02/02/13

Mengalah, Bukan kalah.




Dia benar-benar menarik perhatianku. Senyumnya, tingkahnya, benar-benar menarik. Dia mahasiswi sastra bahasa inggris yang menggeleguti dunia modeling, sering dipanggil untuk siaran radio, dan pandai melukis. Menurutmu bagaimana ? Dia seseorang yang luarbiasa bukan?
Mungkin hanya sebatas impian kecil saja jika aku sampai bisa mengenalnya lebih dekat. Dia cewek yang ramah, setiap dia lewat semua cowok memperhatikannya. Semua orang menyapanya. Semua orang ingin mengenalnya.
Kejadian siang ini membuatku bertambah kagum dengannya. Namanya Mentari, dan dia selalu terlihat pulang sendirian naik kereta api. Tetapi dahulu, aku lebih sering melihatnya membawa Honda jazz. Aku mencoba membuka suara ketika ia lewat.
“Tari!” Deg. Jantungku langsung berdegup dua kali lebih cepat dari biasanya ketika ia menoleh. Dia memasang ekspresi keheranan. Sesaat kemudian ia tertawa, dan tawanya sungguh manis.
“Ada apa?” dia langsung menghampiriku yang masih heran dengan tawanya tadi.
“Apa yang lucu?” tanyaku.
“Lo lucu. Gue enggak biasa dipanggil Tari. Orang-orang lebih suka panggil gue Riri.” Katanya dengan senyum lebar. Aku langsung diam. Aku salah menyebut nama panggilannya. Ini mungkin efek grogi tadi. Sebenarnya aku tadi belum siap untuk memanggilnya, tetapi hatiku memaksa dan mulutku menurut. Aku bingung dengan apa yang harus kukatakan.
“Hmm, gue Ardani Rangga, panggil gue Angga. Gue ada tugas wawancara, nih. Lo mau jadi narasumbernya, enggak ? Soalnya gue mau bikin topik tentang dunia modeling.” Kataku dengan asal.
“Oh, gitu. Wawancaranya kapan?” aku sudah menduga, dia pasti mau. Aku berpikir keras untuk menjawab pertanyaannya.
“Besok jam satu siang di kafe Tulip.” Dia terlihat berpikir, lalu dia tersenyum seraya berkata, “Oke, deh.”
Rencana asal ini ternyata lebih mudah dari yang kukira.
“Oh ya, Ri, lu sering naik kereta yah? Honda jazznya kemana ?”
“Honda jazznya ada di rumah, kok. Gue lebih suka naik kereta aja.” Jawab Mentari.
“Kok gitu? Naik kereta panas, loh. Banyak orang.”
“Justru itu. Gue kalau bawa mobil sendirian enggak dapat pengalaman apapun. Kalau gue naik kereta, setiap hari gue bisa dapat pengalaman yang berbeda-beda. Di kereta, gue pernah ngeliat kejadian percobaan pencopetan, anak-anak jalanan, kakek tua yang berusaha dagang ini dan itu, di tiap waktu ada inspirasi bagi gue. Beda kalau bawa mobil sendirian, ya enggak?”
Dia menyenggol lenganku, dan aku tersadar dari lamunan. Cewek ini benar-benar gila pemikirannya.

***

“Kenapa ngeliatin gue kayak gitu?” tanyaku. Tatapan Mentari berbeda dari biasanya.
“Enggak kenapa-kenapa. Wajah lu ngingetin sama seseorang.”
“Siapa?” tanyaku.
“Eh, lu mau pesan apa?” dia mengalihkan pembicaraan.
Sejak siang itu aku lebih dekat dengannya. Tingkahnya selalu saja membuat getaran yang berbeda di dalam hatiku.
Minggu-minggu berikutnya aku sering jalan dengannya. Nonton bareng, makan bareng, atau menemaninya untuk belanja novel. Terkadang juga pergi bersama-sama dengan sahabat-sahabatnya. Dia juga mengajariku banyak hal. Mulai dari bagaimana caranya menjadi seorang model, menjadi seorang penyiar radio, hingga bagaimana caranya melukis di atas kanvas.
Aku benar-benar menikmati hari-hari indah ini bersamanya, dan berharap tidak ada yang merusaknya. (;Angga)
TO BE CONTINUE

Tidak ada komentar:

Posting Komentar