Hari itu hastag #PrayForSurabaya terlihat ramai di
sepanjang timeline sosmed yang saya
miliki. Sayangnya, saya sedang mengurusi beberapa hal sehingga belum sempat
membaca berita apa yang terjadi di Surabaya sana. Aktifitas saya baru berakhir
mendekati pukul 00.00 malam. Rasanya belum perlu tidur jika malam belum
benar-benar habis. Dengan ditemani keheningan saya berusaha mencari tahu apa
yang sedang terjadi. Kadang kepo itu perlu, jangan diem-diem bae lu! Kita perlu
tahu apa yang terjadi pada orang-orang di sekitar kita, tetapi tidak selamanya
kita perlu menampakkan bahwa kita tahu segalanya.
Oh, rupanya ada
bom di tiga gereja yang berada di Surabaya! Usut punya usut sebuah keluarga
menjadi terduga teroris dalam kejadian ini! Usut punya usut lagi anak-anaknya
masih ada yang kecil-kecil dan diikutsertakan dalam aksi bom bunuh diri yang
dilakukan oleh kedua orangtuanya. Sepertinya keluarga ini kompak sekali, ya!
Lagi tengah
tegang menonton video detik-detik bom meledak, tiba-tiba tengah malam ada yang
pencet bel! Gila! Gimana ndak kaget aku iniiiiii. Berhubung saya masih melek,
perlu buka pintunya tidak, ya? Kalau itu orang jahat, gimana? Orang jahat tidak
mungkin mencet bel, tetapi langsung masuk. Kalau orang iseng bisa aja. Tetapi,
kalau itu teman saya lalu saya takut buat buka pintu, saya dzolim nanti.
Akhirnya saya keluar balkon lantai dua dulu. Oh itu teman saya, aman!
Lanjut pada
kasus pengeboman yang terduga terorisnya kebetulan beragama Islam membuat Negara
Indonesia yang populasi masyarakatnya adalah Muslim dikacaukan, belum lagi
dengan maraknya isu politik kini makin ramai saja dikacaukan dengan pemberitaan
yang disangkut pautkan dengan golongan tertentu. Lalu mulai muncul beragam
statement, salah satunya yang terkenal ialah, “Islam adalah agama yang indah,
jika ada seorang muslim yang berperilaku jauh dari apa yang diajarkan oleh agamanya,
jangan salahkan agamanya, tetapi seseorang muslim itulah yang perlu memperbaiki
dirinya agar bisa hidup seperti yang diajarkan oleh agamanya.”
Ya ampun, ya
ampun. Kalau memikirkan tentang segala masalah dalam negeri ini tuh, ya,
pikiran saya bisa lari kemana-mana, bisa tersangkut pikiran ini kemana-mana,
apakah semua tragedi memang terdalangi? Ataukah hanya semata-mata begitu saja
terjadi?
Entahlah,
pemerintah, polisi, politik, wartawan, media massa, berputar-putar di pikiran
saya sebab saya teringat salah satu cerita dalam film Alif Lam Mim. Ya!
Sebenarnya saya mau ngasih tahu film ini pada pembaca setia blog saya. Tetapi,
sebenarnya bulan puasa begini saya pribadi bertekad untuk mengurangi nonton
film dan mendengarkan musik, apa lagi nonton filmnya di bioskop. Duh, sayang
sekali waktumu, tentu banyak hal yang lebih bernilai yang bisa kita lakukan di
bulan penuh ampunan ini.
Nah, film Alim
Lam Mim ini, memiliki sisi yang berbeda dengan kebanyakan film Indonesia
lainnya. Film ini menggunakan konsep Indonesia di 20 tahun mendatang. Film ini
bercerita tentang tiga orang sahabat yang memiliki jalan hidup yang berbeda.
Masing-masing dari mereka ada yang menjadi polisi, wartawan, dan kiai. Tibalah
konflik pengeboman terjadi dan persahabatan mereka diuji karena hal itu.
Konflik yang dihadirkan dalam film ini adalah konflik yang terjadi karena
adanya fitnah besar-besaran yang kasat mata atau lebih singkatnya lagi terdapat
konspirasi. Kalau dalam film ini dalangnya adalah….. nonton sendiri saja, deh.
