Beberapa hari
yang lalu, saya kembali pulang melewati jalan tikus tetapi sudah seperti jalan
kerbau. Di beberapa titik, macet sudah menetap. Meskipun namanya jalan tikus,
tetapi polisi tetap bertugas di sana untuk memastikan lancarnya arus kendaraan.
Tetapi, hari itu polisi digantikan oleh tukang lalu lintas, semacam tukang
parkir yang lagi nganggur dan berbaik hati membantu para pengendara yang kadang
membabi buta itu.
Kemudian saya
berpikir, wah, ternyata selain penulis,
ada pekerjaan sederhana lainnya yang memberi kesan berkuasa untuk mengatur dan
memerintah.
Saya
membayangkan penulis merupakan pekerjaan yang memiliki kuasa penuh atas
tulisannya tetapi masih di dalam rambu-rambu. Penulis bisa memerintahkan apapun
terhadap tokoh dalam ceritanya, membuat alur sesukanya, dan ia juga yang
memberi takdir untuk akhir ceritanya.
Sama halnya
dengan tukang lalu lintas itu, ia mengatur jalan dan memberi perintah pada kami
layaknya ia adalah sebuah lampu merah dan kami semua menurut saja.
Kadang, tanpa
sadar, ada kata terimakasih yang terucap di dalam hati untuk seorang tukang
lalu lintas. Sebab, secara tidak langsung ia membuat saya tiba sebelum adzan
Magrib berkumandang, sehingga saya bisa melaksanakan perintah Tuhan saya dengan
tepat waktu. Hal sederhana, kadang lebih mampu membahagiakan.
Post baru dong
BalasHapusSiap!
Hapus