Sumber gambar : Google
Jujur, bukan
karena judulnya saya tertarik, tetapi karena “siapa” yang menuliskannya. “Sirkus
Pohon” adalah sebuah judul buku yang sangat sederhana, tetapi ketika mulai membaca
halaman demi halaman, kita akan dibuat takjub dengan novel yang ceritanya mendalam,
detail, dan karakternya kuat. Inilah keajaiban menyulap kata yang dimiliki oleh
Andrea Hirata!
Pada halaman
pertama saya sudah dibuat ‘deg’ oleh
sebuah kalimat di sub bab nya, “Kaukah
yang membelaku waktu itu?” dan satu lainnya, “Cinta memihak mereka yang menunggu.”
Andrea Hirata
pandai sekali menciptakan karakter sekaligus namanya, misal Taripol, Sobri alias
Hob, Soridin Kebul, Jeliman, Gastori, Adun, Tegar, Azizah, Abdul Rapi, Halaludin,
Jamot, Suruhudin, dan Badrun. Nama-nama unik, khas bangsa Indonesia sekali, tak
membosankan, seolah memiliki karakerisasi yang kuat pada tokoh itu sendiri
dengan nama yang masing-masing diberikan kepada mereka.
Jenaka – saat Hob
marah, “Jeh! Kau boleh banyak teori, Run,
tapi awas, suatu hari nanti aku akan membuat perhitungan denganmu dan sapi
cabulmu itu, tak peduli sapi itu bantuan dari biduanita organ tunggal atau dari
presiden!” Menurut saya kalimat-kalimat yang dilontarkan begitu koplak dan mencerminkan sesuatu yang benar-benar terjadi
di masyarakat kita.
Beberapa kalimat
sarat makna yang berhasil saya garis bawahi, diantaranya, “Ternyata, kawan, kemauan adalah segala-galanya dalam hidup ini. Tanpa kemauan,
orang tak dapat terkejut, tak dapat curiga, tak dapat iri, tak dapat cemburu,
tak dapat gembira, mellow, golput. Tengoklah Instalatur itu, dia tak ubahnya
ban kempes.” Atau, “Orang-orang yang
berkata tentang diri mereka sendiri, melebih-lebihkan, orang-orang yang berkata
tentang orang lain, mengurang-ngurangi.”
Kalimat sarat
makna dibuat dengan sentuhan jenaka sehingga ketika membacanya kita akan
mengangguk setuju sambil cengar-cengir sendiri. Kalimat-kalimat jenaka itu
bukan hanya sesekali tetapi hampir keseluruhan isi cerita disajikan dengan
sentuhan jenaka bahkan ketika seharusnya suasanya mellow, sendu, kecewa, atau
marah, Andrea Hirata dengan ajaib bisa menuangkannya dalam kalimat yang begitu
jenaka! Meski memakai gaya bahasa melayu, bahasanya begitu mudah dipahami. “Zat ayam tangkapmu, Man! Kau tak lain
tukang perkosa pohon! Kau, Pol, calo pohon! Baca buku sejarah bercocok tanam di
kios buku Junaidi sana! Usah kalian sembarang bicara. Delima adalah ningratnya pohon.
Delima tak macam rambutan, mangga, blewah, langsat, atau mengkudu. Delima dihormati
bangsa Moor! Nama delima diabadikan menjadi nama kota megah Granada! Nama latinnya
lebih bagus daripada nama lengkapmu, Man! Akarnya dapat diseduh, mujarab untuk
menenangkan jiwa murid-murid sekolah yang mau ujian nasional! Dahannya untuk
pagar, kayu bakar, atau bagus juga untuk menghantam batok kepala manusia tidak
etis macam kalian ni!”
Buku ini? Ringan,
sarat makna, jenaka, mencitrakan budaya, menyentuh, tentang perjuangan dan optimisme,
serta menghibur!
Wahh saya udah beli lama maah belum sempet baca, okee nice review *buruan baca
BalasHapusBuruan baca!:D wkwk
Hapus