Semoga masalah-masalah yang terjadi di Indonesia dan telah mengacaukan
ketenangan publik ini tidak berakhir seperti di dalam film. Toh, kalau memang
benar semoga segera diproses, tetapi sedihnya di dalam film pun orang-orang
yang seharusnya memproses ke arah hukum justru bekerjasama dengan para dalang.
Sungguh Allah Maha Mengetahui, tetapi kenapa mereka tidak takut dengan
perbuatan mereka? Sungguh kasihan orang-orang yang menganggap bahwa ia akan
hidup di bumi selamanya, padahal bumi hanya tempat bersenda gurau, ndak perlu
serius-serius amatlah! Sampai sebegitunya berambisi!
Sumber gambar : Google
Satu kata untuk
film ALif Lam Mim ini, berani! Saya bersyukur film ini sudah pernah tayang,
entah bila baru tayang pada bulan ini, mungkin pemberitaan ini akan lebih geger
lagi mengingat begitu banyaknya fitnah, begitu banyaknya hoax, begitu samarnya
kebenaran.
Sumber gambar : Google
Bukan hanya film
Alif Lam Mim yang ingin saya ceritakan, ada satu film lagi yang begitu
menggugah hati saya, untung saja saya tidak membaca novelnya, mungkin jika saya
sudah membaca novelnya, saya akan kecewa dengan filmnya, seperti yang dialami
teman saya.
Ayat-Ayat Cinta
2 adalah film kedua yang ingin saya ceritakan. Saya berkali-kali menangis
karena kagum dengan kebaikan dan ketulusan hati Fahri. Saya jatuh cinta dengan
karakter Fahri. Karena saya lebih baper sama cowo yang baik ketimbang yang
ganteng, maka waktu awal-awal nonton film ini saya sudah mewek duluan. Bukan
karena konfliknya tetapi karena terharu sama karakter tokohnya. Langsung jatuh
cinta dengan karakter Fahri yang sampai sebegitu baiknya ia pada orang-orang di
sekitarnya bahkan yang non-muslim. Di dalam film itu diceritakan bagaimana
Fahri memberi tumpangan pada seorang nenek yang hendak pergi ke gereja bahkan
menawarkan diri untuk membeli kembali rumah nenek tersebut setelah Fahri
mendapati sang nenek diusir oleh anak tirinya sendiri karena rumahnya akan
dijual oleh anak tirinya. Fahri jugalah yang membawakan selimut dan bantal
untuk tetangga wanitanya yang seringkali setiap pulang bekerja mabuk-mabukan
hingga saat tiba di rumah langsung tertidur di teras sementara hawa di luar
sangat dingin. Fahri juga mencoba berdialog dengan seorang anak laki-laki yang
mencuri di minimarket miliknya bahkan setelah itu ia menggratiskan anak itu untuk
belanja apapun yang ia mau di minimarket milik Fahri hingga seterusnya. Ada
pun, tetangganya yang lain, yang non-muslim, diam-diam Fahri mengirimkannya
guru privat untuk les biola setelah Fahri tahu bahwa anak tersebut keluar dari
sekolah musiknya karena tak punya biaya bahkan sebelumnya Fahri mendapati anak
tersebutlah yang kerap kali merusak mobil Fahri dengan membuat kata-kata buruk
pada mobilnya dengan cat pilox. Tetapi, semua perlakuan baiknya itu tidak
semulus yang diperlihatkan. Pada awal cerita, Fahri kerap kali terfitnah karena
kebaikannya, orang-orang selalu berpikir negatif terhadapnya tetapi Fahri tetap
sabar dan berusaha mengajak mereka untuk berdialog.
Nilai-nilai Islam
benar-benar tertanam sangat kokoh di dalam film ini. Bagaimana pikiran kita semakin
terbuka tentang Islam yang sesungguhnya, Islam yang indah, Islam yang saling
menghormati dan menghargai, Islam yang begitu peduli.
Fahri lewat film
ini seakan-akan menegaskan kepada saya tentang karakterisasi pria yang saya
sukai. Dengan kepandaiannya, Fahri dapat diterima dimanapun. Di dalam film ini
pun digambarkan bahwa selain pandai dalam ilmu dunia, Fahri juga memiliki
banyak hafalan Al-Qur’an, hal ini digambarkan saat ia membenarkan bacaan imam
ketika shalat berjamaah. Hal lain yang menarik dalam diri Fahri adalah
pembawaannya yang tenang dan cara berbicaranya yang begitu lembut dan sopan. Ia
selalu menggunakan diksi yang memukau, ia bukan orang yang akan sembarangan
berbicara.
Ya, awalnya saya
memang jatuh cinta pada Fahri ini, tetapi sedikit dibuat kecewa saat ia
memutuskan unuk menikahi Hulya yang merupakan sepupu dari Aisyah, istri
pertamanya yang hilang tak ada kabar saat pergi ke Palestina beberapa tahun
yang lalu. Awalnya saya hanya ingin membahas kasus, tetapi sebagai penikmat
sastra mari sekalian mengkritik apa yang sudah kita nikmati. Dibandingkan
bukunya, penggambaran kegalauan Fahri untuk menikahi Hulya sangat kurang
diperlihatkan dalam film, bahkan adegan shalat istikharah yang saya harapkan
pun tidak ada. Seandainya ada, ini akan menjadi salah satu cara yang dapat
dicontoh oleh umat muslim ketika sedang dilanda kebingungan ketika dihadirkan
banyak pilihan yang baik. Kejadiannya terlau cepat, tahu-tahu saja ia meminang
Hulya.
Sumber gambar : Google
Kejanggalan juga
amat terasa, bagaimana seorang Fahri yang awalnya mempersunting seorang Aisyah
yang bercadar tiba-tiba saja menikah lagi dengan seseorang seperti Hulya yang
berjilbabpun tidak. Itu adalah penggambaran dalam film, namun menurut seorang
teman yang telah membaca novelnya, ia mengatakan bahwa Hulya dalam novel adalah
sosok yang menggunakan jilbab. Ini sangat bertolak belakang dengan yang ada di
film, bahkan cerita yang mengalir di dalam novel lebih lembut penyampaiannya,
dibandingkan di dalam film. Iya, saya paham betul bahwa film sangat dibatasi
oleh durasi dan membuat film yang berasal dari novel yang dibatasi oleh durasi
merupakan hal yang luarbiasa. Bagaimana cerita dalam novel itu diringkas
sedemikian rupa hingga sebisa mungkin menjadi karya yang bagus tanpa mengurangi
keindahan novel, tetapi ya seperti itulah film. Setidaknya film ini sudah
berhasil membuat saya baper karena karakter yang ada di dalamnya. Jarang-jarang
loh saya baper. Bodo amat, Nin.
Sumber gambar : Google
Selain karena
karakter yang ada, saya juga menangis di bagian endingnya karena keduanya,
Hulya dan Aisyah adalah dua wanita hebat yang luarbiasa. Keduanya sama-sama mampu
membuat kaum laki-laki jatuh cinta, bukan hanya karena kecantikannya, tetapi juga
kebaikannya. Film ini begitu mampu menampilkan kebaikan keduanya dari sisi yang
berbeda, jika Aisyah begitu bersabar saat Fahri menikah kembali di depan
matanya, maka Hulya begitu tulus mendonorkan wajahnya untuk Aisyah yang
menghancurkan wajahnya saat hendak diperkosa oleh tentara Israel di Palestina.
Kita perlu tahu
bahwa kadang-kadang apa yang terjadi di film berasal dari kejadian nyata,
makanya mengapa orang-orang sering melontarkan, “Hidup lu tuh penuh drama! Udah
kayak sinetron aja, masalah hidup gak kelar-kelar!” maknanya jadi tetap
berhubungan meski dibalik, film kah yang mirip hidupmu? Atau hidupmu yang mirip
film? Artinya film berasal dari kisah hidup, lalu kisah hidup dipertontonkan
menjadi film.
Semoga perfilman
Indonesia semakin mampu memberikan filosofi dan pelajaran kepada para
penikmatnya, semoga kasus pengeboman di tiga gereja di Surabaya segera diusut
tuntas, bukan hanya kasus tersebut saja tetapi kasus-kasus lainnya yang
kemungkinan semua ini berhubungan, saling tarik-menarik. Allah Maha Mengetahui,
Maha Bijaksana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar