18/08/17

[All About Life]: Mempertahankan Kamu

“Besok jam berapa? Serius dululah, karena saya selalu atur jadwal saya untuk kau. Jadi, jangan kau kasih berantakan jadwalku!”

Hari itu saya tiba di depan kost-nya saat matahari sedang terik-teriknya. Setahu saya ban motornya kempes, jadi biarlah saya menjemput dia. Rindu juga untuk melihat kaca jendela kost-nya.

Tak berselang berapa lama ia tiba dengan motornya, memperhatikan saya sejenak lalu turun dari motornya untuk membuka pintu. Saya mencium gelagat aneh. Dia hanya senyum-senyum kalem pada saya. Ah, sejak kapan dia kalem di depan saya seperti itu? Bukan seperti ia yang biasanyanya. Sebab ritual tiap kali kami bertemu adalah kami akan sama-sama saling histeris bahagia lalu berpelukan. Kali ini tidak. Saya balik memperhatikan dia. Ya, memang saat itu saya masih duduk di atas motor, masih pakai helm, dan pakai pula masker. Tapi bukan berarti ia tak mengenali sahabatnya sendiri, bukan? Toh mata saya tetap terlihat meski saya pakai masker.

Saya masih memperhatikan gerak – geriknya. Dia ini kenapa? Pikir saya. Ia bersiap memasukkan motornya ke dalam garasi kost. Saya masih menunggu kesadarannya. Tepat saat gang sepi namun tiba-tiba ada mamang bakso mangkal di depan kost, mungkin ia hadir di sana menjadi saksi peristiwa langka kala itu.

Saya putuskan untuk melepas masker saya. Tepat saat ia hendak memasukkan motor, saya berkata, “kau tidak mau kasih masuk saya?” dia berhenti sejenak. Diam sebentar. Lalu mendekat ke arah saya, jengkelnya saya adalah ketika dia terlihat berpikir dulu selama beberapa detik, baru dia menyadari saya. Sontak saya langsung turun dari motor, berlari ke jalan menjauhi dia mencoba mendramatisir suasana. “Bisa-bisanya kau tidak kenali saya? Selama apa kita tidak ketemu sampai kau tidak kenali saya?!”

 Tapi, sungguh saat itu saya menangis tapi tetap diiringi tawa kita masing-masing. Mamang bakso lah yang menjadi saksinya meski mungkin ia bingung sebab kami berdua menggunakan logat Makasssar.

“Masa kau tidak kenali motor saya?  Ini helm saya! Tas saya! bisa-bisanya kau tidak kenali saya!” saya masih emosi.

Padahal saat itu saya menggunakan rok yang sering saya pakai saat bertemu dengan dia, saya tipe orang yang jarang gonta ganti tas, selalu pakai ransel kemanapun. Kerudung saya pun adalah kerudung yang sering nongol tiap kali saya bikin snapgram. Bahkan, helm saya adalah tergolong helm yang jarang ada samanya. Helm saya warnanya putih dilapisi warna pink di pinggirnya dan ada sedikit gambar kartunnya. Alasannya supaya helm saya mudah dikenali makanya saya membeli yang berbeda dari kebanyakan orang, menyengaja tak membeli helm warna hitam. (Sebab nanti motor saya susah saya cari kalau saya kebetulan parkir di basement mall, ya kan?)

Kemudian saya tersadar, tak semua orang memperhatikan kita sedetail yang kita pikirkan bahkan jika itu sahabat sendiri. Namun, justru kadang ada orang yang kita merasa bahwa kita jauh darinya tetapi ia justru ingat setiap detail tentang kita. Dunia memang ajaib, ya.

Hari itu sesuai kesepakatan, kami makan di sebuah restoran yang menyajikan menu negara Jepang. Sulit sekali di sini menemukan teman-teman yang senang makan sushi. Padahal, sewaktu tinggal di Makassar dulu, semua teman-teman doyan sushi. Main ke rumah teman, delivery nya ya sushi, sampai teman-teman punya banyak semacam kertas diskon karena sering makan di restoran sushi tersebut. Alhasil, makan di sana lagi karena kertas-kertas diskon tersebut.

Di tengah-tengah melahap sushi, kami sempat berbicara mengenai apa yang terjadi. Tepatnya apa yang terjadi pada dirinya? Terlalu banyak perubahan. Bahkan hampir semua temannya mennyampaikan apa yang saya rasakan pula terhadap dirinya.

“SIlaturrahmi itu penting, meski terkadang saya sendiri pun tak pernah saling kontakan lagi itu bukan karena silaturrahmi terputus tetapi karena memang tidak ada sama sekali keperluan saya dengan orang itu, begitupun sebaliknya.”
“Bukannya sama saja berarti kamu berubah juga?”
“Waktu yang mengubah segalanya.”
“Iya, benar waktu.”
“Tapi kalau kau bukan waktu yang membuat kau berubah! Tapi dia!”

Lalu terdengar lagu di dalam ruang restoran,
aku memang salah… “ begitu liriknya. Sahabat saya ini seperti disindir abis-abisan oleh lagu ini.
“Jangan karena kehadiran satu orang, membuat rusak hubunganmu dengan banyak orang.” Tambah saya lagi.

Teman memang selalu datang dan pergi. Siklus kehidupan membuatnya seperti itu. Teman-teman lama pergi, muncul teman-teman baru. Tetapi, memang ada teman-teman yang selalu ingin kita pertahankan, teman-teman yang kita jaga silaturrahminya, teman-teman yang dengannya kita bisa saling menguatkan dan melewati waktu-waktu yang sulit, yaitu teman-teman yang tak terhapus oleh waktu.

Terutamanya, seorang teman dalam cerita ini, saya mempertahankan kamu. Tolong hargai saya. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar