Bayangannya
tak pernah lepas dari ingatanku. Wajahnya, suaranya, tawanya, benar-benar
merindukan. Maha Besar Tuhan menciptakannya. Wanita sederhana yang benar-benar
istimewa dengan segala keluarbiasaannya.
Selama
aku berada di Paris, aku terus memikirkannya, dan mencoba mencari wanita seperti
dia di Paris, tetapi ternyata ini bukan hal yang mudah. Akhirnya aku sadar, dia
hanya satu, dia hanya dia. Meskipun aku betekad melupakannya, dia tak pernah
bisa terlupakan. Sekarang, aku baru percaya dengan pepatah yang mengatakan
‘semakin kau ingin melupakannya, semakin sering pula ia memenuhi ruang di
pikiranmu.’
Gadis
sederhana ini membuatku gila. Aku bahkan tidak tahu apa yang harus kukatakan
jika suatu hari nanti aku dipertemukan kembali dengannya.
Tuhan
Maha Besar dengan segala takdir yang Ia ciptakan. Aku betemu dengan gadis itu
lebih cepat dari yang aku kira. Lagi-lagi waktunya tak tepat. Aku merasa
terluka begitu ada pria lain di samping gadis itu.
Pria
itu tak lain adalah adikku sendiri. Gadis itu membuatku tambah ingin hilang
ingatan. Bagaimana mungkin, gadis yang kusayangi harus berada dalam gandengan
pria lain.
Aku
berusaha setenang mungkin. Ada gejolak emosi di dadaku. Gadis itu tersenyum manis
pada adikku, dan adikku berhasil membuatnya tertawa lepas.
Aku
tidak tahu apa yang telah terjadi selama aku berada di Paris. Apa adikku juga
mencintai gadis itu? Sungguh, apa memang benar begitu?
Malam
itu kami betiga makan malam bersama di sebuah kedai. Seusai makan malam, kami
menuju toko buku. Angga sudah sibuk dengan berbagai macam buku yang menarik
perhatiannya, sementara aku tak bisa berhenti memperhatikan gadis itu dengan
diam-diam. Pandanganku teralih dari gadis itu ketika sebuah buku berhasil
menarik perhatianku.
Namun
di luar dugaanku, ada orang lain yang lebih dahulu menyentuh buku itu. Jemariku
tak sengaja bertumpuk dengan jermarinya. Aku memandang orang itu. Nafasku seperti
terhenti. Jemari yang tak sengaja kusentuh itu adalah jemari gadis itu, dan
ketika gadis itu balik menatapku, rasanya ada yang aneh dengan hatiku.
Lagi
dan lagi gadis itu membuatku jatuh ke dalam pesonanya. Bagaimana perasaan ini
harus kuartikan?
“Maaf.”
Ucapku pada gadis bermata indah itu. Dia hanya diam seribu bahasa. Mungkin ia
sangat terkejut melihatku.
***
Namanya
Mentari, seorang gadis yang sederhana dan mandiri. Gadis itu perlahan-lahan
dapat mewujudkan mimpi-mimpinya. Mimpi-mimpi yang dahulu sering ia ceritakan
padaku.
Siang
ini aku bertemu lagi dengannya. Sebuah pertemuan yang tidak disengaja. Aku
bertemu dengannya di sebuah minimarket. Sepulang dari minimarket itu, aku
mengajaknya duduk di sebuah bangku taman. Kami bercerita lagi soal mimpi.
“Apa
lagi mimpi yang sudah berhasil lo wujudkan?” tanyaku sambil terus memperhatikan
setiap detail ekspresi yang terlukis dalam wajahnya.
“Tiap
hari gue selalu bermimpi bisa ketemu lo lagi dan duduk sambil bercerita-cerita
seperti ini. Mimpi itu sekarang terwujud.” Gadis itu berusaha menahan
senyumannya, tetapi kilatan di matanya tak bisa membohongiku bahwa ia bahagia.
Kebersamaan
di siang itu, membawa cinta lama kami bersemi kembali. Ikatan yang sempat
terputus itu, akhirnya terajut kembali.
“Besok
gue harap lo bisa nemenin gue main basket di lapangan biasa, lapangan ujung kompleks.”
Kataku. Dia tertawa lebar, seraya berkata, “Oke Bos!” (;Ardan)
TO BE CONTINUE
Tidak ada komentar:
Posting Komentar