku-buku bernilai. Hingga tamat sekolah dasar, saya hampir menghabiskan lima buah kartu perpustakaan yang masing-masing kartu berisi 30 list buku-buku yang pernah saya pinjam. Sayangnya tulisan bapak penjaga perpustakaan kala itu cukup sulit dibaca, sehingga saya sulit mendeteksi buku-buku apa saja yang pernah saya baca ketika sekolah dasar dulu. Beberapa saya temui dan berusaha mengenal judulnya adalah bacaan remaja, padahal kala itu saya masih duduk di bangku sekolah dasar, pantas saja buku tersebut terasa tidak nyambung dan tak sampai di logika saya ketika dulu membacanya.

Saya sangat suka dengan buku motivasi satu ini, Setengah Isi Setengah Kosong! Sebagai seorang anak kecil dulu, banyak sekali pelajaran yang bisa saya ambil dari sana. Kisah-kisahnya juga bersifat internasional, diambil dari berbagai negeri. Sayangnya, suatu hari ketika saya bertanya pada ibu saya, dimana buku tersebut, ibu saya mengatakan bahwa seseorang telah meminjamnya namun beliau lupa siapa orangnya.

Bertahun-tahun usai dari hari itu, hingga di suatu hari seoranng teman membuat sebuah story di instagram bahwa ia tengah membereskan rak bukunya yang super besar dan bermaksud membuang buku-buku yang dirasanya tidak penting lagi. Isenglah saya mengatakan bahwa saya siap menampungnya. Dengan cepat ia membalas, ia menyuruh saya untuk datang ke rumahnya. Dengan senang hati saya datang dan banyak sekali buku-buku bagus yang ingin dibuangnya. Mata saya berbinar melihat sebuah buku bercover biru berjudul Setengah Isi Setengah Kosong. Lupa-lupa ingat, seingat saya dulu warna covernya putih. Waktu berlalu banyak, mungkin juga covernya berganti seiring musim berganti.

Bahagianya, seperti telah menemukan apa yang telah lama hilang, perjalanan ajaib ini membawa kembali apa yang pernah pergi. Meski waktu berlalu banyak, ada saja perasaan-perasaan yang tak pernah berganti, melihat buku itu ternyata masih ada di sekitar diri, akan saya jadikan teman kembali, sesuatu yang pernah memberi saya banyak motivasi. Terima kasih!


Sirkus Pohon

Membaca karya Andrea Hirata telah saya mulai sejak duduk di bangku sekolah dasar. Kala itu ibu saya membelikan dua series dari tetralogi Laskar Pelangi, yakni berjudul Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi. Buku-buku tersebut tak pernah selesai saya baca hingga tayang film-filmnya. Buku-buku tersebut sangat berat untuk dibaca oleh saya yang kala itu masih sekolah dasar. Lebih tebal dari buku-buku yang biasa saya baca. Ah, tiba-tiba merindu pada mereka! Buku-buku periode sekolah dasar hingga tamat sekolah menengah atas, semuanya dijadikan satu dalam satu kardus di dalam sebuah rumah yang hanya pernah saya tengok satu kali dalam hidup saya. Ya, semoga hanya sekali, saya berharap Allah mengabulkan doa kami agar kedua orangtua kami pindah rumah lagi dan menetap di kota yang kami impikan, pergi bersama kardus-kardus berisikan buku-buku itu yang sebagian besar larut dalam kenangannya masing-masing. Sebab dulu saya tak berani membeli buku karena harganya selangit bagi anak sekolah, hampir semua buku adalah dibelikan atau berupa pemberian dari orang-orang yang berbaik hati meninggalkan kenang-kenangan yang akan selalu saya susun rapi di rak, seharusnya. Tetapi, keadaan membuatnya tertimbun di dalam kardus-kardus usang. Sampai bertemu kembali buku-bukuku!

Lalu lama tak membaca buku karya Andrea Hirata sampai bertemu novel berjudul Ayah di suatu hari. Terpukau dibuatnya, sebuah tragedi yang diceritakan secara menarik berdasarkan urutan waktu yang tak biasa dan bahasa alias gaya menulis Andrea Hirata yang terbilang membuat saya ketagihan membaca. Maka ketika ia menerbitkan kembali sebuah novel cerdas berjudul Sirkus Pohon, saya bergegas ke toko buku. Bukan, bukan tak mau ketinggalan dengan yang lainnya, tetapi tak sabar bertemu dengan tulisan-tulisan yang selalu membuat saya ketagihan.

Usai membeli, saya ada janji bertemu seorang teman. Terkejut karena rupanya ia juga membawa buku yang serupa! Bahkan ia pre-order di toko buku dimana saya baru saja membeli buku tersebut. Kami tertawa dan sebahagia itu karena jatuh cinta pada buku yang sama. Bahagia selalu saja dari hal-hal yang sederhana.

Ini hanya beberapa perjalanan ajaib buku-buku yang sampai ke tangan saya. Saya masih menunggu untuk perjalanan-perjalanan menakjubkan yang selanjutnya! Setiap perjalanan punya cerita, setiap cerita mencipta kenangan, dan setiap kenangan yang baik akan mempengaruhi masa-masa yang akan datang dengan kebaikannya. Terima kasih!

2 komentar: