Jika saya
seorang pemuda yang kuat,
Saya akan malu
pada seorang kakek yang jalannya amat sangat lamban bahkan terbilang
tertatih-tatih karena kondisi kakinya yang sudah tidak seimbang untuk menapak
jalan menuju masjid di ujung lorong.
Jika saya
seorang pemuda yang kompeten dalam bekerja,
Saya akan malu
pada seorang kakek yang dengan gigih mengayuh perlahan kursi rodanya menuju
masjid yang amat berjarak dari rumahnya.
Jika saya
seorang pemuda yang menghargai waktu,
Saya akan malu
pada seorang kakek yang meski dengan segala kemegahan yang ia punya, tetap satu
hal yang dilakukanya begitu azan berkumandang, ia bersegera meninggalkan segala
kemegahannya menuju masjid, tempat pertemuannya dengan Sang Empunya Segalanya.
Jika saya
seorang pemuda yang kuat,
Saya malu masih
berkeliaran bila petang datang menyapa atau masih lelap bila subuh mulai
menjelma.
Jika saya
seorang pemuda yang kuat,
Saya malu masih
terduduk-duduk di teras sementara azan terdengar jelas menyapa di telinga.
Jika saya
seorang pemuda yang kuat,
Saya malu bila
semudah itu menolak ajakan shalat seorang kawan yang tak ingin ke Surga bila
tanpa saya.
Jangan berdalih
dengan alasan kakek-kakek itu sudah tua sehingga semudah itu beliau-beliau
untuk mengingat Tuhan, untuk merindukan perjumpaan dengan Tuhan, untuk
memperbanyak sujud di hadapan Tuhan dan lain sebagainya. Tanyakanlah barangkali
pada jasmani dan rohanimu yang kuat dan sehat itu, semudah itu kau kalah dengan
para orangtua yang menginginkan hidup yang lebih baik di ujung hayatnya?
Sementara kesempatanmu untuk lebih baik, tentu bisa kau mulai dari sekarang,
anak muda!
Namun, aku
sendiri barangkali sebagai pribadiku,
Setiap kali
melihat hal yang menurutku kurang pada tempatnya,
Aku hanya bisa
membatin, “Mungkin mereka tidak paham.”
Itu sama halnya
dengan yang selalu dikatakan Ibuku.
Perkataan Ayahku
lebih dalam lagi, “Jangan pernah mudah menilai orang, tentang apapunnya
termasuk kebiasaan dan cara dia
menyikapi hidupnya, kita tidak akan pernah tahu di ujung hayatnya ia seperti
apa, kita tidak pernah tahu siapa yang lebih baik di antara kita di mata Allah.
Pun diri kita, kita tidak akan pernah tahu kapan sekiranya kita berubah dan
barangkali menjadi lebih buruk dari yang kita duga.” Maka dari itu beliau selalu
mengalihkan pembicaraan kami yang kerap kali tak sengaja menilai seseorang.
*Segala fenomena
ini terlihat di sepanjang daerah Sapen, Demangan, Yogyakarta*
//Yogyakarta, 16
Oktober 2018//
Tidak ada komentar:
Posting Komentar