19/05/18

Kasus dan Film

Hari itu hastag #PrayForSurabaya terlihat ramai di sepanjang timeline sosmed yang saya miliki. Sayangnya, saya sedang mengurusi beberapa hal sehingga belum sempat membaca berita apa yang terjadi di Surabaya sana. Aktifitas saya baru berakhir mendekati pukul 00.00 malam. Rasanya belum perlu tidur jika malam belum benar-benar habis. Dengan ditemani keheningan saya berusaha mencari tahu apa yang sedang terjadi. Kadang kepo itu perlu, jangan diem-diem bae lu! Kita perlu tahu apa yang terjadi pada orang-orang di sekitar kita, tetapi tidak selamanya kita perlu menampakkan bahwa kita tahu segalanya.

Oh, rupanya ada bom di tiga gereja yang berada di Surabaya! Usut punya usut sebuah keluarga menjadi terduga teroris dalam kejadian ini! Usut punya usut lagi anak-anaknya masih ada yang kecil-kecil dan diikutsertakan dalam aksi bom bunuh diri yang dilakukan oleh kedua orangtuanya. Sepertinya keluarga ini kompak sekali, ya!

Lagi tengah tegang menonton video detik-detik bom meledak, tiba-tiba tengah malam ada yang pencet bel! Gila! Gimana ndak kaget aku iniiiiii. Berhubung saya masih melek, perlu buka pintunya tidak, ya? Kalau itu orang jahat, gimana? Orang jahat tidak mungkin mencet bel, tetapi langsung masuk. Kalau orang iseng bisa aja. Tetapi, kalau itu teman saya lalu saya takut buat buka pintu, saya dzolim nanti. Akhirnya saya keluar balkon lantai dua dulu. Oh itu teman saya, aman!

Lanjut pada kasus pengeboman yang terduga terorisnya kebetulan beragama Islam membuat Negara Indonesia yang populasi masyarakatnya adalah Muslim dikacaukan, belum lagi dengan maraknya isu politik kini makin ramai saja dikacaukan dengan pemberitaan yang disangkut pautkan dengan golongan tertentu. Lalu mulai muncul beragam statement, salah satunya yang terkenal ialah, “Islam adalah agama yang indah, jika ada seorang muslim yang berperilaku jauh dari apa yang diajarkan oleh agamanya, jangan salahkan agamanya, tetapi seseorang muslim itulah yang perlu memperbaiki dirinya agar bisa hidup seperti yang diajarkan oleh agamanya.”

Ya ampun, ya ampun. Kalau memikirkan tentang segala masalah dalam negeri ini tuh, ya, pikiran saya bisa lari kemana-mana, bisa tersangkut pikiran ini kemana-mana, apakah semua tragedi memang terdalangi? Ataukah hanya semata-mata begitu saja terjadi?

Entahlah, pemerintah, polisi, politik, wartawan, media massa, berputar-putar di pikiran saya sebab saya teringat salah satu cerita dalam film Alif Lam Mim. Ya! Sebenarnya saya mau ngasih tahu film ini pada pembaca setia blog saya. Tetapi, sebenarnya bulan puasa begini saya pribadi bertekad untuk mengurangi nonton film dan mendengarkan musik, apa lagi nonton filmnya di bioskop. Duh, sayang sekali waktumu, tentu banyak hal yang lebih bernilai yang bisa kita lakukan di bulan penuh ampunan ini.

Nah, film Alim Lam Mim ini, memiliki sisi yang berbeda dengan kebanyakan film Indonesia lainnya. Film ini menggunakan konsep Indonesia di 20 tahun mendatang. Film ini bercerita tentang tiga orang sahabat yang memiliki jalan hidup yang berbeda. Masing-masing dari mereka ada yang menjadi polisi, wartawan, dan kiai. Tibalah konflik pengeboman terjadi dan persahabatan mereka diuji karena hal itu. Konflik yang dihadirkan dalam film ini adalah konflik yang terjadi karena adanya fitnah besar-besaran yang kasat mata atau lebih singkatnya lagi terdapat konspirasi. Kalau dalam film ini dalangnya adalah….. nonton sendiri saja, deh. Semoga masalah-masalah yang terjadi di Indonesia dan telah mengacaukan ketenangan publik ini tidak berakhir seperti di dalam film. Toh, kalau memang benar semoga segera diproses, tetapi sedihnya di dalam film pun orang-orang yang seharusnya memproses ke arah hukum justru bekerjasama dengan para dalang. Sungguh Allah Maha Mengetahui, tetapi kenapa mereka tidak takut dengan perbuatan mereka? Sungguh kasihan orang-orang yang menganggap bahwa ia akan hidup di bumi selamanya, padahal bumi hanya tempat bersenda gurau, ndak perlu serius-serius amatlah! Sampai sebegitunya berambisi! 

