Jadi, beberapa
minggu yang lalu saya satu kelas dengan kakak senior saya yang sudah semester
atas-atas. Saya kenal dia karena kami sama-sama dari Sulawesi. Di kelas saya,
hanya saya dan Dodi yang berasal dari Sulawesi. Kami berdua kenal dengan Kak
Luthfi, kakak senior itu. Waktu di kelas, saya sempat tidak mengenalinya karena
kak Luthfi yang saya kenal rambutnya gondrong. Hari itu, senior saya itu
wajahnya bersih bersinar gitu, deh. Sudah cukur rupanya. Dan terlihat lebih
muda.
“Nin, Luthfi,
Nin. Na cukurki rambutnya.” ( Nin,
Luthfi, Nin. Dia nyukur rambutnya. ) Kata Dodi menyebut kak Luthfi tanpa
‘kak’, tidak sopan. Sambil ketawa pula dia bicara. Mereka benar-benar akrab
rupanya.
“Maaf kak, tadi
tidak kukenaliki, kah kita cukur rambut ta’.” ( Maaf kak, tadi aku nggak ngenalin, soalnya kakak cukur rambut, sih.
) kata saya. “Kenapaki cukur?” ( kenapa
kakak cukur?) tanya saya.
“Iya,
kucukurki.” ( Iya, aku cukur, nih. )
kak Luthfi tidak memberitahu alasannya. Dodi masih tertawa.
“Kah, maui
kodong makan es krim, tapi gondrongki. Jadi, bagaimana itu di’? terus, mauki
juga pesan milkshake, lebih-lebih bemana, kah gondrongki.” ( Karena kasihan tahu, dia mau makan es krim,
tapi dia gondrong. Jadi, gimana gitu, yah? Terus, dia mau juga pesan milkshake,
apa lagi gimana gitu, soalnya dia gondrong. ) Dodi menjawab sambil ketawa
lagi.
“Dodi, awas kau
nah sampai kau cukur itu rambutmu, awasko!” ( Dodi, awas ya kamu sampai kamu cukur rambutmu, awas kamu! ) seru
kak Luthfi ke Dodi, ia berkata begitu karena Dodi sendiri gondrong rambutnya,
benar-benar gondrong. Karena gondrong itulah, Dodi kalau pakai shampoo pakainya
shampoo Tresemme. Dia sendiri yang bilang.
Dan saya
mengerti sekarang. Pandangan orang-orang memang terkadang penting, sebab
menjadi hambatan tersendiri saat kita menjalankan hidup kita. Mungkin kedua
orang itu berpikir begitu, bayangkan saja sendiri saat abang-abang gondrong
yang membawa kesan sangar memesan milkshake
di tempat makan atau terlihat makan es krim di pinggir jalan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar