Buku Reclaim
Your Heart karya Yasmin Mogahed dan buku Revive Your Heart karya Ustadz Nouman
Ali Khan berhasil menggagalkan rencana saya untuk berpuasa beli buku di tahun
ini.
Sederet kalimat
mencengangkan sekaligus menakjubkan tertulis di lembar pertama buku karya
Yasmin Mogahed itu, Kami mengerti, Anda
hanya membutuhkan buku bermutu, dengan ulasan yang hebat, dan menghebatkan.
Sekarang bersyukurlah, Anda telah mendapatkannya. Begitu yang tertulis di
sana. Kalimat yang tertulis di lembar pertama buku ini sungguh berani, terkesan
menyadarkan kita bahwa betapa banyak buku-buku di luar sana yang seringnya kita
hanya sedikit sekali mendapatkan apa yang bisa dipelajari darinya. Oleh karena
itu sederet kalimat di lembar pertama itu tak main-main menyiratkan bahwa buku ini
penuh dengan pembelajaran yang luar biasa yang dapat membuka pikiran para
pembacanya, sebagaimana yang tertera pada cover tepat di bawah judul Reclaim
Your Heart tersisip kalimat Wawasan-Mencerahkan Tentang Cinta, Duka, dan
Bahagia.
Bab tentang
Cinta bukanlah bab yang pertama dalam buku ini, akan tetapi bab ini adalah bab
yang pertama yang saya baca karena entah kenapa saya terdorong untuk membacanya
terlebih dahulu. Saya penasaran dengan pandangan Yasmin Mogahed tentang cinta
itu apa. Di dalam bab cinta ini terbagi lagi menjadi beberapa judul.
Judul
pertama adalah Lolos Dari Penjara
Terburuk. Seperti apa kaitannya cinta dengn penjara terburuk? “Orang yang benar-benar terpenjara adalah
yang terpenjara hatinya dari Tuhan. Orang yang tertawan adalah yang tertawan
oleh hawa nafsunya.” (Ibnu Qayyim, al-Wabil)
Yasmin
menuliskan, yang lebih buruk adalah
siksaan karena menaruh sesuatu di tempat yang seharusnya diisi oleh Allah. Oleh
karena itu, tidak ada bencana, tidak ada kehilangan, tidak ada hal yang akan
menyebabkan kepedihan lebih besar daripada menempatkan sesuatu sejajar dengan
Allah dalam hidup atau hati kita. Syirik di tingkat mana saja menghancurkan
jiwa manusia melebihi tragedi manausia apa pun. Dengan membuat jiwa Anda
mencintai, memuja, atau tunduk kepada sesuatu yang seharusnya itu adalah Tuhan,
Anda mengembalikan jiwa Anda ke dalam posisi yang tidak pernah ditakdirkan
untuk seperti itu.
Jika sesuatu yang fana, sementara, dan
memudar menjadi pusat hidup kita, menjadi alasan keberadan kita, kita pasti
akan hancur. Sedangkan, ketika Anda bergantung pada objek yang tak tergoyahkan,
tak terpatahkan, dan tak berakhir, Anda takkan pernah jatuh. Anda takkan pernah
hancur.
Hati yang memahami bahwa satu-satunya tragedi
yang sebenarnya adalah kompromi dari tauhid (keesaan Tuhan), bahwa satu-satunya
kesengsaraan yang tak dapat teratasi adalah penyembahan kepada siapa pun atau
apa pun selain Yang Maha Esa. Satu-satunya penjara yang sebenarnya adalah
penjara yang timbul karena menyekutukan Allah dengan sesuatu. Entah objeknya
adalah hasrat, nafs (ego), kekayaan, pekerjaan, pasangan, anak-anak, atau
mencintai kehidupan, dewa-dewa palsu itu memerangkap dan memperbudak jika Anda
menjadikannya yang tertinggi. Kepedihan akibat perbudakan tersebut terasa lebih
besar, lebih dalam, dan lebih tahan lama daripada kepedihan yang lain yang dapat
ditimbulkan oleh semua tragedi kehidupan ini.
Pada
judul selanjutnya, Apakah Yang Saya Rasakan
Ini Cinta? Diawali dengan sebuah kalimat dengan tanpa kutip, “Cinta adalah
Penyakit serius bagi jiwa”.
Yasmin
menuliskan jika dengan “jatuh cinta”
berarti hidup kita pecah berkeping-keping, dan kita benar-benar hancur,
sengsara, sepenuhnya tersita, hampir tak bisa berfungsi, dan bersedia
mengorbankan segalanya, kemungkinan besar itu bukan cinta.
Ada nama yang berbeda dari obsesi yang kita
pikir itu adalah cinta. Dalam tulisannya, Yasmin mengatakan itu adalah
hawa—kata yang digunakan dalam Al-Quran untuk merujuk pada hasrat dan nafsu
manusia yang paling rendah dan sia-sia. Dengan memilih untuk tanduk kepada hawa
daripada petunjuk Allah, kita memilih untuk menyembah keinginan-keinginan itu.
Jika “rasa cinta” akan sesuatu membuat kita bersedia menyerahkan keluarga, martabat,
diri, tubuh, kewarasan, kedamaian pikiran, din dan bahkan Tuhan yang menciptakan
kita dari ketiadaan, ketahuilah bahwa kita tidak sedang jatuh cinta. Kita
adalah budak.
“Maka
pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan
Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati
pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya...” (QS.
Al-Jasiyah [45] :23)
Cinta sejati, seperti yang Allah takdirkan,
bukanlah penyakit ataupun ketergantungan. Cinta sejati adalah kasih sayang dan
kemurahan hati. Cinta sejati mendatangkan ketenangan, bukan siksaan batin.
Cinta sejati memungkinan Anda berdamai dengan diri sendiri dan dengan Tuhan.
Yasmin
memberitahu kepada pembaca suatu cara untuk mengetahui apakah cinta yang kita
punya itu Hawa atau bukan? Ajukan pertanyaan ini pada diri sendiri: Apakah dengan semakin dekat kepada orang
yang saya “cintai” ini, saya menjadi lebih dekat atau lebih jauh dari Allah?
Dalam suatu cara, apakah orang ini telah menggantikan tempat Allah di dalam
hati saya?
Pada
bab berikutnya, Ada Cinta di Udara,
Yasmin menuliskan betapa seringnya kita
berpikir bahwa Allah hanya menguji kita dengan cobaan-Nya, padahal itu tidak
benar. Allah juga menguji kita dengan kemudahan. Dia menguji kita dengan na’im
(nikmat) dan dengan hal-hal yang kita cintai—justru dalam bentuk ujian ini
kebanyakan dari kita gagal. Kita gagal karena Allah memberi kita nikmat-nikmat
ini dan tanpa disadari, kita menjadikannya objek pemujaan palsu.
Orang itu menjadi pusat dunia kita—seluruh kekhawatiran,
pikiran, rencana, ketakutan dan harapan kita hanya berputar di sekitar mereka. Jika
mereka bukan pasangan kita, kadang-kadang kita bahkan rela terjerumus ke dalam
sesuatu yang haram hanya untuk bersama mereka.
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang
menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana
mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya
kepada Allah…” (QS. Al-Baqarah [2]: 165)
Dilanjut dengan judul Inilah Cinta dengan
pembahasan mulai jauh ke arah pernikahan. Anda diajari bahwa kisah-kisah
berakhir di pernikahan dan saat itulah Jannah (Surga) dimulai. Saat itulah Anda
akan terselamatkan dan utuh, dan segala sesuatu yang pernah rusak akan
diperbaiki. Satu-satunya masalah adalah kisahnya tidak berakhir di sana (saat
telah menemukan jodoh dan menikah). Di situlah kisahnya dimulai. Di situlah pengembangan
dimulai; pengembangan kehidupan, pengembangan karakter, pengembangan sabr,
kesabaran, ketabahan, dan pengorbanan. Pengembangan altruisme. Pengembangan cinta.
Dan, pengembangan jalan Anda kembali kepada-Nya.
Namun, jika orang yang Anda nikahi menjadi
fokus utama Anda dalam hidup, perjuangan Anda baru saja dimulai. Sekarang pasangan
Anda akan menjadi ujian terbesar Anda. Sampai Anda mengeluarkannya dari tempat
di hati Anda yang seharusnya ditempati oleh Allah, rasa sakitnya tak berkesudahan.
Ironisnya, pasangan Anda akan menjadi alat untuk ekstraksi yang menyakitkan
ini, sampai Anda belajar bahwa tempat di hati manusia hanya diciptakan oleh—dan
untuk—Tuhan.
Ada pelajaran lain yang akan Anda alami di
sepanjang jalan ini—setelah jalan panjang kehilangan, kemajuan, kegagalan,
kesuksesan, dan begitu banyak kesalahan—yaitu bahwa setidaknya ada dua jenis
cinta. Akan ada sejumlah orang yang Anda cintai karena apa yang Anda dapatkan
dari mereka: apa yang mereka berikan kepada Anda, bagaimana mereka memengaruhi
perasaan Anda.
Tapi, sesekali, akan ada orang yang memasuki
kehidupan Anda yang Anda cinta—bukan karena apa yang telah mereka berikan—tetapi
karena diri mereka apa adanya. Keindahan yang Anda lihat di dalamnya adalah
refleksi dari Sang Pencipta, sehingga Anda mencintai mereka.
Segala sesuatu yang Anda beri atau ambil
atau cintai atau tidak cintai, akan digerakkan oleh-Nya. Bukan Nafs Anda. Ini untuk-Nya.
Bukan untuk nafs Anda. Ini berarti Anda akan mencintai apa yang Tuhan cintai
dan menjauhi apa yang tidak Tuhan sukai.
Pada
judul Pernikahan yang Sukses: Mata Rantai
yang Hilang, Yasmin menulis lebih dalam lagi tentang interaksi dan berbagai
pemaknaan peran, logika, perasaan, dari sepasang suami-istri. Yasmin mengutip
perkataan seorang penulis bernama Eggerich yang menjelaskan bahwa penelitian
yang ekstensif telah menemukan bahwa kebutuhan utama kaum lelaki adalah untuk
dihormati, sementara kebutuhan utama wnaita adalah untuk dicintai. Ia
menjelaskan apa yang disebutnya sebagai “siklus gila”—pola pertengkaran yang
terbentuk ketika istri tidak menunjukkan rasa hormat dan suami tidak menunjukkan
rasa cinta. Ia menjelaskan bagaimana kedua hal itu mempertegas dan menyebabkan
terjadinya yang lain. Dengan kata lain, ketika seorang istri merasa bawha
suaminya tidak bertindak dengan penuh kasih sayang, sering kali dia akan bereaksi
dengan bersikap tidak hormat, yang pada gilirannya akan membuat suami semakin
tidak menunjukkan rasa cintanya. Solusinya adalah istri menunjukkan rasa hormat
tanpa syarat kepada suami dan suami menunjukkan cinta tanpa syarat kepada
istrinya.
Rasulullah
juga bersabda, “Suami yang beriman tidak
boleh membenci istrinya yang beriman. Jika ada sesuatu yang tidak disukai dari
sang istri maka sang suami seharusnya mencari sesuatu yang disukai darinya.”
(HR. Muslim)
Terima kasih
untuk orang-orang yang mencintai, tetapi tetap menjaga pandangannya, menjaga
jaraknya, menjaga percakapannya. Jikalau tidak bisa membalas kebaikanmu dalam
cara kamu mencintai seperti ini, semoga Allah yang membalasnya.
Saya tahu
bagaimana sulitnya mengendalikan hawa nafsu, yang semestinya semua manusia pun
sudah semestinya memahami hal yang satu ini. Namun seringnya dikalahkan,
akhirnya menentang tiada batas, berdalih dengan membuat alasan dengan karangan
sendiri, mengatakan ini zamannya sudah berubah, apakah kamu berpikir bahwa
dengan berubahnya zaman, berubah pula hukum Allah? Tidak, tentu tidak. Hukum
Allah berlaku sepanjang masa, karenanya saya mulai memahami tentang hal yang ditakuti
oleh Rasulullah selepas kepergiannya.
Terima kasih
untuk orang-orang yang mencintai tetapi tidak membuang-buang waktunya dengan
mengatakan hal-hal manis yang belum patut dan hal-hal yang biasa dikatakan oleh
orang-orang yang jatuh cinta. Bukankah kepada perempuan tak perlu disampaikan
berucap kali? Karena toh, meski hanya satu kali ia kau bisiki cinta, perempuan
kacaunya bukan main dengan pikirannya sendiri. Meski kau hanya satu kali datang
dan tak juga kembali, apa kau pikir perempuan akan bergegas melupakan hari itu?
Tidak, perempuan mana yang tak meleleh hatinya ketika ia disambar cinta? Kau
harus tahu betapa rumitnya perempuan dengan dirinya sendiri, sekalipun tak
pernah ia tampakkan.
Oleh karena itu,
mengapa laki-laki harus senantiasa berhati-hati dengan ucapan maupun
perbuatannya? Berlaku baiklah sewajarnya, karena terlalu baik adalah perbuatan
yang seringkali sulit dipahami dan disalah artikan oleh perempuan. Itulah mengapa
kita perlu banyak belajar, agar kita mampu bersikap baik pada tempatnya, bersikap
baik pada kadar dan kebutuhannya. Semoga Allah senantiasa melindungi kita dari
perasaan-perasaan dan hawa nafsu yang sulit terkendali, semoga Allah merahmati
kita. Aamiin.
Yogyakarta, 11
Juli 2018.
//Maka kelak
jangan pesalahkan aku
Jika terjebak
dalam kesederhanaan mencinta
Yang tak
menjadikanmu pusat semesta.//
*Sumber gambar: Google
MasyaAllah terima kasih review nya Nin. Sering2 yg kayak gini hahah yg cintacinta wkwkwkw
BalasHapusIni postingannya panjang, loh. Dibacaji kah? :))
HapusDeh nassami gang. Apa yg tdk kulewatkan? Wkwkwk lol
Hapus#FansNumberOne
Hapus