03/02/13

Jangan Salahkan Cinta




        “Baiklah, saya akhiri rapat kita hari ini. Saya harap kalian bisa bekerja sama dengan baik.” Ujar Bastian, si pemimpin rapat. Diam-diam April memperhatikan pria tersebut, pria yang paling istimewa di matanya. Pria yang juga menjadi seniornya di kampus. April tak pernah tahu mengapa seniornya itu begitu menarik perhatiannya. April suka dengan gaya pemimpin yang dilakukan oleh seniornya itu, wajar bila ia begitu tertarik. Tetapi, April tak pernah punya kesempatan untuk berbicara  dan bertemu dengan seniornya itu kecuali saat ada pertemuan forum.

Malam ini April berencana akan menemui Bastian, seniornya. Dengan sebuket bunga di tangannya, April siap memberi ucapan selamat kepada seniornya itu atas keberhasilannya mewujudkan segala program kerja.
Dengan langkah penuh semangat ia menelusuri lorong demi lorong hingga langkahnya berhenti pada sebuah bangunan berlantai dua yang sepi. Ia bersiap mengucap salam, tetapi ia mengurungkan niatnya ketika ia mendengar ada orang lain yang sedang bersama dengan Bastian. Ia berdiri terdiam sambil memasang kedua telinganya.
Honey, bagaimana kuliahmu ? Lancar-lancar saja ?”
“Iya, akan lebih lancar bila ada kamu yang menemaniku. Tetapi itu tidak mungkin, ini sangat rumit. Mereka akan menjauh dariku jika sampai mengetahuinya.”
“Jangan salahkan dirimu seperti itu. Ini jalan hidup kita yang sudah Tuhan pilihkan.”
“Jadi, menurutmu kita tidak salah?” April tak bisa mendengar jawaban lawan bicara Bastian. April berusaha mengintip, ia masih saja belum mengerti dengan percakapan yang baru saja ia dengar. Pria yang menjadi lawan bicara Bastian hanya mengangguk tanpa bersuara.
“Malam ini jadi pesan kamar, kan?” Tanya lawan bicara Bastian. Bastian hanya mengangguk.
April menelan ludah, ia masih tak percaya dengan apa yang kedua telinganya baru saja dengar. Sekali lagi, ia berusaha mengintip. Sekarang ia lebih terkejut, kedua pria itu bertatap muka dengan raut mesra, sangat dekat, dekat, dan dekat.
April berlari secepat mungkin menjauh dari rumah itu. Ia berlari dengan sesak di dadanya. Tak lama, ia berhenti, lalu mengatur nafasnya sambil memandang langit. Tak ia temukan satu bintangpun di sana.
“Tuhan, aku telah salah jatuh cinta.” Ucapnya lirih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar