Dia
benar-benar menarik perhatianku. Senyumnya, tingkahnya, benar-benar menarik.
Dia mahasiswi sastra bahasa inggris yang menggeleguti dunia modeling, sering
dipanggil untuk siaran radio, dan pandai melukis. Menurutmu bagaimana ? Dia seseorang
yang luarbiasa bukan?
Mungkin
hanya sebatas impian kecil saja jika aku sampai bisa mengenalnya lebih dekat. Dia
cewek yang ramah, setiap dia lewat semua cowok memperhatikannya. Semua orang
menyapanya. Semua orang ingin mengenalnya.
Kejadian
siang ini membuatku bertambah kagum dengannya. Namanya Mentari, dan dia selalu
terlihat pulang sendirian naik kereta api. Tetapi dahulu, aku lebih sering
melihatnya membawa Honda jazz. Aku mencoba membuka suara ketika ia lewat.
“Tari!”
Deg. Jantungku langsung berdegup dua kali lebih cepat dari biasanya ketika ia
menoleh. Dia memasang ekspresi keheranan. Sesaat kemudian ia tertawa, dan
tawanya sungguh manis.
“Ada
apa?” dia langsung menghampiriku yang masih heran dengan tawanya tadi.
“Apa
yang lucu?” tanyaku.
“Lo
lucu. Gue enggak biasa dipanggil Tari. Orang-orang lebih suka panggil gue
Riri.” Katanya dengan senyum lebar. Aku langsung diam. Aku salah menyebut nama
panggilannya. Ini mungkin efek grogi tadi. Sebenarnya aku tadi belum siap untuk
memanggilnya, tetapi hatiku memaksa dan mulutku menurut. Aku bingung dengan apa
yang harus kukatakan.
“Hmm,
gue Ardani Rangga, panggil gue Angga. Gue ada tugas wawancara, nih. Lo mau jadi
narasumbernya, enggak ? Soalnya gue mau bikin topik tentang dunia modeling.”
Kataku dengan asal.
“Oh,
gitu. Wawancaranya kapan?” aku sudah menduga, dia pasti mau. Aku berpikir keras
untuk menjawab pertanyaannya.
“Besok
jam satu siang di kafe Tulip.” Dia terlihat berpikir, lalu dia tersenyum seraya
berkata, “Oke, deh.”
Rencana
asal ini ternyata lebih mudah dari yang kukira.
“Oh
ya, Ri, lu sering naik kereta yah? Honda jazznya kemana ?”
“Honda
jazznya ada di rumah, kok. Gue lebih suka naik kereta aja.” Jawab Mentari.
“Kok
gitu? Naik kereta panas, loh. Banyak orang.”
“Justru
itu. Gue kalau bawa mobil sendirian enggak dapat pengalaman apapun. Kalau gue
naik kereta, setiap hari gue bisa dapat pengalaman yang berbeda-beda. Di
kereta, gue pernah ngeliat kejadian percobaan pencopetan, anak-anak jalanan,
kakek tua yang berusaha dagang ini dan itu, di tiap waktu ada inspirasi bagi
gue. Beda kalau bawa mobil sendirian, ya enggak?”
Dia
menyenggol lenganku, dan aku tersadar dari lamunan. Cewek ini benar-benar gila
pemikirannya.
***
“Kenapa
ngeliatin gue kayak gitu?” tanyaku. Tatapan Mentari berbeda dari biasanya.
“Enggak
kenapa-kenapa. Wajah lu ngingetin sama seseorang.”
“Siapa?”
tanyaku.
“Eh,
lu mau pesan apa?” dia mengalihkan pembicaraan.
Sejak
siang itu aku lebih dekat dengannya. Tingkahnya selalu saja membuat getaran
yang berbeda di dalam hatiku.
Minggu-minggu
berikutnya aku sering jalan dengannya. Nonton bareng, makan bareng, atau
menemaninya untuk belanja novel. Terkadang juga pergi bersama-sama dengan
sahabat-sahabatnya. Dia juga mengajariku banyak hal. Mulai dari bagaimana
caranya menjadi seorang model, menjadi seorang penyiar radio, hingga bagaimana
caranya melukis di atas kanvas.
Aku
benar-benar menikmati hari-hari indah ini bersamanya, dan berharap tidak ada
yang merusaknya. (;Angga)
TO BE CONTINUE
Tidak ada komentar:
Posting Komentar