 Sumber gambar : Google

Satu kata untuk film ALif Lam Mim ini, berani! Saya bersyukur film ini sudah pernah tayang, entah bila baru tayang pada bulan ini, mungkin pemberitaan ini akan lebih geger lagi mengingat begitu banyaknya fitnah, begitu banyaknya hoax, begitu samarnya kebenaran.


  Sumber gambar : Google

Bukan hanya film Alif Lam Mim yang ingin saya ceritakan, ada satu film lagi yang begitu menggugah hati saya, untung saja saya tidak membaca novelnya, mungkin jika saya sudah membaca novelnya, saya akan kecewa dengan filmnya, seperti yang dialami teman saya.

Ayat-Ayat Cinta 2 adalah film kedua yang ingin saya ceritakan. Saya berkali-kali menangis karena kagum dengan kebaikan dan ketulusan hati Fahri. Saya jatuh cinta dengan karakter Fahri. Karena saya lebih baper sama cowo yang baik ketimbang yang ganteng, maka waktu awal-awal nonton film ini saya sudah mewek duluan. Bukan karena konfliknya tetapi karena terharu sama karakter tokohnya. Langsung jatuh cinta dengan karakter Fahri yang sampai sebegitu baiknya ia pada orang-orang di sekitarnya bahkan yang non-muslim. Di dalam film itu diceritakan bagaimana Fahri memberi tumpangan pada seorang nenek yang hendak pergi ke gereja bahkan menawarkan diri untuk membeli kembali rumah nenek tersebut setelah Fahri mendapati sang nenek diusir oleh anak tirinya sendiri karena rumahnya akan dijual oleh anak tirinya. Fahri jugalah yang membawakan selimut dan bantal untuk tetangga wanitanya yang seringkali setiap pulang bekerja mabuk-mabukan hingga saat tiba di rumah langsung tertidur di teras sementara hawa di luar sangat dingin. Fahri juga mencoba berdialog dengan seorang anak laki-laki yang mencuri di minimarket miliknya bahkan setelah itu ia menggratiskan anak itu untuk belanja apapun yang ia mau di minimarket milik Fahri hingga seterusnya. Ada pun, tetangganya yang lain, yang non-muslim, diam-diam Fahri mengirimkannya guru privat untuk les biola setelah Fahri tahu bahwa anak tersebut keluar dari sekolah musiknya karena tak punya biaya bahkan sebelumnya Fahri mendapati anak tersebutlah yang kerap kali merusak mobil Fahri dengan membuat kata-kata buruk pada mobilnya dengan cat pilox. Tetapi, semua perlakuan baiknya itu tidak semulus yang diperlihatkan. Pada awal cerita, Fahri kerap kali terfitnah karena kebaikannya, orang-orang selalu berpikir negatif terhadapnya tetapi Fahri tetap sabar dan berusaha mengajak mereka untuk berdialog.

Nilai-nilai Islam benar-benar tertanam sangat kokoh di dalam film ini. Bagaimana pikiran kita semakin terbuka tentang Islam yang sesungguhnya, Islam yang indah, Islam yang saling menghormati dan menghargai, Islam yang begitu peduli.

