11/07/18

Review Buku Reclaim Your Heart by Yasmin Mogahed: Bab Cinta




Buku Reclaim Your Heart karya Yasmin Mogahed dan buku Revive Your Heart karya Ustadz Nouman Ali Khan berhasil menggagalkan rencana saya untuk berpuasa beli buku di tahun ini.

Sederet kalimat mencengangkan sekaligus menakjubkan tertulis di lembar pertama buku karya Yasmin Mogahed itu, Kami mengerti, Anda hanya membutuhkan buku bermutu, dengan ulasan yang hebat, dan menghebatkan. Sekarang bersyukurlah, Anda telah mendapatkannya. Begitu yang tertulis di sana. Kalimat yang tertulis di lembar pertama buku ini sungguh berani, terkesan menyadarkan kita bahwa betapa banyak buku-buku di luar sana yang seringnya kita hanya sedikit sekali mendapatkan apa yang bisa dipelajari darinya. Oleh karena itu sederet kalimat di lembar pertama itu tak main-main menyiratkan bahwa buku ini penuh dengan pembelajaran yang luar biasa yang dapat membuka pikiran para pembacanya, sebagaimana yang tertera pada cover tepat di bawah judul Reclaim Your Heart tersisip kalimat Wawasan-Mencerahkan Tentang Cinta, Duka, dan Bahagia.

Bab tentang Cinta bukanlah bab yang pertama dalam buku ini, akan tetapi bab ini adalah bab yang pertama yang saya baca karena entah kenapa saya terdorong untuk membacanya terlebih dahulu. Saya penasaran dengan pandangan Yasmin Mogahed tentang cinta itu apa. Di dalam bab cinta ini terbagi lagi menjadi beberapa judul.
                                                                                       
Judul pertama adalah Lolos Dari Penjara Terburuk. Seperti apa kaitannya cinta dengn penjara terburuk? “Orang yang benar-benar terpenjara adalah yang terpenjara hatinya dari Tuhan. Orang yang tertawan adalah yang tertawan oleh hawa nafsunya.” (Ibnu Qayyim, al-Wabil)

Yasmin menuliskan, yang lebih buruk adalah siksaan karena menaruh sesuatu di tempat yang seharusnya diisi oleh Allah. Oleh karena itu, tidak ada bencana, tidak ada kehilangan, tidak ada hal yang akan menyebabkan kepedihan lebih besar daripada menempatkan sesuatu sejajar dengan Allah dalam hidup atau hati kita. Syirik di tingkat mana saja menghancurkan jiwa manusia melebihi tragedi manausia apa pun. Dengan membuat jiwa Anda mencintai, memuja, atau tunduk kepada sesuatu yang seharusnya itu adalah Tuhan, Anda mengembalikan jiwa Anda ke dalam posisi yang tidak pernah ditakdirkan untuk seperti itu.

Jika sesuatu yang fana, sementara, dan memudar menjadi pusat hidup kita, menjadi alasan keberadan kita, kita pasti akan hancur. Sedangkan, ketika Anda bergantung pada objek yang tak tergoyahkan, tak terpatahkan, dan tak berakhir, Anda takkan pernah jatuh. Anda takkan pernah hancur.

Hati yang memahami bahwa satu-satunya tragedi yang sebenarnya adalah kompromi dari tauhid (keesaan Tuhan), bahwa satu-satunya kesengsaraan yang tak dapat teratasi adalah penyembahan kepada siapa pun atau apa pun selain Yang Maha Esa. Satu-satunya penjara yang sebenarnya adalah penjara yang timbul karena menyekutukan Allah dengan sesuatu. Entah objeknya adalah hasrat, nafs (ego), kekayaan, pekerjaan, pasangan, anak-anak, atau mencintai kehidupan, dewa-dewa palsu itu memerangkap dan memperbudak jika Anda menjadikannya yang tertinggi. Kepedihan akibat perbudakan tersebut terasa lebih besar, lebih dalam, dan lebih tahan lama daripada kepedihan yang lain yang dapat ditimbulkan oleh semua tragedi kehidupan ini.

Pada judul selanjutnya, Apakah Yang Saya Rasakan Ini Cinta? Diawali dengan sebuah kalimat dengan tanpa kutip, “Cinta adalah Penyakit serius bagi jiwa”.

Yasmin menuliskan jika dengan “jatuh cinta” berarti hidup kita pecah berkeping-keping, dan kita benar-benar hancur, sengsara, sepenuhnya tersita, hampir tak bisa berfungsi, dan bersedia mengorbankan segalanya, kemungkinan besar itu bukan cinta.

Ada nama yang berbeda dari obsesi yang kita pikir itu adalah cinta. Dalam tulisannya, Yasmin mengatakan itu adalah hawa—kata yang digunakan dalam Al-Quran untuk merujuk pada hasrat dan nafsu manusia yang paling rendah dan sia-sia. Dengan memilih untuk tanduk kepada hawa daripada petunjuk Allah, kita memilih untuk menyembah keinginan-keinginan itu. Jika “rasa cinta” akan sesuatu membuat kita bersedia menyerahkan keluarga, martabat, diri, tubuh, kewarasan, kedamaian pikiran, din dan bahkan Tuhan yang menciptakan kita dari ketiadaan, ketahuilah bahwa kita tidak sedang jatuh cinta. Kita adalah budak.

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya...” (QS. Al-Jasiyah [45] :23)

Cinta sejati, seperti yang Allah takdirkan, bukanlah penyakit ataupun ketergantungan. Cinta sejati adalah kasih sayang dan kemurahan hati. Cinta sejati mendatangkan ketenangan, bukan siksaan batin. Cinta sejati memungkinan Anda berdamai dengan diri sendiri dan dengan Tuhan.

Yasmin memberitahu kepada pembaca suatu cara untuk mengetahui apakah cinta yang kita punya itu Hawa atau bukan? Ajukan pertanyaan ini pada diri sendiri: Apakah dengan semakin dekat kepada orang yang saya “cintai” ini, saya menjadi lebih dekat atau lebih jauh dari Allah? Dalam suatu cara, apakah orang ini telah menggantikan tempat Allah di dalam hati saya?

Pada bab berikutnya, Ada Cinta di Udara, Yasmin menuliskan betapa seringnya kita berpikir bahwa Allah hanya menguji kita dengan cobaan-Nya, padahal itu tidak benar. Allah juga menguji kita dengan kemudahan. Dia menguji kita dengan na’im (nikmat) dan dengan hal-hal yang kita cintai—justru dalam bentuk ujian ini kebanyakan dari kita gagal. Kita gagal karena Allah memberi kita nikmat-nikmat ini dan tanpa disadari, kita menjadikannya objek pemujaan palsu.

Orang itu menjadi pusat dunia kita—seluruh kekhawatiran, pikiran, rencana, ketakutan dan harapan kita hanya berputar di sekitar mereka. Jika mereka bukan pasangan kita, kadang-kadang kita bahkan rela terjerumus ke dalam sesuatu yang haram hanya untuk bersama mereka.

 “Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah…” (QS. Al-Baqarah [2]: 165)

Dilanjut dengan judul Inilah Cinta dengan pembahasan mulai jauh ke arah pernikahan. Anda diajari bahwa kisah-kisah berakhir di pernikahan dan saat itulah Jannah (Surga) dimulai. Saat itulah Anda akan terselamatkan dan utuh, dan segala sesuatu yang pernah rusak akan diperbaiki. Satu-satunya masalah adalah kisahnya tidak berakhir di sana (saat telah menemukan jodoh dan menikah). Di situlah kisahnya dimulai. Di situlah pengembangan dimulai; pengembangan kehidupan, pengembangan karakter, pengembangan sabr, kesabaran, ketabahan, dan pengorbanan. Pengembangan altruisme. Pengembangan cinta. Dan, pengembangan jalan Anda kembali kepada-Nya.

Namun, jika orang yang Anda nikahi menjadi fokus utama Anda dalam hidup, perjuangan Anda baru saja dimulai. Sekarang pasangan Anda akan menjadi ujian terbesar Anda. Sampai Anda mengeluarkannya dari tempat di hati Anda yang seharusnya ditempati oleh Allah, rasa sakitnya tak berkesudahan. Ironisnya, pasangan Anda akan menjadi alat untuk ekstraksi yang menyakitkan ini, sampai Anda belajar bahwa tempat di hati manusia hanya diciptakan oleh—dan untuk—Tuhan.

Ada pelajaran lain yang akan Anda alami di sepanjang jalan ini—setelah jalan panjang kehilangan, kemajuan, kegagalan, kesuksesan, dan begitu banyak kesalahan—yaitu bahwa setidaknya ada dua jenis cinta. Akan ada sejumlah orang yang Anda cintai karena apa yang Anda dapatkan dari mereka: apa yang mereka berikan kepada Anda, bagaimana mereka memengaruhi perasaan Anda.

Tapi, sesekali, akan ada orang yang memasuki kehidupan Anda yang Anda cinta—bukan karena apa yang telah mereka berikan—tetapi karena diri mereka apa adanya. Keindahan yang Anda lihat di dalamnya adalah refleksi dari Sang Pencipta, sehingga Anda mencintai mereka.

Segala sesuatu yang Anda beri atau ambil atau cintai atau tidak cintai, akan digerakkan oleh-Nya. Bukan Nafs Anda. Ini untuk-Nya. Bukan untuk nafs Anda. Ini berarti Anda akan mencintai apa yang Tuhan cintai dan menjauhi apa yang tidak Tuhan sukai.

Pada judul Pernikahan yang Sukses: Mata Rantai yang Hilang, Yasmin menulis lebih dalam lagi tentang interaksi dan berbagai pemaknaan peran, logika, perasaan, dari sepasang suami-istri. Yasmin mengutip perkataan seorang penulis bernama Eggerich yang menjelaskan bahwa penelitian yang ekstensif telah menemukan bahwa kebutuhan utama kaum lelaki adalah untuk dihormati, sementara kebutuhan utama wnaita adalah untuk dicintai. Ia menjelaskan apa yang disebutnya sebagai “siklus gila”—pola pertengkaran yang terbentuk ketika istri tidak menunjukkan rasa hormat dan suami tidak menunjukkan rasa cinta. Ia menjelaskan bagaimana kedua hal itu mempertegas dan menyebabkan terjadinya yang lain. Dengan kata lain, ketika seorang istri merasa bawha suaminya tidak bertindak dengan penuh kasih sayang, sering kali dia akan bereaksi dengan bersikap tidak hormat, yang pada gilirannya akan membuat suami semakin tidak menunjukkan rasa cintanya. Solusinya adalah istri menunjukkan rasa hormat tanpa syarat kepada suami dan suami menunjukkan cinta tanpa syarat kepada istrinya.

Rasulullah juga bersabda, “Suami yang beriman tidak boleh membenci istrinya yang beriman. Jika ada sesuatu yang tidak disukai dari sang istri maka sang suami seharusnya mencari sesuatu yang disukai darinya.” (HR. Muslim)

Terima kasih untuk orang-orang yang mencintai, tetapi tetap menjaga pandangannya, menjaga jaraknya, menjaga percakapannya. Jikalau tidak bisa membalas kebaikanmu dalam cara kamu mencintai seperti ini, semoga Allah yang membalasnya.

Saya tahu bagaimana sulitnya mengendalikan hawa nafsu, yang semestinya semua manusia pun sudah semestinya memahami hal yang satu ini. Namun seringnya dikalahkan, akhirnya menentang tiada batas, berdalih dengan membuat alasan dengan karangan sendiri, mengatakan ini zamannya sudah berubah, apakah kamu berpikir bahwa dengan berubahnya zaman, berubah pula hukum Allah? Tidak, tentu tidak. Hukum Allah berlaku sepanjang masa, karenanya saya mulai memahami tentang hal yang ditakuti oleh Rasulullah selepas kepergiannya.

Terima kasih untuk orang-orang yang mencintai tetapi tidak membuang-buang waktunya dengan mengatakan hal-hal manis yang belum patut dan hal-hal yang biasa dikatakan oleh orang-orang yang jatuh cinta. Bukankah kepada perempuan tak perlu disampaikan berucap kali? Karena toh, meski hanya satu kali ia kau bisiki cinta, perempuan kacaunya bukan main dengan pikirannya sendiri. Meski kau hanya satu kali datang dan tak juga kembali, apa kau pikir perempuan akan bergegas melupakan hari itu? Tidak, perempuan mana yang tak meleleh hatinya ketika ia disambar cinta? Kau harus tahu betapa rumitnya perempuan dengan dirinya sendiri, sekalipun tak pernah ia tampakkan.

Oleh karena itu, mengapa laki-laki harus senantiasa berhati-hati dengan ucapan maupun perbuatannya? Berlaku baiklah sewajarnya, karena terlalu baik adalah perbuatan yang seringkali sulit dipahami dan disalah artikan oleh perempuan. Itulah mengapa kita perlu banyak belajar, agar kita mampu bersikap baik pada tempatnya, bersikap baik pada kadar dan kebutuhannya. Semoga Allah senantiasa melindungi kita dari perasaan-perasaan dan hawa nafsu yang sulit terkendali, semoga Allah merahmati kita. Aamiin.



Yogyakarta, 11 Juli 2018.
//Maka kelak jangan pesalahkan aku
Jika terjebak dalam kesederhanaan mencinta
Yang tak menjadikanmu pusat semesta.//


*Sumber gambar: Google


4 komentar:

  1. MasyaAllah terima kasih review nya Nin. Sering2 yg kayak gini hahah yg cintacinta wkwkwkw

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini postingannya panjang, loh. Dibacaji kah? :))

      Hapus
    2. Deh nassami gang. Apa yg tdk kulewatkan? Wkwkwk lol

      Hapus