18/10/18

Jika Saya Seorang Pemuda


Jika saya seorang pemuda yang kuat,

Saya akan malu pada seorang kakek yang jalannya amat sangat lamban bahkan terbilang tertatih-tatih karena kondisi kakinya yang sudah tidak seimbang untuk menapak jalan menuju masjid di ujung lorong.


Jika saya seorang pemuda yang kompeten dalam bekerja,

Saya akan malu pada seorang kakek yang dengan gigih mengayuh perlahan kursi rodanya menuju masjid yang amat berjarak dari rumahnya.


Jika saya seorang pemuda yang menghargai waktu,

Saya akan malu pada seorang kakek yang meski dengan segala kemegahan yang ia punya, tetap satu hal yang dilakukanya begitu azan berkumandang, ia bersegera meninggalkan segala kemegahannya menuju masjid, tempat pertemuannya dengan Sang Empunya Segalanya.


Jika saya seorang pemuda yang kuat,

Saya malu masih berkeliaran bila petang datang menyapa atau masih lelap bila subuh mulai menjelma.


Jika saya seorang pemuda yang kuat,

Saya malu masih terduduk-duduk di teras sementara azan terdengar jelas menyapa di telinga.


Jika saya seorang pemuda yang kuat,

Saya malu bila semudah itu menolak ajakan shalat seorang kawan yang tak ingin ke Surga bila tanpa saya.


Jangan berdalih dengan alasan kakek-kakek itu sudah tua sehingga semudah itu beliau-beliau untuk mengingat Tuhan, untuk merindukan perjumpaan dengan Tuhan, untuk memperbanyak sujud di hadapan Tuhan dan lain sebagainya. Tanyakanlah barangkali pada jasmani dan rohanimu yang kuat dan sehat itu, semudah itu kau kalah dengan para orangtua yang menginginkan hidup yang lebih baik di ujung hayatnya? Sementara kesempatanmu untuk lebih baik, tentu bisa kau mulai dari sekarang, anak muda!


Namun, aku sendiri barangkali sebagai pribadiku,
Setiap kali melihat hal yang menurutku kurang pada tempatnya,
Aku hanya bisa membatin, “Mungkin mereka tidak paham.”
Itu sama halnya dengan yang selalu dikatakan Ibuku.


Perkataan Ayahku lebih dalam lagi, “Jangan pernah mudah menilai orang, tentang apapunnya termasuk  kebiasaan dan cara dia menyikapi hidupnya, kita tidak akan pernah tahu di ujung hayatnya ia seperti apa, kita tidak pernah tahu siapa yang lebih baik di antara kita di mata Allah. Pun diri kita, kita tidak akan pernah tahu kapan sekiranya kita berubah dan barangkali menjadi lebih buruk dari yang kita duga.” Maka dari itu beliau selalu mengalihkan pembicaraan kami yang kerap kali tak sengaja menilai seseorang.


*Segala fenomena ini terlihat di sepanjang daerah Sapen, Demangan, Yogyakarta*


//Yogyakarta, 16 Oktober 2018//

Tidak ada komentar:

Posting Komentar