Fahri lewat film ini seakan-akan menegaskan kepada saya tentang karakterisasi pria yang saya sukai. Dengan kepandaiannya, Fahri dapat diterima dimanapun. Di dalam film ini pun digambarkan bahwa selain pandai dalam ilmu dunia, Fahri juga memiliki banyak hafalan Al-Qur’an, hal ini digambarkan saat ia membenarkan bacaan imam ketika shalat berjamaah. Hal lain yang menarik dalam diri Fahri adalah pembawaannya yang tenang dan cara berbicaranya yang begitu lembut dan sopan. Ia selalu menggunakan diksi yang memukau, ia bukan orang yang akan sembarangan berbicara.

Ya, awalnya saya memang jatuh cinta pada Fahri ini, tetapi sedikit dibuat kecewa saat ia memutuskan unuk menikahi Hulya yang merupakan sepupu dari Aisyah, istri pertamanya yang hilang tak ada kabar saat pergi ke Palestina beberapa tahun yang lalu. Awalnya saya hanya ingin membahas kasus, tetapi sebagai penikmat sastra mari sekalian mengkritik apa yang sudah kita nikmati. Dibandingkan bukunya, penggambaran kegalauan Fahri untuk menikahi Hulya sangat kurang diperlihatkan dalam film, bahkan adegan shalat istikharah yang saya harapkan pun tidak ada. Seandainya ada, ini akan menjadi salah satu cara yang dapat dicontoh oleh umat muslim ketika sedang dilanda kebingungan ketika dihadirkan banyak pilihan yang baik. Kejadiannya terlau cepat, tahu-tahu saja ia meminang Hulya.

   Sumber gambar : Google

Kejanggalan juga amat terasa, bagaimana seorang Fahri yang awalnya mempersunting seorang Aisyah yang bercadar tiba-tiba saja menikah lagi dengan seseorang seperti Hulya yang berjilbabpun tidak. Itu adalah penggambaran dalam film, namun menurut seorang teman yang telah membaca novelnya, ia mengatakan bahwa Hulya dalam novel adalah sosok yang menggunakan jilbab. Ini sangat bertolak belakang dengan yang ada di film, bahkan cerita yang mengalir di dalam novel lebih lembut penyampaiannya, dibandingkan di dalam film. Iya, saya paham betul bahwa film sangat dibatasi oleh durasi dan membuat film yang berasal dari novel yang dibatasi oleh durasi merupakan hal yang luarbiasa. Bagaimana cerita dalam novel itu diringkas sedemikian rupa hingga sebisa mungkin menjadi karya yang bagus tanpa mengurangi keindahan novel, tetapi ya seperti itulah film. Setidaknya film ini sudah berhasil membuat saya baper karena karakter yang ada di dalamnya. Jarang-jarang loh saya baper. Bodo amat, Nin.

   Sumber gambar : Google

Selain karena karakter yang ada, saya juga menangis di bagian endingnya karena keduanya, Hulya dan Aisyah adalah dua wanita hebat yang luarbiasa. Keduanya sama-sama mampu membuat kaum laki-laki jatuh cinta, bukan hanya karena kecantikannya, tetapi juga kebaikannya. Film ini begitu mampu menampilkan kebaikan keduanya dari sisi yang berbeda, jika Aisyah begitu bersabar saat Fahri menikah kembali di depan matanya, maka Hulya begitu tulus mendonorkan wajahnya untuk Aisyah yang menghancurkan wajahnya saat hendak diperkosa oleh tentara Israel di Palestina.
 
Kita perlu tahu bahwa kadang-kadang apa yang terjadi di film berasal dari kejadian nyata, makanya mengapa orang-orang sering melontarkan, “Hidup lu tuh penuh drama! Udah kayak sinetron aja, masalah hidup gak kelar-kelar!” maknanya jadi tetap berhubungan meski dibalik, film kah yang mirip hidupmu? Atau hidupmu yang mirip film? Artinya film berasal dari kisah hidup, lalu kisah hidup dipertontonkan menjadi film.

Semoga perfilman Indonesia semakin mampu memberikan filosofi dan pelajaran kepada para penikmatnya, semoga kasus pengeboman di tiga gereja di Surabaya segera diusut tuntas, bukan hanya kasus tersebut saja tetapi kasus-kasus lainnya yang kemungkinan semua ini berhubungan, saling tarik-menarik. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar