Pagi itu aku kembali menyusun banyak rencana untuk hari-hari liburanku ke depan di Bandung dengan setengah rencana telah terlaksana. Namun, mendengar kabar nafas Uti tertatih-tatih, kami segera berkemas dan pagi itu juga pulang ke rumah Magelang.
Uti masuk rumah sakit dan kami bergiliran menjaganya. Esok siangnya, aku tengah makan lotek di lorong rumah sakit. Kala itu, kuamanahkan pada Kak Satriya dan Haikal—sepupuku yang baru berusia sembilan tahun, untuk menjaga Uti.
Lotekku hampir habis bersamaan dengan Kak Satriya yang berlari keluar memberitahu kami bahwa saturasi Uti yang tadinya hampir meraih normal, tiba-tiba turun drastis ke angka 60. Kami semua masuk ke kamar dan saturasi telah berada di angka nol. Haikal menjadi saksi grafik di layar monitor berubah menjadi garis lurus panjang seperti di film-film yang ia tonton, katanya.
Perawat berdatangan, pacu jantung dilakukan, dan kami saling bertangisan dalam ruangan.
Jenazah telah dimandikan, dishalatkan, dikuburkan, sebagaimana kewajiban kami mengantarkannya. Satu-persatu urusan diselesaikan.
Benar kata Bu Cinta, "..tapi, kenapa harus dikeluarkan namanya dari daftar KK?" Ya sudah kalau memang begitu ketentuannya, tapi kenapa harus begitu? :(
Allah telah cukupkan perjalanan Eyang Uti di dunia, menyisakan banyak kenangan dan pelajaran. Dan kami yang menyaksikannya membawa tanya dalam benak, "kalau hari itu datang, seperti apa kematian kami kelak? Kalau hari itu datang, cukupkah segala amal menjadi bekal di perjalanan kehidupan berikutnya?"
Tiii, kita sempat selfie berdua ya.. selfie terakhir kalinya.. selfie tepat satu minggu sebelum Uti wafat, 4 Oktober 2022. 🥀
Sebelum foto, batinku berbisik, "mau foto dulu ah sama Uti, takut nanti nggak bisa foto lagi.."
Dan iya, sekarang kita benar-benar sudah tidak bisa foto berdua lagi, Tiii..🥀
Catatan Yk, 9 Okt '22
Tidak ada komentar:
Posting Komentar