Panik.
Mengutuki diri
sendiri.
Benci.
Dan membenci
kenyataan bahwa tiap panik masih bergantung pada orangtua.
Tiap panik
langsung menelpon orangtua. Apa-apa orangtua.
Dasar bocah.
Tidak sadar diri
sudah kepala dua.
Sering kecewa
sama diri sendiri.
Mungkin terlalu
memuja bahwa segala hal perlu sempurna.
Ada yang salah
sedikit atau merasa direndahkan sedikit,
langsung benci
sama diri sendiri.
Kecewa sama diri
sendiri.
Kenapa selalu
bikin kesalahan- kesalahan kecil?
Justru karena
kecil itulah kenapa sampai bisa-bisanya bikin kesalahan.
Benci karena
bikin mereka khawatir.
Benci karena
bikin mereka susah.
Benci karena
sedikit-sedikit mengeluh.
“Kalau kamu
bicara sambil menangis begini, suara kamu jadi tidak terdengar..”
Siapa yang tidak
tambah menangis jika suara ibu kita di ujung telepon sana penuh kelembutan dan
sangat menenangkan.
Suka mikir
sendiri, bagaimana kalau orangtua sudah tidak ada?
Bagaimana dengan
mereka yang tak punya orangtua?
Dimana tempat
paling sabar untuk mendengarkan segala cerita yang kita rasa?
Mungkin saya
butuh seseorang,
Seseorang yang
sabar mendengar celotehan saya.
Seseorang yang
meredam kepanikan saya.
Seseorang yang
mengerti keparnoan saya.
Seseorang yang tak
membanding-bandingkan saya, sekalipun saya berubah.
Seseorang yang
memperbaiki diri saya.
Seseorang yang mau
terus belajar untuk hidup bersama saya.
Sepenuh hatinya,
sepenuh cintanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar